Gubuk Hebat Tempat Kumpul Ortu Penderita Cerebral Palsy

Berharap si Anak Bisa Mandiri ketika Ortu Tiada

Minggu, 21 Desember 2014 – 18:41 WIB
FISIOTERAPI: Revan, putra salah seorang pendiri Gubuk Hebat, bersama terapisnya. Foto: Dipta Wahyu/Jawa Pos

jpnn.com - Punya anak penderita cerebral palsy (CP) adalah sebuah pukulan berat bagi orang tua. Hingga muncul Gubuk Hebat, sebuah ajang kebersamaan orang tua yang anaknya mengalami lumpuh otak. Ditanggung bersama, beban terasa lebih ringan.

= = = = = = = = = =

BACA JUGA: Budi Rahardjo, IT-Preneur di Balik Domain .id

BOLAK-BALIK Surabaya–Solo atau Jogjakarta adalah makanan sehari-hari bagi Dea Anggraeni. Ibunda Revan, bocah penderita CP, itu menganggap dua kota tersebut sebagai tempat yang paling bagus untuk terapi anaknya.

Fasilitasnya lengkap dan bagus untuk perkembangan anaknya. ”Tempatnya nyaman dan kami orang tua bisa sharing. Ada CP yang dari Jakarta juga,” kenang Dea.

BACA JUGA: Komunitas Surabaya Cerdas Finansial dan Upaya Bikin Melek Keuangan

CP adalah suatu keadaan yang ditandai dengan buruknya pengendalian otot, kekakuan, kelumpuhan, dan gangguan fungsi saraf lainnya. Penyebabnya beberapa macam. Antara lain, cedera otak ketika si anak dalam kandungan atau ketika proses persalinan.

Dari sana, Dea tahu bahwa di Surabaya juga ada beberapa orang tua penderita CP yang ingin kumpul. Mereka merasa senasib. Sebab, harapan mereka terhadap anak tak muluk. Tak perlu jadi orang sukses, tapi anak bisa mandiri ketika ortu sudah tiada. ”Untuk bisa melatih anak mandiri saja, perjuangannya sudah luar biasa,” tambahnya.

BACA JUGA: Zahriyani Putri Agustin, Bocah Korban Penyanderaan Dramatis di Gresik

Dea, yang merasa punya ilmu dari komunitas CP di Solo, dengan suka hati membagikan ilmunya di Surabaya. ”Awalnya cuma (ortu) lima anak. Itu pun keluar masuk karena menyesuaikan kondisi anak. Anak CP rawan sekali sakit,” tutur dia.

Dari lima orang itu, mereka mengajak yang lain dan akhirnya bertambah banyak. Pertemuan dilakukan satu bulan sekali, bergantian di rumah anggota. Pertemuan yang awalnya hanya sharing antarorang tua kemudian berkembang dan menghadirkan narasumber.

”Biasanya mengajak dokter anak, dokter saraf, atau bagian tumbuh kembang. Biar orang tua juga semakin mengerti bagaimana menghadapi (penderita) CP,” tutur Dea.

Memperingati satu tahun berdirinya Komunitas Cerebral Palsy Surabaya, mereka mengadakan gathering sekaligus workshop. Workshop itu diikuti semakin banyak keluarga penderita CP. Rasa prihatin muncul ketika ternyata para orang tua penderita CP mengeluhkan biaya terapi yang semakin mahal.

Menurut cerita Dea, di rumah sakit pemerintah, biaya untuk fisioterapi saja Rp 30.000– Rp 50.000, sedangkan di swasta bisa mencapai Rp 200.000. ”Padahal, anak CP diusahakan setiap hari mempunyai aktivitas dan kebanyakan dari golongan menengah ke bawah,” ucap dia.

Semakin besar Revan, akhirnya Dea memutuskan untuk pindah ke Solo. ”Namun, keluarga besar tidak mengizinkan,” ceritanya. Akhirnya, ayah mertua Dea, Samuri, punya inisiatif untuk menjadikan tanahnya sebagai tempat berkumpul komunitas CP sekaligus terapi bagi cucunya.

Akhirnya, pada 18 Oktober 2014, diresmikanlah Gubuk Hebat. Gubuk merupakan singkatan dari Grumegah Upoyo Bareng Keluargo. Artinya, bersama-sama bergandengan tangan antara keluarga CP dalam memenuhi kebutuhan dan mengantar anak CP mencapai kemajuan yang optimal.

Sementara itu, Hebat dimaknai sebagai perjuangan yang harus dilalui anak CP dan keluarganya dalam menjalani hidup. ”Kemajuan anak CP tidak bisa ditargetkan. Tapi, kami selalu berupaya,” katanya sembari mengawasi Revan yang sedang diterapi.

Gubuk Hebat menjadi base camp untuk komunitas CP Surabaya. Sekali mendayung, tempat itu juga menjadi tempat terapi bagi anak-anak CP. Alat-alat yang dulu dipakai Revan juga digunakan untuk terapi oleh yang lain. ”Revan kan semakin besar. Alat yang sudah tidak muat bisa dipakai yang lain,” papar ibu rumah tangga itu.

Terapis di tempat itu pun adalah orang yang menerapi Revan. Dea sengaja merekrut dua terapis yang mulanya dia kursuskan untuk menangani anak CP. Berbeda dengan di tempat lain, terapi di Gubuk Hebat menggunakan sistem subsidi silang. ”Yang mampu dikenai biaya Rp 60 ribu. Sedangkan yang tidak, disesuaikan kemampuannya. Bahkan, ada anggota yang untuk biaya transpor saja susah. Jadi, kami gratiskan,” ujar Dea.

Hal itu dilakukan karena Dea pernah melihat orang tua yang putus harapan dan akhirnya membiarkan anaknya. Karena kemajuan anak CP tidak bisa disamakan antara satu dan yang lain, terkadang orang tua sampai pesimistis. ”Tidak terlalu memikirkan biaya orang tua datang ke sini saja, kami sudah senang,” paparnya.

Untuk saat ini, Gubuk Hebat hanya memberikan fisioterapi guna melatih saraf motorik kasar. Sementara itu, terapi yang harus diberikan untuk anak CP bermacam-macam. Di antaranya, okupasi terapi untuk melatih motorik halus, terapi wicara, dan terapi kognitif. ”Sementara ini kami masih mencari terapis yang tidak hanya bekerja, tetapi juga bersosialiasi,” ucapnya.

Ke depan, Dea berharap orang tua penderita CP tidak menganggap dunia kiamat. ”Kami ada untuk saling menguatkan. Mereka tak sendirian. Ada banyak yang senasib. Sehingga kalau ditanggung bersama dan saling membantu, bebannya menjadi lebih ringan,” katanya. (*/c11/ayi)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Tinggalkan Jejak Sejarah Kelahiran Pancasila


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler