jpnn.com, JAKARTA - Anggota Panitia Khusus (Pansus) RUU IKN Guspardi Gaus mengatakan pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) tidak akan menggunakan landasan hukum UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Otonomi Daerah.
Pasalnya, pelibatan otonomi daerah akan menimbulkan birokrasi yang sangat rumit dan panjang.
BACA JUGA: RUU IKN Harus Detail Menyinggung Soal Penataan Ruang hingga Pembiayaan
Menurut Guspardi, RUU IKN yang terdiri dari dari 9 bab dan 39 pasal sampai sejauh ini pada pembahasan Daftar Inventaris Masalah (DIM) dan segera akan dibahas di tingkat tim perumus (Timus).
Dia menyebut RUU IKN harus jelas dan tepat alas hukum yang bisa dijadikan landasan oleh pemerintah sebagai alat legitimasi untuk masuk ke tahap pembangunan.
BACA JUGA: RUU IKN Dikebut, Legislator PKS Ingatkan Potensi Besar Bencana Ekologis
“Kalau RUU-nya saja belum terwujud, tentu sulit bagi pemerintah untuk membuat dan mengambil kebijakan pembangunan IKN termasuk penganggaran dana pembangunan,” ungkap politikus PAN ini saat tampil sebagai narasumber dalam diskusi yang diadakan oleh Masyarakat Ilmu Pemerintahan Indonesia (MIPI) bertajuk “RUU IKN Dalam Perspektif Ilmu Pemerintahan” beberapa waktu lalu.
Anggaran pembangunan IKN yang mencapai sekitar Rp 466,9 triliun, hanya 20 persen yang dialokasikan dari APBN, yaitu sekitar Rp 90 triliun. Dana sebesar Rp 252,5 triliun berasal dari kerja sama pemerintah dan badan usaha.
BACA JUGA: Sultan Ingatkan Pansus Tak Buru-Buru Mengetok Palu RUU IKN, Dia Khawatir Begini
Kemudian, sekitar Rp 123,2 trilliun dianggarkan melalui pendanaan skema swasta atau badan usaha milik negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
Skema pendanaan tersebut tentu harus betul-betul dimatangkan agar jangan sampai memberatkan APBN jika skema pembiayaan yang telah dirancang tidak berjalan sesuai harapan.
Terlebih lagi APBN masih fokus dianggarkan guna menanggulangi pandemi Covid-19.
"Saya sudah mengkritisi jauh hari. Apakah saat ini momen tepat memindahkan Ibu Kota Negara di saat pandemi Covid-19 masih belum selesai,” kata legislator asal Sumatera Barat itu.
Anggota Komisi II DPR RI ini menekankan urusan dan status tanah harus sudah Clear & Clean sebelum pembangunan IKN dimulai.
Sebab, status kepemilikan tanah yang akan dijadikan lokasi IKN bermacam-macam, seperti hak guna usaha (HGU), hak guna bangunan (HGU), hak penguasaan lahan (HPL) serta tanah yang berstatus hak milik masyarakat setempat.
“Hal ini harus diselesaikan secara tuntas agar jangan sampai memunculkan persoalan baru dan dinamika di kemudian hari," ujar Guspardi Gaus.
Lebih lanjut, Guspardi yang akrab disapa Pak GG itu menyatakan penataan tata ruang dan lingkungan juga mesti menjadi topik yang perlu mendapatkan perhatian serius dan konprehensif.
Penataan ruang bisa dimulai dengan membahas struktur tanah tempat yang akan dijadikan wilayah Ibu Kota Negara Baru termasuk antisipasi bencana banjir dan dampak lingkungan lainnya.
Menurut dia, master plant dengan perencanaan yang sistematis dan konprehensif dimaksudkan agar dapat menjawab tantangan jauh ke depan dan berkelanjutan dalam pembangunan IKN.
Di lain pihak, pemerintah menargetkan bahwa ibu kota negara akan segera dipindahkan dari Jakarta ke Kalimantan Timur pada kuartal pertama 2024.
“Pemindahan IKN yang jelas akan dilakukan secara bertahap dan akan dimulai pada kuartal pertama 2024,” pungkas anggota Baleg DPR RI tersebut.(fri/jpnn)
Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:
Redaktur & Reporter : Friederich