jpnn.com, PALANGKARAYA - Gubernur Kalteng Sugianto Sabran menyesalkan sikap oknum pengusaha yang mengadukan dirinya dan menuduh Pergub Nomor 16 tahun 2018 tentang pedoman sumbangan pihak ketiga (SPK)diterbitkan untuk mendapatkan dana biaya pernikahannya. Dengan nada tinggi, gubernur menyebut sikap oknum pengusaha seperti itu adalah sikap kurang ajar.
“Bukankah semua sumbangan itu masuk kas daerah bukan untuk pribadi gubernur? Bagaimana sampai dituding untuk nikah?” ucap gubernur saat Forum Group Discussion (FGD), seperti diberitakan Kalteng Post (Jawa Pos Group).
BACA JUGA: Gubernur: Ada yang Bilang untuk Menikah Saya Minta Pengusaha
Sumbangan diatur dalam pergub 16 tahun 2018. Tidak ada menyebut angka dan tidak ada mengikat. Yang membuat aneh gubernur, pergub dibuat untuk mengatur soal sumbangan pihak ketiga. “Malah kita dikejar-kejar kaya maling,” celetuknya.
Gubernur mengajak pengusaha untuk mengubah mindset berpikir, bahwa Kalteng butuh bantuan semua kalangan khususnya pengusaha. Butuh perhatian dan kepedulian untuk mengentaskan kemiskinan.
BACA JUGA: Gubernur Kalteng Pengin Putrinya Jadi Penghafal Alquran
Sugianto mengaku miris dengan sikap beberapa aparat yang selama ini menyoal pungutan pihak ketiga yang kesannya justru mencari-cari masalah. Padahal, kata gubernur, sumbangan pihak ketiga itu sudah diatur dalam pergub 16/2018.
“Ini jelas aturannya sudah sah dan tidak melanggar aturan tapi kenapa malah terus dikejar? Kalau mencari kesalahan, siapa yang tidak ada salah? Tapi kenapa justru itu yang selalu disoal?” sergahnya sembari menjabarkan Kalteng cukup kaya tapi masyarakatnya masih miskin, karena masyarakat tidak menikmati hasil kekayaan alamnya.
BACA JUGA: Peraturan Baru! Guru Merokok Tidak Akan Jadi Kepala Sekolah
Ditegaskannya, tujuan utama pergub tersebut untuk membantu pembangunan Kalteng. Dana tersebut akan langsung masuk ke kas daerah dan digunakan untuk penguatan infrastruktur, pendidikan dan kesehatan.
Dia menilai Kalteng sebagai wilayah yang kaya akan sumberdaya alam harus mampu mensejahtrakan masyarakatnya. Pengusaha wajib mendukung pemerintah untuk menghilangkan ketimpangan sosial yang ada di masyarakat.
“Ada yang bilang gubernur keluarkan Pergub, minta jatah. Jika memang tidak suka pergub jangan memfitnah. Ini bukan untuk gubernur atau keluarga atau golongan. Sejak saya jadi gubernur izin pertambangan dan perkebunan memang diperketat. Jika asal ACC sekarang banyak tambang itu milik asing. Apa kita mau semuanya dari asing? Terus kontribusinya apa untuk provinsi Kalteng ini?" bebernya.
Direktur Perencanaan Anggaran Bina Keuangan Daerah Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri), Arsan Latif menegaskan prinsip sumbangan dalam pergub 16/2018 tidak masalah.
“Sepanjang sumbangan itu masuk kas daerah dan penggunaannya dikelola daerah, bukan pungutan. Kalau yang demikian maka itu tidak masalah,” kata Arsan.
Pergub 16 tahun 2018, kata Arsan, dengan tegas mengatakan pergub itu sah. Di dalamnya mengatur sumbangan tanpa ada ikatan dan paksaan. Tidak dibolehkan sumbangan pihak ketiga apabila di dalamnya menyebutkan jumlah angka atau nilai.
Dalam Pergub yang mengatur hibah dan sumbangan pihak ketiga ini nanti akan menjadi salah satu sumber pendapatan daerah. Yang tentunya akan dibahas bersama-sama dengan DPRD Kalteng.
Arsan menjelaskan, pendapatan daerah harus mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) nomor 58 tahun 2015. PP tersebut menekankan pendapatan daerah harus memiliki sumber hukum. Dimana dana hibah atau sumbangan dari pihak ketiga masuk dalam kategori lain lain pendapatan daerah yang sah.
Aturan itu menyebutkan hibah merupakan sumbangan yang sifatnya tidak mengikat baik dari masyarakat maupun korporasi. Sehingga tanpa Pergub pun sumbangan dari masyarakat, pihak ketiga tetap sah.
"Penyusunan Pergub ini juga difasilitasi oleh Kemendagri. Tujuannya untuk memberikan kepastian supaya tidak liar. Serta menjelaskan tatacara pemerintah daerah dalam upaya peningkatan sumber daerah," kata Arsan.
Pada kesempatan itu, dia kembali menekankan, Pergub tersebut tidak menyebutkan angka dan tidak menyebutkan badan usaha apa saja yang terkena aturan tersebut. Pergub hanya mencoba mengoptimalkan pendapatan lain lain yang sah yang dibenarkan oleh undang undang secara tertib.
"Pergub juga memenuhi kaidah sumbangan sukarela tanpa terikat (susutante). Berbeda lagi jika memang dalam Pergub ada tertera besaran rupiah, itu sudah masuk pungutan, tidak boleh," ucap dia.
Dia mengatakan Pajak dan pungutan lainnya yang bersifat memaksa untuk keperluan negara sudah diatur dengan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia (UUD-RI) 1945 pasal 23A. Selain itu juga ada undang-undang no 28 tahun 2009, yang mengatur pungutan daerah berupa pajak daerah dan retribusi daerah. Pajak dan retribusi daerah inipun sudah ditetapkan dalam undang-undang .
"Undang-undang nomor 23 tahun 2014 melarang pemerintah daerah untuk melakukan pungutan diluar yang telah ditetapkan undang-undang. Jadi jangan samakan pungutan dan sumbangan, jika pungutan itu bersifat memakasa sedangkan sumbangan bersifat sukarela," tuturnya.
Berbeda, lanjut dia, jika memang persatuan pengusaha sepakat melalui asosiasi dan dengan sukarela menyumbang sesuai kesepakatan asoasiasi. Kesepakatan tersebut nantinya bisa dimasukan ke Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD). Sehingga, Pemda hanya sebagai penerima pernyataan.
"NPHD disini hanya untuk kepastian penerimaan. Pemda tidak bisa mengikat. Penentuan angkanya juga dari pengusaha semua itu tidak masalah dan diperbolehkan," tutur dia.
Pernyataan tersebut menjawab pernyataan perwakilan dari Asosiasi Tambang, Kusnadi B Harijon. Dia mengatakan pihaknya dari perusahaan pertambangan telah sepakat memberikan kontribusi kepada Pemda, dengan kesepakatan dan kesanggupan sektor usaha berdasarkan besar kecilnya usaha.
"Kesepakatan ini mau tidak mau harus mencantumkan nilai. Sedangkan nilai tidak boleh masuk dalam perda," ucapnya.
Dikatakannya, pihaknya dari asosiasi terus mengawal Pergub tersebut. Karena selama ini hampir tidak ada anak anak dayak yang menerima CSR dan disekolahkan sampai ke luar negeri. Padahal ada perusahaan diwilayahnya bisa memberikan sumbangan ke partai politik sebesar Rp1 triliun, namun tidak ada kontribusi nyata untuk Kalteng. (awa/nue/abe)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Yulistra Ivo Azhari Diberi Gelar Dayak, Nyai Rantian Intan
Redaktur & Reporter : Soetomo