jpnn.com - Proses perjalanan mantan Presiden B.J Habibie ke Jerman memang terbilang cukup singkat. Keinginan kuliah di Jerman muncul setelah Rudy, sapaannya, tidak sengaja berpapasan dengan teman SMA-nya, Lim Keng Kie.
Saat itu Keng Kie baru saja pulang setelah mengambil visa di Kedutaan Besar Jerman. Keng Kie kemudian bercerita tentang rencananya belajar penerbangan di Jerman dengan beasiswa.
BACA JUGA: KABAR GEMBIRA!! Pak Tito Janjikan Kesejahteraan Polisi
"Ik ga met jou mee! Saya ikut dengan kamu," teriak Rudy penuh semangat.
Keinginan Rudy itu bukan sekadar keinginan. Dia menjadikan keinginan itu sebagai cita-cita yang harus dikejar. Sayang, pendaftaran beasiswa yang diikuti Keng Kie sudah tutup.
Rudy pun mencari berbagai informasi tentang perkuliahan di Jerman. Setelah informasi itu lengkap, dia meminta izin kepada Tuti, sang ibu untuk mengikuti tes.
Lazimnya, yang mengikuti tes itu adalah mahasiswa tingkat dua. Rudy yang baru tiga bulan kuliah sempat dipandang sebelah mata saat mengikuti tes itu.
BACA JUGA: Bang Sanusi Suruh Ajudan Minta Sisa Kue ke Podomoro
Namun, ternyata dia berhasil mendapatkan nilai tinggi. Berbekal nilai bagus, Rudy mendatangi para profesor untuk meminta rekomendasi. Setelah mendapat rekomendasi, dia langsung mendatangi dinas pendidikan untuk mengurus persyaratan kuliah di Jerman.
Menurut pegawai dinas pendidikan, Rudy sudah tidak bisa mendaftar beasiswa ke Jerman karena memang sudah ditutup.
Namun, ada cara lain agar dia bisa tetap kuliah di Jerman. Yakni, membiayai sendiri keberangkatan, perkuliahan, dan kebutuhan hidup. Untuk biaya hidup saja, Rudy butuh 250 Deutsche mark (DM).
Rudy bergegas pulang dan bercerita kepada Tuti. Tanpa pikir panjang, Tuti langsung setuju. Masalah uang, dia akan berusaha mendapatkannya melalui usaha yang dijalaninya.
BACA JUGA: Bahas Reklamasi, Bos Aguan dan Ariesman Kumpulkan Pentolan DPRD
"Apalagi Mami sudah terikat janji. Bahwa beliau akan memenuhi kebutuhan pendidikan anaknya dengan tangannya sendiri. Tidak dengan bantuan siapa pun, termasuk beasiswa."
Akhirnya, berangkatlah Rudy ke Jerman. Dia menjadi satu-satunya mahasiswa Indonesia berpaspor hijau saat itu.
Mahasiswa lain yang berangkat dengan beasiswa memegang paspor biru alias paspor dinas. Rudy pun terbang ke Jerman. Memulai kehidupan baru sebagai calon orang besar. .(bersambung/and/c5/ang/flo/jpnn)
Berikut inilah Masa Kecil hingga Remaja Rudy Habibie
25 Juni 1936
Bacharuddin Jusuf Habibie lahir dari pasangan Alwi Abdul Jalil Habibie dan Tuti Marini Puspowardojo di Parepare.
1945
Rudy disunat di Gorontalo di rumah keluarga besar Habibie. Itu adalah kali pertama Rudy bertemu dengan keluarga dari pihak ayahnya.
1948
Alwi dipindahtugaskan ke Makassar. Tuti dan delapan anak mereka dibawa serta ke Makassar.
13 September 1950
Ayah Habibie meninggal saat mengimami salat Isya. Dia meninggal karena serangan jantung.
Oktober 1950
Selepas peringatan 40 hari Alwi, Habibie dikirim ibunya ke Jakarta untuk bersekolah di sekolah internasional. Ketika itu dia berusia 14 tahun, berlayar seorang diri ke Jakarta selama tiga hari dari Makassar, untuk menemui pamannya yang tinggal di ibu kota.
Desember 1950
Habibie pindah ke Bandung karena tidak betah dengan hawa panas Jakarta. Konsentrasi belajarnya terganggu.
1951
Tuti memboyong anak-anaknya ke Bandung. Tuti berpikir di usianya yang masih muda, Rudy membutuhkan bimbingannya. Setelah menjual semua aset di Makassar dan Parepare, Tuti membeli rumah yang sebagian dibikin usaha mes di Bandung.
1954
Habibie lulus dan melanjutkan kuliah ke Fakultas Teknik Universitas Indonesia (sekarang ITB). Tiga bulan kuliah, Habibie ikut ujian untuk kuliah ke Jerman.
April 1955
Rudy lolos seleksi masuk Universitas Teknologi Rhein Westfalen Aachen, Jerman. Dia berangkat ke Jerman dengan menggunakan pesawat KLM dari Bandara Kemayoran. (and)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Truk Molen Bawa 8 Kuintal Sabu-Sabu dari Tiongkok Masuk Tanjung Priok
Redaktur : Tim Redaksi