jpnn.com - BALIKPAPAN – Aksi unjuk rasa menuntut penahanan tersangka penistaan agama, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, akan digelar di Jakarta pada 25 November dan 2 Desember 2016.
Warga Kaltim dan Kaltara dilarang keras berangkat ke Jakarta untuk ikut unjuk rasa.
BACA JUGA: Polisi Diberi Hadiah Jika Berani Tembak Bandar Narkoba
Hal ini tegas disampaikan Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak, Kapolda Kaltim Irjen Pol Safaruddin dan Pangdam VI/Mulawarman Mayjen TNI Johny L Tobing.
Awang menyebut, mereka yang tetap memaksa berangkat ke Jakarta berarti dekat dengan radikalisme. Yang mana radikalisme banyak yang berujung pada tindakan terorisme.
BACA JUGA: Di Hadapan Ibu, Maling Motor Cium Tangan Korbannya
“Tidak usah pergi jauh ke Jakarta. Asal jelas maksud aspirasinya tersampaikan. Kalau lihat unjuk rasa 4 November lalu ramai dan tidak kondusif. Jadi tidak jelas maksudnya dan menimbulkan rawan provokasi," kata Awang dalam Silaturahmi Forkopimda Kaltim dengan Toga, Todat, Tomas, beserta media massa di Aula Makodam kemarin (23/11).
Awang juga menyinggung serangan bom di Gereja Oikumene yang menelan korban jiwa. Menurutnya masyarakat Kaltim masih trauma dengan kejadian tersebut.
BACA JUGA: Astaga, ABG Dihajar Gara-gara Celingukan
Dia juga berharap agar semua masyarakat menjadi lebih waspada. Sebab Kaltim yang kondusif ternyata rawan terorisme dan penyebaran paham radikalisme.
Apalagi dengan letak yang strategis dan luas, menjadi tempat bersembunyi kelompok - kelompok yang berpikiran radikal.
Dia mengingatkan, bahwa sebagai negara demokrasi sudah ada Undang-Undang. Sehingga semua pihak harus patuh. Tidak perlu melakukan perlawanan dengan cara yang tidak baik.
Sementara itu, pada kesempatan yang sama, Kapolda Kaltim Irjen Pol Safaruddin menjelaskan aksi unjuk rasa ke depan agar bisa dilaksanakan dengan tertib. Sesuai prosedur dan tak perlu bertolak ke Jakarta. Cukup di wilayah masing-masing. Dan bila tidak diindahkan maka akan ditindak sesuai hukum yang berlaku.
Dia menjelaskan, maraknya unjuk rasa disebabkan karena adanya peningkatan suhu politik jelang Pilkada di Jakarta.
Sehingga berdampak kepada masyarakat untuk bergerak mengajukan tuntutan secara massal.
"2 Desember ada wacana salat Jumat dan unjuk rasa di jalan. Kalau dilihat ini tidak baik. Mereka tidak berpikir pengguna jalan lain. Apalagi yang terburu-buru karena situasi mendesak, ke rumah sakit misalnya. Jadi demo seperti ini tidak mempedulikan toleransi dan kemanusiaan," ujarnya.
Dia meminta agar kelompok kecil yang berpikiran radikal menghentikan aksinya untuk merusak dan memprovokasi orang banyak.
Pangdam VI/Mlw Mayjen TNI Johny L Tobing mengatakan, memang ada kelompok -kelompok tertentu yang berniat mengeksploitasi dan membenturkan perbedaan sistem nilai yang dianut masyarakat.
Dia meminta semua umat beragama tidak terprovokasi dengan hasutan yang bersifat SARA.
"Untuk meredam provokasi, kita perlu budaya dialog yang melibatkan semua lapisan masyarakat. TNI juga siap mem-backup kepolisian 100 persen dalam menangani unjuk rasa ke depan," pungkasnya. (*/ane/rsh/k18)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Isu Rush Money Upaya Membangun Perlawanan Rakyat
Redaktur : Tim Redaksi