jpnn.com - JAKARTA – Gubernur Aceh, Zaini Abdullah meyakini pembahasan sejumlah Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) dan Rancangan Peraturan Daerah (Qanun) terkait lambang dan bendera Aceh, dapat diselesaikan pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhohono (SBY).
Menurut Zaini, persoalan yang selama ini menjadi perdebatan antara pemerintah pusat dan pemerintah Aceh, hanya terkait hal-hal yang tidak mendasar. Namun telah berubah menjadi polemik berkepanjangan.
BACA JUGA: Mayoritas Caleg Incumbent Bakal Kandas
“Kita mengharapkan jangan ada persoalan apa-apa lagi. Ini persoalan tidak mendasar yang menjadi polemik. Besok (Rabu,red) diharap ada kesepakatan bersama. Kami menuntut (pembahasan) sesuai UUD 1945, Pasal 18 b. Namun bergantung pada keinginan pemerintah pusat,” kata Zaini di sela-sela Forum Bisnis Aceh yang digelar di Hotel Four Season, Jakarta, Selasa (15/4).
Dalam pasal 18 UUD1945 disebutkan, negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintah daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang. Selain itu juga disebutkan, negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum serta hak-hak tradisionalnya, sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip negara kesatuan RI yang diatur dalam undang-undang.
BACA JUGA: FPI Ancam Segel Hotel Pelanggar Syariat
“Saya yakin sekali ini bisa selesai. Presiden SBY juga sudah keluarkan instruksi, dimana substansinya mengacu pada perjanjian Helsinki dan Perda Aceh. Nah hal yang belum selesai akan diselesaikan sebelum dia (Presiden) turun (dari jabatan),” katanya.
Saat ditanya terkait Qanun Simbol dan Lambang Aceh yang oleh pemerintah pusat diminta untuk direvisi karena diduga menganut simbol-simbol Gerakan Aceh Merdeka (GAM), Zaini menyatakan persoalan tersebut tidak perlu dibesar-besarkan.
BACA JUGA: Irman Gusman Nasehati Wako Padang Terpilih
“Itu tidak perlu diperbesarkan, itu bisa didiskusikan. Usulan (itu) diubah, nanti kita lihat. Qanun kan masih dalam proses,” katanya.
Sayangnya saat kembali ditanya apakah pemerintah Provinsi Aceh dan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) mau merevisi Qanun seperti yang selama ini diminta pemerintah pusat lewat Kemendagri, Zaini belum bersedia menjawab dengan tegas.
“Kita lihat besok (Rabu,red) apa yang terbaik. Kalau memang pembahasan qanun diperpanjang, nggak apa-apa. Yang penting dapat sampai selesai karena kita menginginkan yang terbaik,” katanya.
Sebagaimana diketahui, pemerintah pusat yang diwakili Kemendagri dijadwalkan melakukan pertemuan dengan Pemerintah Provinsi Aceh dan DPRA Aceh, di Jakarta, Selasa (15/4).
Namun karena sesuatu hal, pertemuan akhirnya ditunda, Rabu (16/4), guna menyelesaikan pembahasan RPP tentang kewenangan pemerintahan di Aceh yang bersifat nasional, RPP tentang pengelolan minyak dan gas di Aceh, Rancangan Peraturan Presiden (Perpres) terkait pertanahan dan Qanun tentang bendera dan lambang daerah Aceh.
Ditemui di tempat yang sama, Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD), Jenderal Budiman, mengatakan hingga saat ini masih ditemukan adanya sekolompok orang di Aceh yang mengibarkan bendera Aceh.
“Simbol itu tetap ditampilkan, perlu kedewasaan setiap pihak untuk mengurangi keinginan yang berlebihan itu. Sebelum ada keputusan negara, kita akan laksanakan sesuai aturan yang berlaku. (Kalau tetap dinaikkan) akan kita turunkan. Pemerintah pusat harapkan agar bendera ini menyesuaikan, kurangi keingianan berlebihan atas simbol,” katanya.
Meski ada sekelompok orang yang ingin tetap menaikkan bendera Aceh, kata Jenderal Budiman, TNI tidak melakukan pengamanan khusus. Karena pengibaran bendera hanya dilakukan sekelompok kecil masyarakat yang ada.
“Tidak ada pengamanan khusus di Aceh, karena hanya sekelompok orang yang kibarkan Qanun. Kalau ditanya separatis, pada setiap manusia itu ada. Tergantung dimana mereka berada. Kalau ada keadilan, kesejahteraan, maka bibir separatisme akan hilang,” katanya.(gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Makam Korban Pembantaian di Tanjung Miring Dibongkar
Redaktur : Tim Redaksi