jpnn.com, JAKARTA - Sekretaris Jenderal Kementerian ATR/BPN Himawan Arief Sugoto memaparkan peran Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) dalam rangka menyelesaikan berbagai konflik pertanahan di daerah dalam rapat dengar pendapat dengan BAKN DPR di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta,, Selasa (16/11).
"Implementasi penyelesaian konflik agraria dalam rangka Reforma Agraria, salah satunya dilaksanakan pada Lokasi Prioritas Reforma Agraria (LPRA)," ungkap Himawan.
BACA JUGA: Dukung Reforma Agraria, Pembentukan Bank Tanah Diharapkan Terwujud Bulan Ini
LPRA sendiri merupakan lokasi yang diusulkan Civil Society Organization (CSO) dan diwakili Konsorsium Pembaruan Agraria, Serikat Petani Indonesia, dan Gema Perhutanan Sosial.
"Dalam laporannya kepada presiden terdapat 72 lokasi untuk diselesaikan permasalahannya, serta ditindaklanjuti dengan redistribusi tanah dan penataan akses," sebut Himawan.
BACA JUGA: Strategi BPN Beri Kemudahan Masyarakat Mengakses Layanan Pertanahan
Himawan mengatakan capaian Reforma Agraria hal ini sudah menjadi program prioritas nasional sehingga dapat dipercepat penyelesaiannya melalui Tim Percepatan Penyelesaian Konflik Agraria dan Penguatan Kebijakan Agraria 2021.
"Hasil yang dicapai sebagian telah diserahkan sertifikatnya pada 22 September 2021 oleh Presiden sebanyak 124.120 bidang yang diterima oleh 90.802 KK," tutur Himawan
BACA JUGA: Kementerian ATR/BPN Siapkan Solusi untuk Atasi Masalah Lahan Perkebunan
Sertifikat tersebut mencakup tanah seluas 62.936,32 hektare, termasuk di dalamnya LPRA usulan CSO sebanyak 5.512 bidang yang meliputi 4.037 KK dan mencakup tanah seluas 2.420 hektare.
Himawan menegaskan menyimpulkan Reforma Agraria dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
"Dampak Reforma Agraria terhadap kesejahteraan masyarakat ialah melalui penataan aset, penataan penggunaan tanah, dan penataan akses yang diharapkan mampu menjadi pengungkit untuk peningkatan kesejahteraan subjek reforma agraria, khususnya yang berbasis penggunaan dan pemanfaatan tanah yang optimal," tegas Himawan
Selain itu, Himawan juga mengatakan One Spatial Planning Policy merupakan terobosan hukum yang diatur dalam UU Cipta Kerja.
One Spatial Planning Policy ini bertujuan mewujudkan pengintegrasian penataan ruang darat dan ruang laut, termasuk ruang dalam bumi dalam satu kesatuan produk rencana tata ruang, sesuai hirarki rencana tata ruang dan konteks pembangunan kewilayahan.
"Dengan adanya One Spatial Planning Policy maka pelaksanaan pemanfaatan ruang atau pengelolaan sumber daya ruang darat dan ruang laut yang diatur dengan UU tersendiri akan berjalan selaras, efektif, dan efisien," ungkap Sekretaris Jenderal.
Transformasi sedemikian dilakukan karena selama ini produk rencana tata ruang disusun hanya mengatur ruang darat saja, sementara pengelolaan sumber daya ruang laut dan ruang udara diatur dengan UU tersendiri.
"Namun, sesuai dengan amanat dalam UUCK, ke depannya rencana tata ruang akan menjadi single reference dalam perizinan, pelaksanaan pembangunan atau pemanfaatan ruang, sebagai produk rencana tata ruang yang sudah mengintegrasikan seluruh matra," tutup Himawan. (mcr18/jpnn)
Redaktur : Sutresno Wahyudi
Reporter : Tim Redaksi