Hakim Agung Haswandi Gagas Police Justice Sebagai Penegak Putusan Pengadilan

Senin, 27 November 2023 – 03:35 WIB
Hakim Mahkamah Agung Haswandi mengusulkan perlunya police justice dalam eksekusi hubungan lembaga penegak hukum dan peradilan. Foto: dok pribadi for JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Hakim Mahkamah Agung Haswandi mengusulkan perlunya police justice dalam eksekusi hubungan lembaga penegak hukum dan peradilan.

Ini dikemukakannya dalam pengukuhan sebagai guru besar atau profesor Universitas Islam Sultan Agung.

BACA JUGA: Tok, Pengadilan Tipikor Bandung Vonis Bebas Hakim Agung Gazalba Saleh di Kasus Suap

Menurut dia, permasalahan yang relevan dalam sistem peradilan di Indonesia di antaranya putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum itu seringkali mengalami kendala saat pelaksanaannya.

Bahkan, pemerintah mengakui kelemahan dalam pelaksanaan eksekusi sebagai salah satu kelemahan dalam sistem penegakan hukum perdata di Indonesia.

BACA JUGA: Calon Hakim Agung Ini Bakal Tetap Menghukum Mati Bandar Narkoba

Ia mencontohkan, pada 2020, dari 2.896 permohonan eksekusi yang diajukan di Peradilan Umum itu hanya 923 yang berhasil dieksekusi.

Pada 2021, dari 3.372 permohonan itu hanya 1.376 yang berhasil dieksekusi. Tahun 2022, dari 3.926 permohonan, hanya 2109 yang berhasil dieksekusi.

BACA JUGA: Hakim Agung Si Penerima Suap Perkara Disunat Hukumannya, Dianggap Sudah Mengabdi di MA dan Negara

“Data ini mengindikasikan bahwa pelaksanaan eksekusi masih belum mencapai tingkat optimal yang diharapkan. Kesadaran masyarakat terhadap pelaksanaan eksekusi putusan pengadilan, terutama dalam perkara perdata masih kurang,” kata Haswandi melalui keterangannya pada akhir pekan, Minggu (26/11).

Terkait masalah eksekusi ini, kata dia, Mahkamah Agung Republik Indonesia dan Peradilan yang berada di bawahnya sampai saat ini tidak memiliki petugas keamanan yang khusus.

Selama ini, ia menyebut praktik kebutuhan lembaga peradilan terhadap pengamanan eksekusi, pengamanan persidangan dan sebagainya sangat tergantung kepada budi baiknya institusi kepolisian.

“Oleh karena itu, diperlukan suatu unit kepolisan yang bertugas khusus untuk kepentingan lembaga peradilan yang disebut dengan Police justice,” ungkapnya.

Haswandi mengungkapkan, kendala dalam pelaksanaan putusan pengadilan bisa berasal dari berbagai faktor, baik yang bersifat teknis yuridis maupun non-teknis.

Menurutnya, proses eksekusi dilakukan secara paksa dan pihak yang kalah diwajibkan mematuhi putusan pengadilan.

“Jika pihak tersebut menolak melaksanakan putusan, pengadilan dapat meminta bantuan kepada pihak berwenang. Eksekusi pada umumnya terkait dengan putusan pengadilan yang bersifat penghukuman atau Condemnatoir, dimana putusan tersebut memuat sanksi atau penghukuman kepada pihak yang kalah di persidangan,” ujarnya.

Menjamin Kepastian Hukum

Menurut dia, lambatnya pelaksanaan eksekusi juga menjadi perhatian Mahkamah Agung, yang berusaha melakukan perbaikan melalui regulasi internal terkait prosedur eksekusi sebagai solusi jangka pendek.

Namun, perbaikan yang lebih holistik dan komprehensif yang melibatkan Pemerintah, DPR, dan Lembaga Yudikatif juga diperlukan.

“Antara lain pembuatan peraturan perundang-undangan yang khusus tentang eksekusi, serta pembentukan unit khusus eksekusi di Mahkamah Agung yang berfungsi sebagai Central Autority pelaksanaan eksekusi,” ucapnya.

Terhadap hal ini, Praktisi Hukum, Juniver Girsang menilai gagasan Haswandi sangat tepat keberadaan police justice dalam pelaksanaan eksekusi dan lainnya.

Sebab, kata dia, pelaksanaan putusan itu merupakan ending bagi masyarakat yang mencari keadilan hukum.

“Karena permasalahan di dalam pelaksanaan putusan sebagai wujud akhir masyarakat mencari keadilan, selalu menjadi hambatan dalam pelandaan eksekusi, yang membuat masyarakat pencari keadialan merasakan tidak ada kepastian hukum,” kata Juniver, Ketua Umum Peradi SAI.

Sementara Sementara Guru Besar Hukum Universitas Tarumanagara, Gunawan Widjaja mengatakan memang masalah eksekusi ini selalu menjadi kendala.

Menurut dia, kendala eksekusi tidak hanya putusan perdata yang berkekuatan hukum tetap, tapi juga meliputi eksekusi putusan Tata Usaha Negara (TUN).

"Masalah eksekusi memang selalu jadi kendala. Tidak hanya putusan perdata yang berkekuatan hukum tetap, masalah sama juga meliputi hal eksekusi putusan TUN. Kalau eksekusi putusan pidana memang sudah ada kejaksaan yang bertindak," kata Gunawan.

Hanya saja, Gunawan menyarankan untuk pelaksanaan eksekusi soal keperdataan sebaiknya kolaborasi dengan instansi pemerintah terkait.

"Misal, kalau tanah dengan BPN, penggusuran dengan Polisi, untuk masalah keuangan dengan BI atau OJK. Demikian juga untuk TUN misalnya dengan BAKN, atau kepegawaian," ujarnya.

Disamping itu, Pakar Hukum Universitas Islam Indonesia (UII), Mudzakir mengamini, adanya kendala-kendala eksekusi putusan pengadilan.

Dia mengapresiasi gagasan untuk pembentukan police justice atau polisi peradilan seperti yang disampaikan Hakim Mahkamah Agung Haswandi. Dia menyebutkan, kendala eksekusi memang nyata adanya.

Mudzakir mewanti-wanti, soal kemungkinan ketidakoptimalan eksekusi putusan itu harus juga diperhitungkan. Jangan sampai, pembentukan police justice seperti pembentukan polisi wisata, yang menurutnya tak sebegitu optimal.

“Ide untuk membentuk polisi justice, ya boleh saja. Tapi juga harus dilihat efektifitasnya, mengingat kasus pembentukan polisi wisata itu juga sampai sekarang kerjanya atau fungsinya kurang maksimum,” kata Mudzakir. (dil/jpnn)


Redaktur & Reporter : M. Adil Syarif

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler