Guru Honorer di Mimika, Gaji Rp 1 Juta per Bulan, Tidak Rutin Dibayar

Sabtu, 22 Juli 2017 – 12:09 WIB
Gerardus Tongopea. Foto: Selviani/Radar Timika

jpnn.com, MIMIKA - Sebuah foto yang menggambarkan seorang guru sedang menangis, sambil menutupi wajah dengan kedua tangannya, bikin heboh media sosial. Guru itu adalah Gerardus Tongopea, guru honorer yang sempat viral di media sosial.

Dalam foto itu, Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pendidikan Dasar dan Kebudayaan Mimika Dominggus Kapiyau duduk di hadapannya terlihat asyik dengan telepon seluler.

BACA JUGA: Ya Ampun, Gaji Guru Honorer Baru Dibayar Sekali

Gerardus Tongopea menangis di depan pejabat Dinas Pendidikan Dasar dan Kebudayaan. Foto: Facebook/Radar Timika

BACA JUGA: Kisah Guru Honorer, ke Sekolah Menerabas Ombak Lautan, Rp 250 Ribu per Bulan

Saat ditemui di Sentra Pendidikan di Timika kemarin (21/7), Gerardus tampil persis dengan yang ada di foto. Dia mengenakan kemeja batik merah serta sepatu kets putih yang lusuh, bahkan terlihat sudah rusak.

Hanya celananya yang berbeda. Jika dalam foto dia memakai celana cokelat, kemarin dia mengenakan celana hitam. Sebuah tas ransel yang mulai rusak pun melekat di punggungnya.

BACA JUGA: Tak Layak Ditiru, Guru Honorer Ini Malu-maluin Banget

Gerardus adalah guru honorer yang mengajar di SD YPPK Mioko. Gajinya hanya Rp 1 juta per bulan. Pembayarannya pun tidak rutin setiap bulan. Kadang Gerardus bersama guru honorer yang senasib dengan dirinya baru dibayar tiga bulan, bahkan bisa sampai enam bulan.

"Pengangkatan dilakukan kepala sekolah. Jadi, tidak ada gaji yayasan. Bergantung pada dana BOS. Kalau lambat, kami bisa digaji sampai enam bulan," jelasnya.

Seperti guru honor lain yang mengabdi di seantero pelosok Mimika, Gerardus yang diberi tanggung jawab sebagai wali kelas IV SD YPPK Mioko merasa senang dengan adanya kebijakan Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Mimika yang menyediakan anggaran untuk insentif guru. Gerardus mengaku mulai menerima insentif pada 2015.

Masalah insentif itulah yang membuat khalayak umum terenyuh. Tepatnya, ketika seorang pengguna media sosial menyebarkan fotonya yang sedang menangis. Pada keterangan foto tersebut disebutkan bahwa Gerardus menangis karena meminta insentif segera dibayarkan.

Dia tidak membantah kabar bahwa dirinya menitikkan air mata di hadapan Kabid Kebudayaan Dispendasbud Mimika itu. Namun, dia menyatakan, hal yang sebenarnya terjadi tidak seperti yang orang pikirkan.

Dalam pembicaraannya dengan Dominggus Kapiyau, memang ada bahasan masalah insentif. Tapi, yang membuatnya terharu, Dominggus yang juga pejabat asli suku Kamoro itu memberikan nasihat kepadanya agar tidak patah semangat dalam mendidik anak-anak generasi suku Kamoro. "Jadi, saya cucurkan air mata bukan karena masalah insentif," ungkapnya.

Dia mengakui, mendidik anak-anak Suku Kamoro memiliki tantangan yang cukup besar, salah satunya karena pengaruh budaya dan lingkungan, di mana anak-anak lebih sering ikut orang tuanya mencari ikan atau mencari sagu dibandingkan sekolah.

Namun kata dia, semangat sekitar 200 orang anak Kamoro di Kampung Mioko semakin meningkat untuk bersekolah. Dia hanya berharap bagaimana guru lainnya bisa lebih betah tinggal di tempat tugas, mendidik anak-anak agar memiliki pemikiran yang semakin terbuka. Salah satu keunggulannya, Gerardus yang seorang Suku Kamoro bisa melakukan pendekatan ke anak-anak menggunakan bahasa daerah. (selviani/Radar Timika)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kabar Baik untuk Guru Honorer SMA dan SMK


Redaktur & Reporter : Adek

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler