jpnn.com, JAKARTA - Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) menolak semua permohonan praperadilan Mantan Kadivhubinter Polri Irjen Pol Napoleon Bonaparte terkait penetapan dirinya sebagai tersangka suap penghapusan red notice atas nama terpidana kasus Bank Bali, Joko Soegiarto Tjandra.
Putusan itu dibacakan Hakim Tunggal Suharno dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri Jaksel pada Selasa (6/10).
BACA JUGA: Detik-detik Polwan Gagalkan Upaya Pemuda Bunuh Diri di Fly Over, Menegangkan
Hakim Suharno dalam putusannya menyatakan, penetapan tersangka dan proses penyelidikan, serta penyidikan dugaan suap penghapusan status buronan terpidana Djoko Tjandra yang dilakukan oleh Bareskrim Polri, sah menurut ketentuan hukum.
“Menolak permohonan praperadilan pemohon (tersangka Irjen Napoleon) untuk seluruhnya,” begitu putusan praperadilan yang dibacakan terbuka oleh Hakim Suharno di PN Jaksel, Selasa (6/10).
BACA JUGA: Perempuan Harus Lebih Hati-hati, Kasus Ini Jangan Sampai Terulang Lagi, Ngeri, Waspadalah!
Atas putusan itu, Hakim Suharno membebankan biaya perkara praperadilan kepada Irjen Napoleon senilai nol rupiah.
“Membebankan biaya perkara kepada pemohon sejumlah nihil,” kata Hakim Suharno dalam putusan kedua.
BACA JUGA: Pelaku yang Menyimpan 5 Kg Sabu-sabu di Mes Pemko Tanjungbalai Ternyata Eks Timses Wali Kota
Sementara itu, dalam praputusan, Hakim Suharno menolak empat materi permohonan ajuan Napoleon. Pertama, soal permintaan pencabutan status penetapan tersangka.
Napoleon menganggap terjadinya penyidikan yang tak sah lantaran tak didahului dengan proses penyelidikan. Terkait permohonan tersebut, hakim berpendapat, Bareskrim telah memberikan bukti adanya penyelidikan di Divisi Propam Mabes Polri terkait terhapusnya red notice atas nama Tjoko Tjandra di NCB dan Imigrasi.
Hakim Suharno menuturkan, proses di Propam termasuk dalam tahapan penyelidikan yang berujung pada penyidikan, dan penetapan tersangka. Kedua, terkait permohonan Napoleon tentang alat bukti yang tak cukup, dan sah dalam penetapannya sebagai tersangka.
Dalam penjelasannya, Hakim Suharno membenarkan memori sanggahan dari tim hukum dari Bareskrim yang membeberkan tentang bukti-bukti, termasuk saksi-saksi, dan surat, serta para ahli yang relevan menguatkan keabsahan penetapan Napoleon sebagai tersangka.
Permohonan ketiga Napoleon, terkait dengan penghentian penyidikan, karena menganggap tindakannya tak dapat dikategorikan pidana, pun mendapat penolakan. Hakim Suharno berpendapat, dalil tim hukum Napoleon yang sudah memasuki materi pokok perkara.
Adapun keempat, terkait permohonan Napoleon agar praperadilan menyatakan tak adanya bukti-bukti akurat dalam penerimaan suap yang dituduhkan Bareskrim, Hakim Suharno pun menilai dalil Napoleon yang tak pantas diajukan dalam praperadilan karena sudah menjadi kewenangan hakim di PN Tipikor.
“Sehingga dengan demikian, hakim praperadilan berpendapat, permohonan praperadilan pemohon (Napoleon), tidak beralasan hukum, oleh karena itu, haruslah ditolak untuk seluruhnya,” bunyi praputusan yang dibacakan Hakim Suharno.
Dengan putusan tersebut, Irjen Napoleon, pun masih menyandang status tersangka. Sehingga, proses penyidikan terhadapnya akan terus dilanjutkan.
Diketahui, untuk kasus suap terkait red notice ini Djoko Tjandra, penyidik di Bareskrim, menetapkan empat orang tersangka. Selain Napoleon, yang pernah menjabat sebagai Kadiv Hubinter Mabes Polri, tersangka lainnya, yakni Brigjen Pretijo Utomo, Kakorwas PPNS Mabes Polri.
Dua jenderal itu diduga melakukan aksi bertahap sepanjang April-Mei 2020 yang membuat Djoko Tjandra bebas keliaran masuk ke wilayah hukum Indonesia, padahal diketahui statusnya sebagai buronan Kejaksaan Agung (Kejakgung) sejak 2009.
BACA JUGA: Duel dengan Kakek Pengojek, Begal Bersenpi Kalah Telak, Lalu Diamuk Massa
Terkait itu, Bareskrim Polri menguatkan tuduhan adanya pemberian uang senilai 20 ribu dolar AS dari Djoko Tjandra kepada tersangka Brigjen Prasetijo lewat peran tersangka lainnya, yakni Tommy Sumardi. (cuy/jpnn)
Simak! Video Pilihan Redaksi:
Redaktur & Reporter : Elfany Kurniawan