jpnn.com - Sebagian remaja perempuan masih menganggap menstruasi sebagai hal tabu untuk diungkapkan. Mereka khawatir menjadi bahan olokan oleh lawan jenisnya.
Hal itu membuat remaja yang tengah menstruasi enggan mengganti pembalut saat di sekolah agar tidak ketahuan.
BACA JUGA: Calon Anggota DKPP Kurang Keterwakilan Perempuan
Dokter Frida Soesanti SpA(K) dari Satgas Remaja Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mewanti-wanti remaja tidak melakukan hal tersebut.
Sebab, banyak gangguan kesehatan yang akan mengancam. Mulai iritasi di bagian organ intim hingga infeksi saluran kemih. ’’Bila tidak terjaga higienitasnya, bisa terjadi infeksi,’’ jelasnya kemarin (7/6).
BACA JUGA: Ckckck⦠Dua Perempuan Muda Rebutan Suami Lalu Cakar-Cakaran
Para remaja perempuan diimbau mengganti pembalut minimal empat kali sehari. Disarankan menggunakan pembalut yang sekali pakai.
Sebab, berdasar penelitian, risiko infeksi lebih tinggi pada penggunaan pembalut re-usebale jika dibandingkan dengan disposable.
BACA JUGA: Ini Manfaat Bersepeda Bagi Pekerja Kantoran
Pada masa datang bulan itu, Frida juga menyarankan lebih banyak mengonsumsi makanan yang mengandung banyak zat besi.
Misalnya, bayam, buah bit, daging merah, hati, dan telur. Atau, bisa juga mengonsumsi zat besi selama menstruasi.
Direktur Kesehatan Keluarga Kemenkes Eni Gustina mengamini pentingnya manajemen kebersihan menstruasi.
Dia menuturkan, remaja tidak perlu malu karena menstruasi adalah proses biologis yang normal. Karena itu, tak menjadi masalah sering-sering berganti pembalut. Bahkan, anjuran WHO, frekuensi ganti pembalut sebaiknya dilakukan 3–6 kali sehari.
Namun, persoalan lainnya adalah ketidaksiapan sarana sanitasi di sekolah untuk memudahkan siswi berganti pembalut.
Padahal, untuk mengganti pembalut, diperlukan air bersih, sabun, dan tisu atau handuk. Hal itu diperburuk dengan tidak adanya tempat sampah untuk pembalut. ’’Secara fisik dan mental, ini bermasalah bagi perempuan,’’ ujarnya.
Melihat fakta tersebut, Eni meminta para guru dan pengelola sekolah lebih aktif membina siswa. Di antaranya, menyampaikan materi kebersihan menstruasi sebagai bagian dalam pelajaran kesehatan reproduksi.
’’Guru harus memberikan informasi tentang menstruasi kepada siswa supaya mereka dapat bersikap baik,’’ jelasnya.
Hal itu harus didukung orang tua, terutama ibu, untuk menjelaskan seputar menstruasi kepada anak sejak dini. Kalau bisa, bahkan sebelum dia mendapat haid pertamanya. (mia/c19/oki)
Pentingnya Manajemen Kebersihan Menstruasi (MKM)
• Dampak Kesehatan
Sekitar 25 persen remaja putri dilaporkan mengalami gangguan kesehatan ketika menstruasi. Salah satu penyebabnya, siswa perempuan jarang atau tidak pernah mengganti pembalut ketika berada di sekolah. Selain itu, mitos seperti larangan untuk keramas dan makan daging justru meningkatkan risiko kesehatan (Burnet Institute, 2015).
• Dampak Pendidikan
Satu di antara enam siswa perempuan memilih untuk absen (tidak masuk sekolah) ketika menstruasi. Beberapa penyebabnya adalah akses sanitasi di sekolah yang tidak memadai dan nyaman serta rasa malu kepada siswa laki-laki (Burnet Institute, 2015).
• Dampak Partisipasi Sosial
Sedikitnya 11 persen remaja putri menyatakan bahwa menstruasi berpengaruh signifikan pada aktivitas sosial mereka (Burnet Institute, 2015).
BACA ARTIKEL LAINNYA... Anda Akan Takjub, Manfaat Mengonsumsi Mangga Sungguh Luar Biasa
Redaktur & Reporter : Soetomo