SDGs Desa Solusi Penyelesaian Persoalan Perempuan di Pedesaan

Rabu, 11 November 2020 – 17:23 WIB
Mendes PDTT Abdul Halim Iskandar (Gus Menteri). Foto: Humas Kemendes PDTT.

jpnn.com, JAKARTA - Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) telah menetapkan arah pembangunan desa hingga tahun 2030.

Program ini disebut dengan Sustainable Development Goals (SDGs) Desa.

BACA JUGA: Mendes Halim Meminta Harga Tol Laut Dievaluasi Agar Lebih Murah

SDGs Desa dengan merujuk pada Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.

Konsep SDGs Desa bertujuan untuk mewujudkan pembangunan secara total atas desa.

BACA JUGA: Gus Menteri Lagi Menyiapkan Website Khusus untuk Promosi Desa Wisata

Seluruh aspek pembangunan harus dirasakan manfaatnya oleh warga desa tanpa ada yang terlewat (no one left behind) yang mengarah pada 18 tujuan pembangunan berkelanjutan.

Salah satu segmen dari SDGs Desa ini adalah Desa Ramah Perempuan.

BACA JUGA: Prajurit TNI Teriak Kami Bersamamu Imam Besar Habib Rizieq, Begini Respons Kolonel Refki

"Ini jadi perhatian karena perempuan termasuk menentukan arah pembangunan bangsa," kata Mendes PDTT Abdul Halim Iskandar dalam pernyataan pers virtual, Rabu (11/11).

Gus Menteri -panggilan Mendes Halim memaparkan sejumlah data dan fakta mengenai hal itu.

Menurut Gus Menteri, proporsi perempuan yang biasa menggunakan telepon genggam cenderung lebih rendah daripada laki-laki.

Hal itu menunjukkan jaringan komunikasi dan peluang memperoleh pengetahuan secara mandiri bagi perempuan lebih rendah daripada laki-laki.

Di sisi lain, meskipun cenderung meningkat, namun proporsi jabatan manajer untuk perempuan jauh lebih rendah daripada laki-laki.

Artinya, kata Gus Menteri Halim, memang ada peningkatan posisi pekerjaan kelas menengah bagi perempuan, namun proporsinya masih jauh lebih rendah daripada laki-laki.

Kondisi ini sekaligus menandakan belum terwujudnya kesetaraan gender untuk mendapatkan pekerjaan yang layak.

"Belum ada kesetaraan di ruang publik ini bisa dilihat kursi parlemen yang diduduki perempuan cenderung jauh lebih rendah daripada laki-laki," katanya memberikan contoh.

Dijelaskan mantan ketua DPRD Provinsi Jatim ini, perempuan yang duduk di parlemen di daerah lebih tinggi dibanding di pusat.

"Ini artinya posisi perempuan dalam ruang publik dan penentuan arah pembangunan masyarakat masih rendah," kata Doktor Honoris Causa dari UNY ini.

Persoalan lainnya adalah kekerasan seksual yang dialami perempuan di kota lebih tinggi daripada di desa.

Namun, kekerasan di desa cenderung pada pemerkosaan (seksual kontak) sementara di kota cenderung pada pelecehan (tanpa kontak seksual).

Untuk itu dibutuhkan kebijakan represif bagi pelaku dan kebijakan rehabilitatif bagi korban (perempuan muda).

Gus Menteri mengatakan, masih terjadi ketidaksetaraan gender lebih bersifat struktural, sehingga membutuhkan kebijakan yang memihak perempuan.

Diperlukan arah kebijakan untuk meningkatkan partisipasi perempuan, melindungi perempuan dan meningkatkan akses dalam ranah publik.

"Oleh karena itu, Desa Ramah Perempuan dalam SDGs Desa harus diwujudkan.," ucap Gus Menteri.(*/jpnn)

Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?


Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler