Gus Menteri Beber Manfaat dan Tujuan Program SDGs Desa

Rabu, 11 November 2020 – 19:12 WIB
Mendes PDTT Abdul Halim Iskandar. Foto: Ricardo/JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) telah menjalanlan program SDGs Desa atau bisa disebut juga arah pembangunan desa hingga tahun 2030 mendatang.

Mendes PDTT Abdul Halim Iskandar menyebutkan bahwa program ini merujuk pada Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.

BACA JUGA: Hingga 10 November, Dana Desa Terpakai Capai Rp 37,5 Triliun

Abdul Halim Iskandar menuturkan, SDGs Desa adalah pembangunan total atas desa.

Nantinya, segala aspek pembangunan harus dirasakan manfaatnya oleh warga desa tanpa ada yang terlewat yang mengarah pada 18 tujuan pembangunan berkelanjutan.

BACA JUGA: Kemendes dan KemenPPPA Berkomitmen Wujudkan Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak

“Dengan SDGs Desa ini diharapkan bisa terwujud Desa Ramah Perempuan. Ini tentu menjadi perhatian karena perempuan termasuk menentukan arah pembangunan bangsa,” ujar pria yang karib disapa Gus Menteri ini kepada wartawan di Jakarta, Rabu (11/11).

Dalam konferensi pers secara virtual itu, Gus Menteri mengeluarkan sejumlah data dan fakta seperti proporsi perempuan yang biasa menggunakan telepon genggam cenderung lebih rendah daripada laki-laki.

BACA JUGA: Kemendes Susun Indikator Desa Ramah Perempuan

"Artinya, jaringan komunikasi dan peluang memperoleh pengetahuan secara mandiri bagi perempuan lebih rendah ketimbang laki-laki,” kata Gus Menteri.

Kemudian, proporsi jabatan manajer untuk perempuan cenderung jauh lebih rendah daripada laki-laki.

"Artinya, ada peningkatan posisi pekerjaan kelas menengah bagi perempuan, tetapi proporsinya masih jauh lebih rendah daripada laki-laki. Ini menandakan belum terwujud kesetaraan gender untuk mendapatkan pekerjaan yang layak,” imbuh Gus Menteri.

Mantan Ketua DPRD Provinsi Jawa Timur ini menambahkan, belum adanya kesetaraan di ruang publik ini bisa dilihat kursi parlemen yang diduduki perempuan cenderung jauh lebih rendah daripada laki-laki.

"Perempuan yang duduki kursi parlemen di daerah lebih tinggi dibanding di pusat. Ini artinya posisi perempuan dalam ruang publik dan penentuan arah pembangunan masyarakat masih rendah,” ucap Gus Menteri.

Doktor Honoris Causa dari UNY ini membeberkan, kekerasan seksual yang dialami perempuan di kota lebih tinggi daripada di desa.

Namun, kekerasan di desa cenderung pada pemerkosaan (seksual kontak) sementara di kota cenderung pada pelecehan (tanpa kontak seksual).

Karena itu, menurut Gus Menteri, dibutuhkan kebijakan represif bagi pelaku dan kebijakan rehabilitatif bagi korban (perempuan muda).

Gus Menteri mengatakan, masih terjadi ketidaksetaraan gender yang masih terjadi lebih bersifat struktural, sehingga membutuhkan kebijakan yang memihak perempuan.

Perlunya arah kebijakan untuk meningkatkan partisipasi perempuan, melindungi perempuan dan meningkatkan akses dalam ranah publik.

"Oleh karena itu, Desa Ramah Perempuan dalam SDGs Desa harus diwujudkan. Untuk bisa mengukur, kami pun menyusun sejumlah indikator-indikator untuk menilai Desa Ramah Perempuan,” tandas Gus Menteri. (cuy/jpnn)

 

Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:

BACA ARTIKEL LAINNYA... SDGs Desa Solusi Penyelesaian Persoalan Perempuan di Pedesaan


Redaktur & Reporter : Elfany Kurniawan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler