Gusmalini, Penemu Mi Labu Kuning, Khasiatnya? Wow

Selasa, 18 Oktober 2016 – 00:44 WIB
Gusmalini, satu-satunya wanita yang memimpin perguruan tinggi negeri di Sumbar. Foto: FAJAR/PADEK/JPNN.com

jpnn.com - GUSMALINI telah menemukan mi labu kuning yang mengandung antioksidan untuk melawan bahaya radikal bebas pemicu kanker, jantung koroner, dan penyakit degeneratif lain. 

---
Berjalan kaki di gedung Direktorat Politeknik Pertanian Negeri (Politani) Payakumbuh, kawasan Tanjungpati, Harau, Limapuluh Kota, Sumbar, Gusmalini tidak henti melempar senyum kepada dosen, mahasiswa, dan pegawai yang berpapasan jalan dengannya. 

BACA JUGA: Sepenggal Kisah Perempuan Muda di Kampung Janda

Perempuan 59 tahun asal Limokaum, Batusangkar, Tanahdatar, ini memang dikenal ramah.

"Sudah lama menunggu ya," ujar Gusmalini kepada Padang Ekspres (Jawa Pos Group) yang menyambangi ruang kerjanya, beberapa waktu lalu.

BACA JUGA: Terungkap, Misteri Tengkorak di Gua Tatombatu

Gusmalini merupakan satu-satunya perempuan yang dipercaya Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi, memimpin perguruan tinggi negeri di Sumatera Barat.

Di Indonesia, perempuan memimpin perguruan tinggi negeri bukan barang baru. Tapi di Sumatera Barat, amanah ini adalah sesuatu yang langka.  

BACA JUGA: Guru Nyambi Pemandu Wisata, Hasilnya...Wow!

Meski sejarah mencatat, Sumbar telah mencetak banyak perempuan hebat. Tapi faktanya, dalam beberapa dekade terakhir, nyaris tidak ada perempuan yang memimpin kampus negeri di provinsi asal Bundo Kanduang ini.

Gusmalini barangkali akademisi pertama yang mendobrak kebuntuan pemimpin perempuan di perguruan tinggi negeri di Sumbar, dalam satu dekade terakhir. 

Karena itu, sosok yang berulang tahun setiap Hari Pahlawan, 10 November ini, menarik perhatian Padang Ekspres. Meski, Gusmalini sendiri tidak ingin sepak-terjangnya terlalu dipublikasikan.

"Saya belum apa-apa. Masih banyak akademisi wanita yang lebih insipratif ketimbang saya," ujar Gusmalini, merendah. 

Dua stafnya yang ikut dalam obrolan kami, Khazanatul Israr dan Irmanda, hanya tersenyum. "Ibu Gusmalini, memang low profile. Padahal, kita tahu, beliau punya jaringan luas," bisik Israr.

Selain punya networking, Gusmalini menurut mantan Direktur Politani Payakumbuh Deni Sorel, merupakan ahli food processing (pengolahan pangan) di Sumbar. 

"Beliau menguasai seluk-beluk pangan. Mulai dari perlakuan pasca-panen, penyimpanan, pengolahan, pengendalian mutu, pengemasan, hingga siap untuk dikonsumsi masyarakat," kata Deni.

"Ini barangkali menarik digali lebih dalam. Apalagi 16 Oktober, merupakan Hari Pangan Dunia. Kita dihadapkan pada berbagai persoalan pangan, termasuk pengolahanya," tukuk Silvia Sukri, mantan wartawati Padang Ekspres yang kini menjadi dosen di Politani Payakumbuh, saat dihubungi secara terpisah secara terpisah.

Penasaran dengan cerita Deni Sorel dan Silvia, Padang Ekspres mencoba menggali lebih jauh, track-record Gusmalini di bidang food processing. 

Menurut Khazanatul Israr yang merupakan Kabag Akademik dan Kemahasiswaan di Politani Payakumbuh, Gusmalini sejak bertahun lalu, pernah meneliti dan membuat mi instan yang memiliki kandungan antioksidan. 

Kandungan ini dibutuhkan untuk melawan radikal bebas yang berlebihan di dalam tubuh manusia.

"Kalau dibiarkan terlalu lama, radikal bebas di tubuh manusia yang bisa terjadi akibat keseringan makan mi instan, bisa menyebabkan inflamasi yang memicu kanker, jantung korener, dan penyakit generatif. Karenanya, ibu Gusmalini mengolah labu kuning itu menjadi mie yang mengandung antioksidan tinggi," kata Israr.

Menurut Gusmalini, mi instan yang ia buat berbahan baku labu kuning atau waluh dalam bahasa Jawa.

"Labu kuning ini tidak hanya memiliki kandungan karbohidrat. Tapi juga mengandung senyawa kimia seperti Beta Karoten, vitamin A, vitamin C, dan zinc. Labu kuning punya antioksidan yang baik," kata Gusmalini yang merupakan alumnus Program Pascasarjana Ilmu Pangan IPB.

Melihat khasiat labu kuning yang baik untuk kesehatan, Gusmalini lewat serangkaian penelitian, mengolah labu yang ditanam mahasiswa. 

Pengolahannya, tidak jauh berbeda dengan pembuatan mie kebanyakan. Labu yang sudah dikukus, dibuat adunan tipis, digulung, dan dikeringkan. Untuk kemudian dimasak dengan air mendidih.

Adapun bumbu untuk melahap mie labu buatan Gusmalini, diciptakan dari bumbu tradisional yang disesuaikan dengan selera para penikmatnya. 

"Mie labu  kuning yang mengandung antioksidan untuk melawan bahaya radikal bebas  itu, sudah lama sekali kami teliti. Waktu Politani Payakumbuh masih di bawah Unand," kata Gusmalini.

Kini, alumni SD 02 dan SMPN 1 Batusangkar, serta SMAN 2 Padang dan Fakultas Pertanian Unand itu mengakui, agak jarang melakukan penelitian yang berhubungan dengan food processing. 

"Tapi, kawan-kawan dosen dan mahasiswa kami, setiap tahun selalu penelitian. Tidak hanya terkait food processing, tapi juga semua disiplin ilmu yang ada di Politani," kata Gusmalini.

Istri Syamsir Alam (pensiunan pegawai BRI) itu menyebut, aktivitas sebagai Direktur Politani Payakumbuh, membuatnya harus mengorbankan kegiatan penelitian food processing. 

Namun Gusmalini tidak berkecil hati. Karena hikmahnya, sejak dua tahun berpisah dengan Unand, Politani Payakumbuh yang ia pimpin semakin menunjukkan kemandirian.

Perguruan tinggi vokasi yang memiliki kampus induk di Tanjungpati dan areal praktek di Lareh Sago Halaban, Limapuluh Kota itu, semakin menggeliat. 

Saat ini, mahasiswanya tercatat hampir 1.500 orang. Mereka tidak hanya mendapat kesempatan belajar dengan 157 dosen, tapi juga bisa praktek dan magang pada 24 perusahaan besar di dalam dan luar negeri, termasuk perusahaan Jepang.

"Dibanding tahun 2007, kondisi Politani saat ini, Alhamdulillah lebih baik. Sembilan tahun lalu, kita sempat mengalamai stagnasi, dengan jumlah mahasiswa tidak sampai 70 orang. Tapi berkat kebersamaan dosen, mahasiswa, alumni, mantan-mantan direktur dan masyarakat, kita bisa melewati badai," ujar putri kandung Agus Asman, pensiunan Kanwil Dikbud Sumbar ini.

Gusmalini mengenang, tahun akademik 2007, sebagai fase paling "menakutkan" bagi Politani, tapi juga mengesankan bagi dia dan dosen lainnya. 

"Saat itu, untuk mengajak mahasiswa baru kuliah di Politani, kita sampai ikut bagi-bagi brosur ke berbagai tempat. Semuanya terlibat, tidak hanya saya. Itu paling berkesan bagi saya, sejak menjadi bagian dari dosen angkatan pertama di kampus ini," ujarnya.

Pengalaman lain yang berkesan bagi ibu Putri Syelli, mahasiswi kedokteran Unand ini adalah saat dirinya ikut terlibat dalam pengurusan kemandirian Politani Unand di Kementerian Dikti, dua tahun silam.

"Waktu itu, saya sampai berhujan-hujan naik ojek di Jakarta, untuk menghindari kemacetan. Proses menuju kemandirian Politani dari Unand ini rumit," ucapnya.

Kini, meski Politani Payakumbuh yang ia pimpin sudah mandiri, tapi Gusmalini memastikan, segenap civitas di kampus itu tidak ingin menjadi anak durhaka. 

"Bagaimanapun, kami tidak ingin menjadi durhaka. Kami tetap merasa bagian dari Unand," tutur Gusmalini, sebelum mengakhiri perbincangan. (Fajar Rillah Vesky/sam/jpnn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Heboh Pak Polisi Berhati Mulia


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler