JAKARTA - Ongkos politik dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah terutama gubenur, dinilai terlalu mahal dan tidak efektifBiaya yang dikeluarkan tidak sebanding dengan tunjangan yang diperoleh seorang gubernur
BACA JUGA: KPU Tunggu Aturan Penerapan e-Voting
Hal itu diungkapkan Gubernur Sulawesi Utara (Sulut) Sinyo Harry Sarundajang (SHS), saat tampil dalam seminar hari otonomi daerah di Hotel The Ritz Carlton, Pacific Place, Jakarta, Kamis (29/4).
Dalam seminar bertajuk 'Kreativitas/Inovasi Daerah untuk Meningkatkan Pelayanan Publik' itu Sarundajang menyatakan, dirinya meyakini bahwa setiap gubernur yang ikut pilkada pasti mengeluarkan ongkos politik dalam jumlah besar
BACA JUGA: Penundaan Pilkada di Papua Karena Alasan Politis
Jadi bagaimana bisa mengembalikan modalnya, silakan bapak-bapak dan ibu-ibu yang memikirkannya sendiri," kata SHS di depan para peserta seminar.Ongkos politik yang mahal itu, lanjutnya, sangat tidak efektif dan tidak efisien, sehingga perlu diubah mekanisme pemilihan gubernur
BACA JUGA: Pleno KPU Pusat, Rudolf Pardede Harus Ikut Maju
Selain itu, agar Gubernur tidak lagi memikirkan cara mengembalikan modal yang sudah dikeluarkan."Saya setuju kalau gubernur dipilih oleh anggota DPRD, sedangkan bupati/wali kota dipilih langsung oleh rakyatMengapa? Karena gubernur fungsinya sebagai koordinator, pengawas, dan pengevaluasiSementara bupati/wali kota lebih teknis karena berhubungan langsung dengan masyarakat, sehingga figurnya harus sesuai keinginan rakyat," ucap mantan Irjen Depdagri itu.
Meski demikian Sarundajang menegaskan, meski dalam pilkada seorang calon kepala daerah dilegalkan mengeluarkan modal banyak, namun untuk money politic tetap dilarang"Politik memang ada ongkosnya, yang tidak dibolehkan UU adalah money politicsPilkada itu bukan pilih partai politik tapi figur," terangnya(esy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Marzuki Alie Paling Banyak Diberitakan
Redaktur : Antoni