Guru Terlalu Kaku saat Mengajar Hambatan Penerapan K13

Jumat, 10 Oktober 2014 – 08:21 WIB

jpnn.com - JAKARTA - Keluhan sebagian guru kesulitan menjalankan pembelajaran sesuai dengan pedoman Kurikulum 2013 (K13) masih santer. Kemendikbud akhirnya menemukan penyebabnya. Di antaranya adalah guru terlalu leterlek atau kaku mengimplementasikan pembelajaran berdasarkan kurikulum anyar itu.

Dirjen Pendidikan Menengah Kemendikbud Hamid Mohammad mengatakan, materi pembelajaran dalam buku K13 sejatinya bisa diloncat-loncat.

BACA JUGA: Paten Penelitian Siswa SMP Gratis

"Asalkan benar-benar didasarkan pada kebutuhan siswa," katanya usai membuka Lomba Penelitian Ilmiah Remaja (LPIR) SMP tingkat Nasional di Serpong Kemarin.

Hamid mengatakan materi pembelajaran dalam buku panduan K13 tidak bisa diajarkan secara leterlek.

BACA JUGA: Pengadaan Buku K-13 Disiapkan Rp 5 Miliar

"Kalau guru mengajarnya leterlek, ya itu tadi akan muncul hambatan-hambatan," kata dia.

Menurutnya dalam semangat implementasi K13 guru diposisikan sebagai pihak yang memunculkan atau mendorong motivasi siswa untuk belajar. Kegiatan belajar para siswa itu mencakup bertanya, observasi, dan melakuan penelitian.

BACA JUGA: Ombudsman Minta Mendikbud dan Kada Aktif Berantas Pungli PPDB

"Supaya bisa menjalankan pembelajaran K13 dengan baik, guru harus mengubah kencederungan mengajarnya dari leterlek ke kontekstual," jelas Hamid.

Hamid juga menceritakan, kendala pembelajaran yang dialami guru tidak hanya urusan terlalu leterlek atau tekstual. Tetapi ada guru yang terlalu melepas siswa dalam kegiatan belajar-mengajar. Sehingga peran guru sebagai penggerak semangat atau motivasi siswa menjadi pudar.

"Tidak benar juga ada guru yang merasa tidak perlu mengajar lagi," katanya.

Sehingga dia melepas begitu saja para siswa untuk mengobservasi atau melakukan penelitian. Guru yang mengajar dengan tipe ini, biasanya merasa bahwa siswanya sudah sangat aktif sehingga tidak perlu dibimbing lagi.

Hamid mengatakan, idealnya pembelajaran K13 mampu membuat siswa menciptakan alternatif-alternatif jawaban sebuah persoalan yang ada di buku panduan.

"Dengan cara ini siswa lebih terlatih untuk berpikir kreatif," katanya.

Sistem ini sangat berbeda dengan pembelajaran kurikulum selama ini. Di mana siswa dihadapkan dengan satu persoalan, kemudian harus mencari satu-satunya jawaban yang dianggap benar.(wan)

 

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Potensi Pungli dalam Penerimaan Siswa Baru Capai 28 Miliar


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler