jpnn.com, JAKARTA - Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran Prof. Dr. Tualar Simarmata menyoroti kelangkaan pupuk subsidi di pasaran.
Menurut Prof Tualar penyebabnya kemungkinan akibat alokasi anggaran dari pemerintah yang rendah.
BACA JUGA: Akmal PKS: Segera Berantas Sindikat Mafia Pupuk Bersubsidi
Dia mencontohkan di 2020, sekitar 13,9 juta petani mengusulkan 26,2 juta ton untuk kebutuhan pupuk dalam Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK).
Namun, alokasi anggaran yang ditetapkan pemerintah hanya mampu memenuhi kebutuhan sebesar 8,9 juta ton.
BACA JUGA: Bos Pupuk Desak Penegak Hukum Buru Para Mafia yang Bikin Petani Sengsara
"Problemnya sekarang di pemerintah bukan hanya soal tata kelola, tetapi juga soal kemampuan juga. Kebutuhan subsidi pupuk dari petani besar, tetapi kemampuan pemerintah untuk memenuhi kebutuhan tidak sampai setengahnya, hanya sekitar 35 persen," ujar Prof Tualar dalam keterangannya, Rabu (2/2).
Prof Tualar juga menyoroti dari segi anggaran, usulan pupuk subsidi dari petani mencapai Rp 69,2 triliun, sementara nominal yang disetujui pemerintah hanya Rp 29,7 triliun.
BACA JUGA: Jaksa Agung Keluarkan Instruksi soal Mafia Pupuk, Kejaksaan se-Indonesia Wajib Laksanakan
"Pertanyaannya, adalah kalau melakukan subsidi itu kan perlu dikaji apakah subsidi pupuknya yang disubsidi atau perlu mencari mekanisme lain, sehingga lebih meringankan," katanya.
Prof Tualar lebih lanjut menyebut penyebab pupuk langkah juga disebabkan maraknya mafia pupuk.
Mafia pupuk muncul karena besarnya perbedaan harga pupuk subsidi (HET: Harga Eceran Tertinggi) dibandingkan harga komersial.
Dia mencontohkan HET Urea sebesar Rp 2.250/kilogram, sementara harga domestik komersial saat ini Rp 9.300 sampai Rp 10.000/kilogram.
Belum lagi ketika dibandingkan dengan harga Urea internasional, berkisar Rp 14.300/kilogram.
"Perbedaan ini tentu mendorong oknum yang tidak bermoral untuk mencari peluang mengambil keuntungan lebih dari kantong petani kecil," katanya.
Prof Tualar mengusulkan dua langkah mengatasi maraknya mafia pupuk.
Pertama, penguatan peran tim pengawas (KP3) untuk minimalisir mafia dan penyimpangan distribusi dan pengunaan pupuk subsidi.
Kedua, mengubah mekanisme pemberian subsidi.
"Menurut saya solusinya diberi Bantuan Langsung Tunai Pupuk atau Bantuan Tunai Petani, nanti tinggal dibuat kartunya dan dirumuskan bagaimana kriterianya, atau mekanismenya. Uangnya dikasih saja seperti voucher yang bisa dibelanjakan di mana saja, dan langsung dipotong dari pembelian," katanya.
Prof Tualar menilai Bantuan Tunai Petani akan lebih efektif dan juga lebih hemat bagi pemerintah.
"Pemerintah, kepada petani jangan terlalu hemat. Indonesia ini akan makmur kalau petaninya makmur," kata Prof Tualar.(gir/jpnn)
Video Terpopuler Hari ini:
Redaktur & Reporter : Ken Girsang