jpnn.com, JAKARTA - Praktisi hukum Petrus Selestinus menyatakan, tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang memiliki hak pilih di Pilkada Serentak 2018 harus dijamin untuk bisa menyalurkan suaranya. Menurutnya, KPK maupun Komisi Pemilihan Umum (KPU) harus memfasilitasi tahanan yang hendak menggunakan hak pilih pada 27 Juni mendatang.
“Salah satu hak konstitusional warga negara yang dijamin oleh konstitusi adalah hak untuk memilih dan dipilih,” ujar Petrus.
Saat ini terdapat sejumlah calon kepala daerah yang ditahan KPK. Antara lain Calon Gubernur (Cagub) Nusa Tenggara Timur (NTT) Marianus Sae, Cagub Lampung Mustafa dan Calon Bupati Jombang Nyono Suharli Wihandoko.
BACA JUGA: Pemerintah Tetap Larang Penggunaan Mobil Dinas untuk Mudik
Petrus yang juga koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) menegaskan, KPU dan KPK harus menjamin hak-hak politik tahanan. Karena itu, Petrus meminta KPU dan KPK berkoordinasi untuk memfasilitasi tahanan yang punya hak pilih menyalurkan suaranya.
Lebih lanjut Petrus mengatakan, ada asas praduga tak bersalah termasuk kepada para tahanan KPK. Sepanjang belum ada putusan berkekuatan hukum tetap, maka siapa pun yang dijerat KPK harus dilindungi hak-haknya.
BACA JUGA: Di luar KPK, Begini Pengakuan Bamsoet soal Kasus e-KTP
Advokat asal NTT itu lantas mencontohkan Marianus Sae yang juga bupati Ngada. Petrus menegaskan, pada diri Marianus Sae sebagai calon gubernur NTT 2018 dan warga negara melekat dua hak asasi manusia yang tidak boleh dibatasi ataupun ditiadakan, yaitu hak untuk memilih dan hak untuk dipilih.
Karena itu Petrus meminta KPU NTT dan KPK berkoordinasi mengatur mekanisme penggunaan hak suara oleh Marianus Sae. “Karena konstitusionalitas hak memilih dan dipilih seorang Marianus Sae telah dijamin dalam konstitusi, maka KPU Provinsi NTT dan KPK tidak punya pilihan lain selain harus menjaminnya menggunakan hak pilih untuk mencoblos sekalipun di tahanan,” pungkasnya.(jpg/jpnn)
BACA JUGA: KPK Panggil Bamsoet, Begini Penjelasan Bu Basaria
BACA ARTIKEL LAINNYA... KPK Jangan Bentuk Opini Mendiskreditkan Ketua DPR
Redaktur : Tim Redaksi