jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua MPR Jazilul Fawaid mengatakan toleransi adalah prasyarat utama berlangsungnya sebuah negara atau masyarakat yang majemuk seperti Indonesia.
Menurutnya, perlu suatu pengikat untuk Indonesia yang terdiri dari banyak agama, suku, adat istiadat yang berbeda-beda, bahasa, dan asal-usul.
BACA JUGA: Covid-19 Indonesia Tembus Juta, Begini Reaksi Gus Jazil
"Semua itu dibangun prinsip atau prasyarat untuk menguatkan itu semua yakni toleransi," katanya di Jakarta, Rabu (27/1).
Seperti diketahui, isu intoleransi belakangan menguat seiring makin masifnya penggunaan media sosial (medsos).
BACA JUGA: Gus Yaqut Pengin Kemenag Mencontohkan Toleransi Tingkat Tinggi
Kasus bullying, pemaksaan pendapat, dan lainnya menjadi isu sehari-hari yang terjadi belakangan ini.
Padahal, berdirinya bangsa ini adalah hasil dari sebuah kesepakatan yang dasar utamanya adalah toleransi.
BACA JUGA: Bang Edi Puji Ketegasan Polri Tindak Ambroncius Nababan Pelaku Rasialis terhadap Pigai
Jazilul mengatakan bangsa ini sudah bersepakat untuk menjadikan satu semboyan nasional toleransi yang disebut dengan Bineka Tunggal Ika.
"Kita (bangsa Indonesia) memaklumatkan, mengumumkan bahwa kita ini masyarakat yang beragam. Meskipun beragam, kita satu kesatuan. Ini pondasinya," kata sosok yang karib disapa Gus Jazil itu.
Menurut Gus Jazil, sejak Indonesia lahir sampai sekarang dan karena negeri ini dibangun di atas pondasi toleransi, semestinya tidak muncul kasus-kasus yang sifatnya rasialis, penistaan agama, bullying, penghinaan asal-usul orang atau lain-lain di atas negara yang toleran ini.
"Indonesia yang dibangun berdasarkan hukum, semua masyarakat harus tunduk kepada hukum. Inilah yang mengatur toleransi," ungkapnya.
Menurut Gus Jazil, toleransi mengandung dua dimensi.
Pertama, dimensi ketidaksetujuan dengan pendapat atau pikiran orang lain.
"Kalau setuju, nggak usah ada toleransi. Justru karena berbeda-beda pandangan, konsep, pikiran, karena ada dimensi ketidaksetujuan satu dengan yang lainnya maka diperlukan toleransi," katanya.
Dia menambahkan dimensi kedua, kalau ada perbedaan pendapat, tidak boleh memaksakan pilihan dan pikiran kepada orang lain.
"Dalam semua agama ataupun negara, itu selalu ada yang disebut bibit perbedaan bahkan cara pandang yang berbeda-beda dalam satu tempat," jelasnya.
Namun, ia menambahkan muncul juga pikiran yang menyalahkan yang lainnya, maupu memaksakan pikirannya sendiri.
Menurutnya, hal inilah yang akan berdampak menjadi intoleran, perbuatan yang ekstrem, radikal, dan terorisme.
"Kalau itu sudah aksi. Awalnya tidak setuju, kemudian di situ tidak ada toleransi, dimensi kesepahaman tidak ada, akan muncul dimensi kedua pemaksaan pendapat," katanya.
Menurut Gus Jazil, sering kali apa yang disebut dengan pikiran ekstrem dan radikal dengan membenarkan pikirannya sendiri.
"Dia tidak mau tahu dengan pikiran yang lain," tegasnya.
Bahkan, lanjut Gus Jazil, kelompok yang mengkafirkan sehingga boleh melukai orang lain.
Bahkan, kata dia, boleh membunuh di luar kelompoknya. Sebab, semua yang di luar kelompoknya dianggap sesat.
"Ini berbahaya bagi kelangsungan sebuah negara," katanya.
Karena itu, Gus Jazil mengatakan, toleransi menjadi kebutuhan mutlak dan prasyarat berdirinya sebuah negara yang majemuk.
"Tanpa toleransi tidak mungkin ada kesepakatan, dan kesepakatan itu membutuhkan toleransi," pungkas wakil ketua umum DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu. (*/jpnn)
Video Terpopuler Hari ini:
Redaktur & Reporter : Boy