Gubernur Kalbar Minta Batas RI-Malaysia Ditinjau Ulang

Senin, 24 Oktober 2011 – 18:29 WIB

JAKARTA--Gubernur Kalimantan Barat (Kalbar) Cornelis minta Pemerintah Indonesia menolak hasil pengukuran bersama garis batas Indonesia-Malaysia di wilayah Camar Bulan dan Tanjung Datu karena tidak sesuai dengan peta asli peninggalan Pemerintah Belanda dan Inggris.

“Hasil pengukuran bersama itu sangat merugikan kitaKami usulkan, supaya kita tinjau ulang,” ujarnya dalam rapat kerja (raker) Komite I DPD, di gedung DPD, kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (24/10).

Landasan hukum pembatalan hasil pengukuran bersama garis batas negara Indonesia-Malaysia tersebut, kata Cornelis adalah Traktat 1891 antara Pemerintah Belanda dan Pemerintah Inggris

BACA JUGA: Usulan Pemerintah Ditolak Pansus BPJS

Penentuan garis batas di Pulau Kalimantan lanjutnya, Pemerintah Belanda dan Pemerintah Inggris menandatangani Traktat 1891 di London tanggal 20 Juni 1891.

"Pasal III traktat menyatakan, dari puncak rangkaian gunung-gunung yang telah disebutkan dalam pasal II, ke arah/ke/sampai Tandjong Datoe di pantai barat Borneo (Kalimatan), garis batas mengikuti watershed dari sungai-sungai yang mengalir ke arah pantai barat laut dan pantai barat, di sebelah utara Tandjong Datoe, dan yang mengalir ke arah pantai barat, di sebelah selatan Tandjong Datoe, pantai selatan dan pantai timur sebelah selatan dari garis 4º10´ lintang utara," ungkapnya.

Selanjutnya tahun 1969, Konvensi Wina Pasal 48 ayat (1) menjelaskan, suatu negara dapat menyinggung suatu kekeliruan yang dapat membatalkan persetujuan negara tersebut untuk diikat oleh suatu perjanjian bila kekeliruan itu berkenaan dengan suatu fakta atau suatu keadaan yang dianggap negara tersebut pada waktu perjanjian itu dibuat dan kekeliruan tersebut merupakan dasar pokok dari persetujuannya untuk diikat oleh perjanjian itu
Pasal 49 konvensi juga menjelaskan, bila suatu negara membuat suatu perjanjian yang didasarkan atas penipuan oleh negara lain, negara pertama dapat mempergunakan penipuan itu untuk membatalkan persetujuannya untuk diikat oleh perjanjian tersebut, terangnya.

Akibatnya, NKRI kehilangan wilayah kedaulatan seluas 1.499 ha di Camar Bulan dan 80.000 m² di Tanjung Datu

BACA JUGA: Menantu Ical Ikut Berebut Kursi Ketum KNPI

“Malaysia memperolehnya gratis,” tegas Cornelis.

Menurutnya, Indonesia masih berpeluang mendapatkannya kembali
Mereka belum berani menguasainya terang-terangan

BACA JUGA: Dua Mantan Gubernur Beber Kedekatan Hari dan Bos Damkar

Alasannya, hingga kini Malaysia masih ragu menguasai Tanjung Datu dan Camar Bulan, karena peta asli membuktikan bahwa daerah tersebut wilayah kedaulatan NKRIPerkembangan obyektifnya, daerah tersebut dikuasai rakyat Indonesia.

“Tapi mengapa tim dari Indonesia ingin menyetujui MoU yang merugikan tersebut ditandatangani atau disahkan?” tanya Cornelis.

Merujuk Konvensi Wina lanjutnya, pengakuan masyarakat setempat waktu pengukuran bersama dilakukan adalah mereka (masyarakat) mengarahkan tim untuk memasuki wilayah Indonesia“Agar illegal logging yang mereka lakukan saat itu tidak akan ditangkap aparat keamanan Indonesia karena wilayah tersebut masuk MalaysiaTim dari Malaysia sangat senang sekali, tapi mengapa tim dari Indonesia senang?”

Cornelis menjelaskan, Pemerintah Malaysia aktif melakukan silent occupationsMereka merusak patok perbatasan, memindahkannya, bahkan membuat patok perbatasan yang baru yang sangat merugikan wilayah kedaulutan NKRI“Anehnya, tim dari Indonesia setuju saja.”

Pemerintah Provinsi Kalbar beserta instansi terkait selalu bekerja sama untuk melanjutkan penguasaan efektif (effentive occupation) di Camar Bulan dan Tanjung Datu, termasuk perairan Gosong Niger, agar terjaga wilayah kedaulutan NKRI dan tidak terulang kasus Sipadan-Ligitan(fas/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... PKK Berharap Dilibatkan Sukseskan E-KTP


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler