Hadiri Webinar dan Rilis Survei SMRC, Pimpinan DPD RI: Amendemen Ke-5 Suatu Kebutuhan

Selasa, 22 Juni 2021 – 15:00 WIB
Wakil Ketua DPD RI Sultan B Najamudin. Foto: Humas DPD RI

jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua DPD RI Sultan B Najamudin hadir sebagai salah satu panelis dalam rilis hasil survei opini publik nasional SMRC dengan tema 'Sikap Publik Nasional Terhadap Amendemen Presidensialisme dan DPD RI pada Minggu (20/6/2021).

Menurut Sultan, bicara amendemen UUD 1945 harus dilihat murni dari kepentingan masa depan bangsa. Tidak boleh ada dari sudut kepentingan lain.

BACA JUGA: Syarief Hasan Sebut Belum Ada Urgensi Amendemen UUD 1945

Selain itu, menurut Sultan, Konstitusi itu dinamis sekali, sesuai dengan kondisi yang ada, maka namanya living constitution, konstitusi yang hidup.

“Tentu sangat terbuka dilakukan amendemen lagi, selama dasar dan tujuan tidak berubah,” ujar Sultan.

BACA JUGA: Ingin Ada Calon Independen di Pilpres 2024? Amendemen Dulu UUD 1945

Dari landasan tersebut, Sultan menjelaskan amendemen ke-5 memang sudah semestinya dilakukan. Tentu dengan semangat dalam menyempurnakan dari amendemen sebelumnya (1 sampai 4).

Senator muda asal Provinsi Bengkulu itu dalam pemaparannya menuturkan persoalan kebangsaan sebenarnya bukan terletak di hilir (pemangku kebijakan) tetapi justru akarnya terletak di sektor hulu, yaitu konstitusi kita yang mesti disempurnakan.

BACA JUGA: Penjelasan Terbaru Sultan Soal Rencana Penerapan PPN Sembako dan Jasa Pendidikan

Menurut Sultan, sebenarnya ada masalah di tataran hulu kita sebagai bangsa. Kita tidak bisa meminta pemerintah berbuat lebih. Kita tidak bisa menyalahkan pemerintah karena pemerintah hanya menjalankan Konstitusi dan Undang-Undang yang ada.

“Oleh karena itu, kalau kita membenahi di sektor hilir, pekerjaan kita tidak akan menyelesaikan substansi dari permasalahan yang ada secara fundamental. Jadi, amendemen ke-5 harus kita songsong dengan menggelorakan semangat melakukan koreksi atas arah perjalanan bangsa dan negara ini,” kata Sultan.

Sultan juga menyampaikan bahwa penting secara konstitusional untuk melihat DPD RI sebagai lembaga representatif yang merupakan perwakilan masyarakat didaerah. Maka penataan fungsi kelembagaan DPD RI harus menjadi salah satu poin utama yang mesti didorong dalam wacana amendemen UUD 1945.

Dia menyebut fakta menunjukkan restrukturisasi parlemen atas kehendak UUD menciptakan tiga pilar utama dalam kamar legislasi Indonesia yakni MPR, DPR, DPD. Secara konstitusional MPR bersifat incidental, DPR bersifat legislatif, sedangkan DPD bersifat co-legislatif.

“Pelaksanaan peran ketiga lembaga parlemen tersebut menimbulkan dinamika yang tidak seimbang. Diskriminasi peran, fungsi dan kewenangan dirasakan sangat mempengaruhi kualitas legislatif secara umum,” kata Sultan.

Menurut dia, DPR RI mendapat mandat penuh dari konstitusi sebagai lembaga legislatif, MPR secara fungsional lebih bersifat ad hock, sedangkan DPD tidak memiliki keistimewaan berarti selain hak saran dan usul.

“Keberadaan lembaga negara yang setara secara eksistensial, dengan legitimasi yang kuat dan senjang secara fungsional itu merupakan anomali dalam praktik parlemen Indonesia sehari-hari,” ujar Sultan.

Lebih lanjut, Sultan mengatakan DPD RI sebagai kelembagaan sangat mendorong adanya keseimbangan dari fungsi dan wewenangnya.

Melalui amendemen UUD 1945 ini dapat dijadikan momentum dalam merefleksikan beberapa permasalahan yang telah ditinggalkan oleh keputusan di masa lalu.

“Maka kami (DPD RI) bersepakat bahwa amendemen kelima merupakan jawaban dari  proses berlembaga dan menata ketatanegaraan kita yang bukan hanya berpikir pada kepentingan sesaat, tetapi menjangkau seluruh kepentingan bangsa jauh di masa yang akan datang,” tutur Sultan.

Dalam kesempatan ini, Sultan juga menyoroti mengenai Presidential Threshold yang dapat memberikan beberapa dampak negatif terhadap kehidupan demokrasi di Indonesia.

Pemberlakuan presidential threshold sangat mengganggu kehidupan demokrasi kita. Ada beberapa dampak yang mesti kita kaji secara bersama untuk dijadikan bahan evaluasi. Seperti terbatasnya calon yang akan maju dalam kontestasi Pilpres, membatasi potensi anak bangsa yang memiliki kapasitas dalam kepemimpinan nasional, terbatasnya saluran pilihan oleh konstituen terhadap sikap politiknya dan bahkan hilangnya peran partai kecil dihadapan partai besar terhadap keputusan mengenai calon bersama.

Dia mendorong UU Kepemiluan juga dapat mempertimbangkan penghapusan ambang batas tersebut.

“Jadi, amendemen ke-5 harus dijadikan momentum untuk melakukan koreksi

menyeluruh,” harap Sultan.

Atas kekurangan dari amendemen di tahun 1999 hingga 2002 silam. Dan kita bersama mesti memastikan di dalamnya (amendemen) hanya ada semangat kolektif untuk membangun sebuah pedoman bersama dalam mencapai kehidupan bangsa Indonesia menjadi lebih baik.

Sultan juga meminta konstitusi kita juga mendukung persiapan agar indonesia bangkit menjadi bangsa yang berdaulat, besar dan mandiri.

Apalagi tahun 2045, kata Sultan, bangsa ini akan memasuki bonus demografi. Usia produktif akan mendominasi populasi penduduk.

Jika kita salah, bukan bonus demografi yang kita dapat, tetapi bencana demografi berupa beban angkatan kerja yang akan kita hadapi. Sebab, usia produktif melimpah, sementara lapangan kerja untuk anak bangsa tidak ada, maka dipastikan pengangguran dan kemiskinan akan meningkat.

"Selain itu, yang terpenting amendemen harus tetap menjadi refleksi serta evaluasi kita bersama, khususnya sejauh mana telah berjalan sebagai perwujudan dari amanat reformasi. Jadi, amendemen adalah bukan hal tabu yang mesti diwacanakan, justru merupakan keniscayaan dalam perjalanan dalam kehidupan berbangsa,’ ujar Eks Wakil Gubernur Bengkulu.

Adapun acara Live Rilis Survei Opini Publik Nasional dan Webinar Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC) dengan tema “Sikap Publik Nasional terhadap Amendemen Presidensialisme dan DPD RI” juga diikuti oleh Panelis Ade Armando (Direktur Komunikasi SMRC), Bivitri Susanti (Pendiri Pusat Studi Hukum dan Kebijakan), Ahmad Doli Kurnia Tanjung (Ketua Komisi II DPR RI - Golkar), Ahmad Basarah (Wakil Ketua MPR RI - PDI Perjuangan), Hidayat Nur Wahid (Wakil Ketua MPR RI - PKS), Lestari Moerdijat (Wakil Ketua MPR RI - NasDem), Benny K. Harman (Wakil Ketua Umum DPP Demokrat) dengan Moderator Tati Wardi (SMRC).(jpnn)

Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?


Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler