Gugatan ICW Tidak Tepat

Terkait Masa Jabatan Ketua KPK

Selasa, 21 Desember 2010 – 19:24 WIB

JAKARTA - Anggota Komisi III DPR, Topane Gayus Lumbuun menilai, upaya uji materi Undang-Undang (UU) Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang diajukan oleh Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) soal masa jabatan ketua KPK, kurang tepat.

Menurut Gayus Lumbuun, materi  yang judicial review oleh ICW dan YLBHI ke Mahkamah Konstitusi (MK) itu lebih tepat disebut sebagai sengketa pendapat"Itu bukan judicial review tetapi sengketa pendapat soal masa jabatan Ketua KPK Busyro Muqoddas, apakah hanya satu tahun atau empat tahun," ujar Gayus di gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (21/12).

Sebagai sebuah sengketa pendapat, lanjut Profesor Gayus, benar itu wilayahnya MK

BACA JUGA: Busyro Siap Hadapi Serangan Balik

Tetapi syarat sengketa pendapat yang dapat ditangani MK mengacu pada sengketa antar-lembaga negara yang kewenangannya dijamin UUD.

"ICW dan koalisi LSM bukan lembaga negara
Kalau mereka keberatan dengan sikap DPR, sebagai lembaga yang mewakili rakyat mereka bisa menyampaikan pendapat ke DPR," saran mantan Ketua Badan Kehormatan DPR itu.

Walau menilai judicial review tersebut tidak tepat, politisi PDIP ini tetap memberikan apresiasi terhadap upaya hukum ICW dan YLBHI

BACA JUGA: Tangani PT AWS, Jamin Tak Ada Intervensi

"Saya tidak dalam kapasitas menghalangi upaya hukum yang mereka tempuh
Silahkan saja diuji," tegasnya.

Lebih lanjut, Gayus mengungkap pertimbangannya Pasal 33 dari UU Nomor 30 Tahun 2002 itu normanya jelas, yakni menggantikan orang yang mempunyai masa jabatan tinggal satu tahun, pasal 33 itu merujuk pasal 29, 30, 31, 32, bukan merujuk pasal 34

BACA JUGA: KAKP Laporkan Kejati DKI ke KPK

"Kami di DPR sangat memperhatikan koridor apa yang kita putuskan di Komisi Hukum ini dan itu sudah sesuai dengan undang-undang yang berlaku," jelasnya

Gayus menjelaskan, kalau pemilihan semua pimpinan baru KPK, mempedomani UU ini harus sesuai gramatikal, secara sistematis, analogi, dan historikal"Secara tata negara dan histori, DPR yang membuat undang-undang dan kami sudah bekerja serta yakin benar karena sebelum disahkan juga mendengarkan saran dari pakar di luar DPR," ujarnya(fas/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pemda Tak Dilarang Beri THR Natal


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler