jpnn.com, PADANG - Anggota DPRD Sumatera Barat Nofrizon mempertanyakan sikap Gubernur Sumatra Barat Mahyeldi Ansharullah terkesan lempar tanggung jawab.
Mahyeldi disebut melempar persoalan surat bertanda tangan gubernur yang diduga dipergunakan untuk memungut sumbangan, kepada sekretaris daerah setempat.
BACA JUGA: Menggembirakan! Hunian di RSDC Wisma Atlet Tinggal 12,6 Persen
"Saya baca berita di media gubernur malah melempar persoalan ini kepada sekda, ini namanya pembunuhan karakter," ujar Nofrizon di Padang, Kamis (26/8).
Menurut dia, tidak masuk akal jika gubernur tidak membaca surat yang akan ditandatangani.
BACA JUGA: Pernyataan Brigjen Izak Soal Aksi Teror Kriminal Bersenjata, Tegas
"Jangankan gubernur, seorang camat atau kepala dinas saja pasti membaca surat yang akan ditandatanganinya. Pasti dia teliti sebelum ditandatangani," ucapnya.
Menurut dia, langkah gubernur melempar persoalan ini kepada sekda seperti melempar semua beban ke pundak sekda.
BACA JUGA: Sejumlah Pejabat Publik Sudah Suntik Vaksin Ketiga, Netty Geram!
Padahal, surat itu jelas ditandatangani gubernur.
Nofrizon menilai hal ini akan membawa beban psikologi kepada sekda maupun keluarganya dan ini tentu tidak baik.
"Kasus ini sekarang ditangani kepolisian dan kita hormati hal tersebut. Semoga dapat diungkap secara tuntas," katanya.
Sementara itu, pengamat politik dan pemerintahan Universitas Andalas Dr Asrinaldi mengatakan dalam persoalan surat bertanda tangan Gubernur Sumbar yang digunakan memungut sumbangan untuk membuat buku, memiliki tiga dimensi berbeda.
Dimensi pertama adalah dugaan pidana dan sedang ditangani kepolisian.
"Kalau ada permintaaan sumbangan di luar ketentuan PP 12 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah tentu ada sanksinya," katana.
Begitu pula terkait gratifikasi, ada sanksi yang menanti apabila dilakukan.
Kemudian dalam konteks politik dan pemerintahan, DPRD Sumbar harus dapat menggunakan hak interpelasi mempertanyakan hal ini.
Terutama terkait UU 23 2014 tentang Pemerintahan Daerah di Pasal 76 mengatakan kepala daerah tidak diperbolehkan membuat keputusan secara khusus memberi keuntungan pribadi, kelompok atau partai politik.
"Ini tentu masih panjang dan kita lihat keberanian DPRD dalam menggunakan hak mereka," ucapnya.
Terkait ucapan gubernur yang melempar kepada Sekda, dia menilai mungkin gubernur menganggap ini hanya persoalan administrasi padahal tidak sesederhana itu.
"Itu implikasinya jauh bukan hanya soal administrasi saja," kata dia.
Sebelumnya Gubernur Sumbar Mahyeldi Ansharullah selepas melayat ke rumah Elly Kasim di Jakarta mengatakan surat-menyurat merupakan urusan sekda
"Itu kan administrasi ya, administrasi di sekda, sekretaris," katanya.
Polresta Padang sendiri menyita tiga kardus surat bertanda tangan Gubernur Sumbar Mahyeldi yang digunakan lima orang untuk meminta uang ke sejumlah instansi di daerah setempat.
Surat itu menjadi persoalan karena dijadikan proposal untuk meminta sumbangan untuk membuat buku oleh kelima orang yang notabene bukan pegawai maupun tenaga honorer pemerintah daerah setempat.
Surat tersebut tertanggal 12 Mei 2021, Bernomor 005/3904/V/Bappeda-2021, sedangkan perihalnya adalah penerbitan profil dan potensi Provinsi Sumatra Barat.
Di dalamnya dibubuhi tanda tangan Mahyeldi Ansharullah, lalu digunakan oleh lima orang untuk meminta uang kepada sejumlah pihak.
Dalam surat berbunyi agar penerima surat berpartisipasi dan berkontribusi mensponsori penyusunan dan penerbitan buku profil Sumatra Barat 'Provinsi Madani, Unggul dan Berkelanjutan' dalam versi Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Bahasa Arab, dalam bentuk soft copy.(Antara/jpnn)
Redaktur & Reporter : Ken Girsang