Tinggalkan Jejak Sejarah Kelahiran Pancasila

Jumat, 19 Desember 2014 – 02:32 WIB
Syafrudin menjelaskan artefak-artefak sejarah peninggalan Bung Karno selama menjalani pengasingan di Ende, NTT. Foto: Thoriq S. Karim/Jawa Pos/JPNN.com

jpnn.com - PROKLAMATOR Kemerdekaan Soekarno pernah tinggal di Kabupaten Ende empat tahun. Rumah bersejarah itu kini terawat baik dan menjadi bangunan cagar budaya. Banyak peninggalan Bung Karno yang tersimpan di rumah tersebut.

Laporan Thoriq S. Karim, Ende

BACA JUGA: Strategi Perang dari Lantai 10

Soekarno menjalani masa pengasingan di Kelurahan Kota Ratu, Kabupaten Ende, pada 1934–1938. Saat itu Bung Karno masih berusia 33 tahun.

”Cukup muda, tapi sudah menggemparkan dunia,” ujar Syafrudin Pua Ita, ahli waris pemilik rumah tersebut, ketika menemui Jawa Pos (induk JPNN.com) beberapa waktu lalu.

BACA JUGA: Ikhlas Lepas Museum Seikhlas Lepas Kekasih Pergi

Bung Karno diasingkan setelah pemerintah Belanda menilai dia tidak mau diatur, bahkan menolak untuk tunduk. Bung Karno tiba di Ende pada 14 Januari 1934 dengan menggunakan kapal barang KM Van Riebeeck. Setelah berlayar delapan hari, dia bersama kerabatnya tinggal di rumah milik sahabatnya bernama Abdullah Ambuwaru.

Selama empat tahun, Bung Karno tinggal bersama Inggit Ganarsih, istrinya; Amsih, mertuanya; dan dua anak angkat Amsih yang bernama Ratna Juami dan Kartika.

BACA JUGA: Terawan Agus Putranto, Dokter Tentara Ikon RSPAD Gatot Soebroto

Syafrudin menjelaskan, di kompleks rumah itu Bung Karno menghabiskan hari-harinya. Tapi, dia tidak mau tinggal diam. Banyak aktivitas yang dia lakukan. Mulai berdiskusi, merenung, hingga membuat tonil (semacam naskah drama).

"Tonil karya Bung Karno sering dipentaskan siswa sekolah di Ende," ujar Syafrudin.

Rumah tempat pengasingan Bung Karno itu terbilang amat sederhana. Sebagian besar dindingnya masih terbuat dari papan. Salah satu kamarnya bersambung dengan ruang tamu. Di kamar itulah Bung Karno bersama istri tidur.

Ada lagi satu ruang tamu tanpa meja kursi alias lesehan. Tempat itu semula sering dimanfaatkan para tokoh agama, seniman, tokoh masyarakat, dan tamu istimewa lainnya untuk berdiskusi secara lesehan.

Rumah tersebut juga mempunyai pekarangan yang cukup luas. Presiden pertama RI itu kerap menghabiskan waktu di pekarangan untuk bercocok tanam. Sampai sekarang beberapa tanaman peninggalan Bung Karno masih dibiarkan tumbuh di tempatnya. Salah satunya pohon kipi yang berada di sisi kiri rumah tersebut.

Mencapai rumah Bung Karno terbilang tidak susah. Dari Bandara Hasan Aroeboesman NTT, perjalanan tidak lebih dari 15 menit. Pengunjung dari luar bisa menggunakan jasa ojek atau travel resmi yang ada di bandara. Masyarakat di Ende umumnya sudah tahu lokasi rumah pengasingan Bung Karno yang bersejarah itu.

Selain bangunan yang masih terjaga baik, Bung Karno meninggalkan sejumlah artefak bernilai nominal tinggi. Di antaranya berupa perabotan rumah tangga, surat nikah, surat cerai, hingga biola kesayangan. Ada pula dua tongkat yang masing-masing punya ciri khas.

Tongkat dengan genggaman berbentuk monyet biasanya digunakan Bung Karno saat menemui perwakilan pemerintah Belanda. Itulah simbol penghinaan terhadap penjajah. Sedangkan satu tongkat lain memiliki genggaman polos.

"Bung Karno menggunakan tongkat ini ketika bertemu sahabatnya," ucap Syafrudin.

Selain rumah pengasingan, Kabupaten Ende kerap disebut sebagai Kampung Bung Karno. Banyak petilasan sejarah perjuangan bangsa Indonesia dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan.

Syafrudin memerinci, jejak sejarah keberadaan Bung Karno di Ende tersebut berupa taman perenungan, gedung pementasan tonil, tempat diskusi, dan sejumlah lokasi penting lainnya. Memang, selama dalam pengasingan, Bung Karno tidak boleh bepergian jauh. Aktivitas hidupnya dibatasi dalam radius 8 kilometer. Karena itu, ada tempat-tempat yang dulu sering dipakai Bung Karno untuk menghabiskan waktu selama di Ende.

Misalnya, setiap pagi ayahanda Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri tersebut mesti melapor ke markas Belanda. Markas itu berlokasi di sebelah barat rumah pengasingan sang proklamator. Jaraknya sekitar 200 meter dari rumah Bung Karno dan hingga kini masih dimanfaatkan sebagai markas polisi militer.

Setelah wajib lapor, Bung Karno biasanya tidak langsung pulang. Dia mampir dulu ke taman, lalu duduk di bawah pohon sukun di sebelah barat markas Belanda tersebut. Sambil menikmati pemandangan laut yang terpampang di depannya, Bung Karno sering merenungkan berbagai hal di tempat itu. Terutama masa depan republik ini.

Salah satu renungan Bung Karno adalah kondisi sosial masyarakat di Ende. Sebab, ada keunikan yang muncul di permukaan. Yakni perkawinan campur antar pemeluk agama berbeda di daerah tersebut yang sampai sekarang masih terasa. Kawasan pesisir didominasi warga beragama Islam, sedangkan dataran tinggi didominasi warga beragama Katolik.

Nah, pernikahan di Ende tidak memandang perbedaan agama itu. Hebatnya, selama ini tidak pernah muncul konflik sebagai akibat perbedaan agama tersebut. Sebaliknya, agama bisa menjembatani ketika ada warga yang bertikai.

”Yang terpenting adalah kepercayaan bahwa Tuhan itu ada,” tutur Syafrudin.

Hasil perenungan di Ende itulah yang kemudian disampaikan Bung Karno dalam pidato di Kongres Amerika Serikat. Isinya merupakan cikal bakal kelahiran dasar negara Pancasila. Soekarno menyatakan, ada lima prinsip hidup bagi warga Indonesia. Yakni kepercaya kepada Tuhan, nasionalisme, kemasyarakatan, demokrasi, dan keadilan sosial.

”Prinsip-prinsip itulah yang lalu disempurnakan menjadi dasar negara kita, Pancasila,” jelas Syafrudin.

Setelah melakukan perenungan di bawah pohon sukun, Bung Karno pulang ke rumah pengasingan bersama kawan-kawan simpatisannya dari berbagai kalangan. Ada tokoh agama, seniman, tokoh pendidikan, hingga warga Belanda yang bersimpati kepadanya. Tamu-tamu itu dijamu di ruang tamu yang kini menjadi tempat penyimpanan barang peninggalan Bung Karno.

Pada 1938 Bung Karno dipindahkan ke Bengkulu. Dia meninggalkan banyak benda bersejarah selama empat tahun menjalani pengasingan di Ende. Yang kini sudah mengalami pemugaran menjadi bangunan cagar budaya.

Misalnya taman perenungan yang sekarang dihiasi patung besar Bung Karno duduk di bawah pohon sukun sambil menerawang jauh ke pantai. Lalu tempat pementasan tonil yang masih dalam pembangunan. Begitu juga makam ibu Amsih, mertua Bung Karno, yang juga dalam pemugaran.

”Pemugaran tempat-tempat petilasan Bung Karno itu merupakan proyek yang digagas mantan Wakil Presiden Boediono pada 2012. Pembiayaannya menggunakan APBN,” ungkap Syafrudin. (*/c10/c9/ari)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Mengenal Khoirul Anwar, Tukang Ngarit Penemu Teknologi 4G


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler