Guru Honorer Lulus Passing Grade PPPK Tulis Surat Terbuka untuk Mas Nadiem, Marah, Sedih, Tersakiti 

Kamis, 04 November 2021 – 10:51 WIB
Guru Honorer tulis surat terbuka. Ilustrasi by: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Para guru honorer di sekolah negeri yang lulus passing grade PPPK tahap I, tetapi tidak lolos formasi akibat statusnya bukan guru induk, merapatkan barisan.

"Kami yang lulus passing grade PPPK tahap I, tetapi tidak lulus formasi bersepakat bersatu untuk meminta agar ada formasi lagi," kata perwakilan Forum Guru Honorer Negeri Lulus Passing Grade Seluruh Indonesia (FGHNLPSI) Hesti Kustrianingsih kepada JPNN.com, Kamis (4/11).

BACA JUGA: BKN Sebut 9 Ribu Lebih Guru Honorer K2 Tidak Mendapatkan Afirmasi Sebelum Masa Sanggah

Permintaan tersebut mereka tuangkan dalam surat terbuka untuk Mendikbudristek Nadiem Makarim. (esy/jpnn)

Berikut isi surat terbuka mereka:

BACA JUGA: Kapolres Coret Foto Bripka Djogol di Depan Anak Buahnya, Suasana Sontak Hening

Kepada Yth. 

Bapak Nadiem Makarim, 

BACA JUGA: 7 Fakta Kasus Ibu Muda Bernama Inka Sasmita, Nomor 6 Bikin Bergeleng

Ibu Nunuk Suryani

Bapak Syaiful Huda, 

Bapak Dede Yusuf,

Bapak Muhammad Khadafi, 

dan Ibu Ratih Megasari.

Proklamasi yang menyatakan kemerdekaan bagi rakyat Indonesia pada 1945 nyatanya belum memerdekakan seluruh rakyatnya.

Kami, si pelita dalam gelap. Kami, si pahlawan tanpa tanda jasa, garda terdepan pendidikan di Indonesia nyatanya belum benar-benar merdeka.

Guru honorer, itulah sebutan bagi kami, guru-guru  yang belum merdeka dari ketidaksejahteraan. Guru yang gajinya di bawah UMR. Guru yang gajinya sering terlambat.

Guru yang harus mencari pekerjaan sampingan demi bisa menyambung hidup. Itulah gambaran kehidupan pahlawan tanpa tanda jasa di negeri ini.

Seleksi pegawai PPPK jabatan fungsional guru adalah harapan kami agar kesejahteraan kami bisa diperhatikan republik ini.

Program seleksi yang digadang-gadang akan menjaring guru-guru kompeten dan profesional nyatanya tidak menyentuh semua honorer di sekolah negeri.

Wacana merekrut satu juta guru masih jauh di awang-awang padahal harapan bisa menjadi PPPK bak oase di tengah keringnya padang pasir honorer dalam mengais rejeki.

Belasan bahkan puluhan tahun kami bertahan atas nama pengabdian. 

Aturan yang memprioritaskan guru sekolah induk yang diatur PermenPAN-RB Nomor 28 Fahun 2021 dalam seleksi PPPK 2021 menyakiti banyak hati honorer di negeri ini.

Pembukaan formasi yang tidak merata di setiap sekolah dan mata pelajaran membuat keadilan terasa ambyar.

Kenapa harus dibedakan hak guru sekolah induk dan non-induk padahal kami sama-sama mengabdi di negeri ini. 

Kenapa kami tidak dibiarkan bersaing secara fair padahal sudah ada ketentuan ambang batas nilai. 

Kenapa pembukaan formasi tidak didasarkan pada jumlah guru honorer di sekolah.

Jika belasan, bahkan puluhan tahun kami mengajar di sebuah sekolah berarti kami dibutuhkan di sekolah tersebut. 

Kenapa saat kami melamar formasi ke sekolah lain disalahkan? Padahal tidak adanya formasi di sekolah kami bukan kesalahan kami. 

Kami tidak pernah diajak diskusi tentang pengajuan formasi ke instansi daerah.

Kami seperti anak ayam kehilangan induk, tidak tahu harus melamar ke mana ketika di sekolah kami tidak ada formasi. Sistemlah yang mengarahkan kami.

Sistem yang akhirnya memberikan akses untuk kami mengikuti ujian dengan drama reset me-reset ternyata adalah sistem yang belum sempurna.

Guru dari sekolah non-induk seperti masuk dalam jebakan batman. Setelah nilai keluar didapatlah peserta  dengan nilai lulus ambang batas dan peserta yang tidak lulus ambang batas. 

Lucunya negeri ini, ketika pengumuman keluar yang terjadi adalah peserta seleksi yang jelas-jelas tidak lulus ambang batas diberikan afirmasi 10 persen agar lulus 

Sementara peserta yang murni sudah lulus ambang batas dinyatakan tidak lulus dan disuruh seleksi lagi tahap kedua. Dengan dalih memprioritaskan guru sekolah induk. Sekali lagi hak kami dijajah.

Kami yang layak diangkat karena telah lulus passing grade harus menangis getir ketika membaca hasil pengumuman “maaf Anda tidak lolos”. 

Seleksi ini sungguh ajaib menjadi satu-satunya seleksi yang meloloskan peserta tidak lulus ambang batas. Sejarah akan mencatat keajaiban dunia akan bertambah disumbang oleh negeri ini.

Penjajahan era milenial, berlindung di balik Permen yang jelas-jelas telah dilanggar oleh pemerintah. Peserta seleksi yg lulus passing grade dinyatakan tidak lolos padahal dari 900 ribu peserta hanya 10,1 persen yang dinyatakan lulus passing grade. 

Susah payah meraih passing grade, tetapi diabaikan. Dirampas haknya. Empat pilar kebangsaan negeri ini runtuh seketika. Sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia nyatanya hanya kalimat belaka. 

Wahai pemerintah..tidaklah sulit mengangkat kami yang berjumlah 10,1 persen untuk menjadi PPPK sebagai apresiasi kepada guru yang jelas-jelas kompeten.

Soal-soal yang dikeluhkan terlalu sulit oleh mayoritas peserta bisa kami taklukkan. 

Passing grade yang dianggap setinggi langit bisa kami capai. Pengabdian pada negeri ini sudah belasan bahkan puluhan tahun, lalu apa lagi? Kenapa harus sesakit ini balasan pengabdian kami? 

Jika menempatkan kami di sekolah induk harus membuka formasi baru atau sulit karena tidak ada anggaran, tempatkanlah kami di sisa formasi yang masih ada. Kami bersedia ditempatkan di mana saja sebagai tanda bakti kami pada ibu pertiwi.

Janganlah kami sudah lulus passing grade harus ujian lagi di tahap 2 sementara yang tidak lulus disuruh pemberkasan? Renungkanlah wahai Bapak/Ibu pemangku jabatan di atas sana. Bahwa di bawah sini kami menjerit. 

UUD 1945 mengamanatkan bahwa dana belanja negara di APBN 20 persen adalah hak pendidikan, tetapi kenapa kami harus digaji empat bulan sekali  Pak?

Di mana makna jargon guru merdeka, merdeka mengajar jika kami masih dijajah oleh kemiskinan? Negara ini berutang kepada honorer. Kami bertahun-tahun bertahan dengan gaji di bawah UMR membangun pendidikan indonesia. Butuh hati selevel malaikat Pak untuk bisa bertahan di zaman matrealistis seperti saat ini. 

Kami sudah ikut ujian dan lulus passing grade, demi kesejahteraan kami sedikit dilirik oleh para penguasa negeri ini. Pembangunan infrastruktur, pengadaan kereta api cepat dengan alokasi dana puluhan triliun rupiah disanggupi oleh pemerintah. Lalu kenapa untuk membayar pengabdian rakyat jelata macam kami guru honorer terasa sulit Pak? 

Coba Bapak/Ibu tengok ke dalam hati nurani dalam-dalam, apa salah kami? Kenapa hak kami untuk diangkat PPPK dipersulit ? Adakah Bapak/Ibu diajarkan di sekolah untuk merampas hak orang lain? Adakah Bapak/Ibu pernah diajarkan di sekolah untuk mempersulit urusan orang lain? 

Kami rasa tidak ada satu pun guru di sekolah yang mengajarkan keburukan. Semoga Allah senantiasa memberikan kesehatan dan kebahagiaan untuk Bapak/Ibu semua dalam mengemban amanah UUD 1945. 

Salam hormat dari kami Peserta Seleksi PPPK Kategori X P1 dan Y P1 

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Surat Terbuka Guru Honorer Non-K2 untuk Jokowi & Nadiem Makarim, Soal Afirmasi


Redaktur : Rasyid Ridha
Reporter : Mesya Mohamad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler