jpnn.com - Alus Musyhar Laily, guru honorer nonkategori asal Seberida, Kabupaten Indragiri Hulu, Riau, itu tampak bersemangat saat mendapat giliran berbicara di depan para wakil rakyat di DPR, Senayan, Kamis (20/2).
Fathra Nazrul Islam - Jakarta
BACA JUGA: Bu Ledia Mengingatkan Guru Honorer Jangan Langsung Senang
Alus datang bersama rombongan berjumlah 47 orang yang menamakan diri Guru dan Tenaga Kependidikan Honorer Non-Kategori 35 Tahun ke Atas (GTKHNK 35+).
Ketuanya Eko Wibowo. Mereka datang ke gedung Parlemen di Senayan, untuk berjuang agar bisa diangkat jadi PNS.
Kemarin, rombongan ini diterima oleh perwakilan Anggota DPR Dapil Riau, yakni Achmad, Syamsurizal, dan seorang Anggota DPD RI Edwin Pratama Putra. Pertemuan berlangsung di ruang sidang Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD), sekitar satu jam sebelum magrib.
BACA JUGA: 5 Berita Terpopuler: Ahok di 2024, Banjir Lagi, Jokowi Diminta Mencontoh SBY soal Honorer
Alus pun menceritakan bahwa dirinya bersama sekitar 45 orang honorer nonkategori di Bumi Lancang Kuning, memulai perjuangan dari bawah. Mulai kecamatan, kabupaten, dan provinsi.
Di tingkat kabupaten, langkah mereka direstui oleh PGRI, Dinas Pendidikan, Sekretaris Daerah, DPRD dan Bupati/Wali Kota.
BACA JUGA: Jangan Ragukan PD, Pak SBY Sudah Angkat 1 Juta Honorer jadi PNS
Anggota DPR Achmad, Syamsurizal, dan Anggota DPD RI asal Riau Edwin Pratama Putra saat menerima hononer nonkategori asal Riau, Kamis (20/2). Foto: M Fathra Nazrul Islam/JPNN.com
"Lalu di ujung bertemu dengan DPRD Provinsi. Alhamdulillah respons beliau-beliau sangat indah, dan saya yakin bapak-bapak (DPR RI) juga akan merespons dengan indah catatan kami," ucap Alus.
Alus lantas menjelaskan posisi para guru honorer nonkategori di Riau terdiri dari tiga kelompok; guru komite murni yang diangkat sesuai SK kepala sekolah, guru bantu daerah tingkat II dengan SK bupati/wali kota dan terakhir guru bantu tingkat I yang mengantongi SK Gubernur.
"Kami ketiga-tiganya ini sudah tidak ada harapan lagi untuk mengikuti CPNS melalui jalur umum, Pak. Dikarenakan kami terbentur usia. Padahal bapak, kalau saya cerita sedih, saya rasa semuanya akan bersedih," tutur Guru di SMPN 1 Seberida ini.
Perempuan yang telah 13 tahun menjadi Cik Gu -sebutan guru di Riau, menjelaskan bahwa para guru komite di daerahnya rata-rata mendapat upah tidak lebih dari Rp700 ribu yang diterima rata-rata 3 bulan sekali karena uangnya dari dana BOS.
Begitu juga dengan guru bantu daerah dan guru bantu provinsi, gajinya tidak lebih dari Rp2,5 juta.
"Itu pun dibayar terkadang ada yang tiga bulan sekali, dua bulan sekali, bahkan pernah dibayar 5 bulan sekali. Itu sangat miris sekali," ungkapnya.
Alus merasa bahwa mereka layak dihargai pemerintah dengan diangkat menjadi PNS. Tanpa tes. Sebab, bicara kuantitas maupun kualitas, mereka tidak kalah dengan para abdi negara yang berstatus PNS.
Secara kuantitas, jumlah mereka banyak dan rata-rata telah mengabdi di atas 10 tahun, bahkan ada yang 20 tahun. Sehingga kalau ditanya pengalaman, tidak usah diragukan lagi.
"Secara kualitas, kami guru-guru honorer insyallah, apabila bersaing, ini maaf Bapak, bahasanya mungkin kasar, apabila bersaing, diuji secara intelektual, secara kompetensi, pengetahuan, IT, keterampilan, pun kesetiaan kepada sekolah dalam rangka mendidik anak bangsa, kami tidak kalah, Bapak," ucap Alus.
Hal itu menurutnya dibuktikan dengan berbagai prestasi yang telah mereka ukir di sekolah. Contohnya dalam mengikuti berbagai perlombaan baik tingkat kabupaten, provinsi maupun nasional, sering mereka berhasil menjadi juara meskipun bersaing dengan guru pembimbing lain berstatus PNS.
"Dalam (lomba) itu yang bersaing guru-guru pegawai negeri, tetapi di antara kami ada yang mampu meraih juara, mengalahkan para guru pegawai negeri, dan berkesempatan belajar ke luar negeri," kata perempuan berhijab ini.
Alus berharap berbagai catatan itu bisa menjadi pertimbangan bagi DPR untuk mendorong pemerintah mengangkat mereka jadi PNS. Dia dan rekannya sesama honorer nonkategori sangat berharap ada perhatian dari para petinggi di Jakarta, supaya status mereka sebagai honorer bisa berubah menjadi PNS.
"Harapan ini kami labuhkan kepada Bapak-bapak untuk menyampaikan aspiras kami. Kalau menuntut presiden kami tidak, siapa kami. Tetapi kami mohon dengan kerendahan hati paling dalam, semoga melalui audiensi, melalui Bapak-bapak bisa melembutkan hati Bapak Presiden bahwa kami ada, turut mencerdaskan anak bangsa," tandasnya.
Ketua GTKHNK) 35+ Provinsi Riau Eko Wibowo, menyampaikan nasib guru dan tenaga kependidikan nonkategori di Riau sampai sekarang tidak jelas statusnya dalam sistem kepegawaian.
"Niat kami tidak lain adalah memohon, mungkin melalui lembaga yang terhormat ini untuk menyampaikan kepada Bapak Presiden Joko Widodo, agar mengeluarkan Keppres terkait penyelesaian masalah guru dan tenaga kependidikan honorer yang usianya 35 tahun ke atas, Pak. Diangkat menjadi PNS tanpa tes," ucap Eko.
Pria yang juga guru di SMKN 2 Pekanbaru ini bahkan berharap Presiden Jokowi bisa mencontoh kebijakan presiden terdahulu, yakni Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang masa kepemimpinannya membuat kebijakan yang memihak para honorer.
"Kami berpikir, dahulu di zaman Presidennya Bapak SBY, bisa mengeluarkan Keppres untuk menyelesaikan masalah honorer. Alhamdulillah waktu itu namanya K1. Akhirnya diangkat tanpa tes," ucap Eko.
Anggota DPR Dapil Riau, Drs Acmad mengatakan aspirasi tersebut akan mereka teruskan kepada pemerintah.
Namun mantan Bupati Rokan Hulu itu mengingatkan yang namanya perjuangan tentu ada yang berhasil dan ada yang tidak. Apalagi persoalan honorer menjadi masalah nasional.
"Kami nanti ikut mendorong, merekomendasikan supaya nasib guru yang sekian ratus ribu, karena ini menyangkut hajat hidup Bapak Ibu yang sudah berkeluarga. Ini menjadi PR kami berjuang bersama-sama," kata Achmad. (fat/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam