Hakim Minta Data Kasus Korupsi yang Terkendala Izin Presiden

Senin, 24 Oktober 2011 – 16:47 WIB
JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang perdana pengujian Pasal 36 UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang diajukan sejumlah aktivis anti korupsi yaitu Indonesia Corruption Watch (ICW), Feri Amsari (Dosen FH Andalas), Teten Masduki, dan Zainal Arifin Mochtar (Direktur Pukat UGM)

Para pemohon meminta MK membatakan pasal yang mengatur prosedur pemeriksaan izin kepala daerah yang terlibat kasus hukum oleh presiden itu

BACA JUGA: ICW: Ada Fakta Yang Diabaikan Hakim

"Menyatakan Pasal 36 ayat (1), (2), (3), (4), (5) UU Pemda bertentangan dengan Pasal 24 (1), 27 ayat (1), 28D ayat (1), dan Pasal 28I ayat (2) UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan mengikat," kata salah satu kuasa hukum pemohon, Alvon Kurnia Palma dalam sidang yang diketuai  Anwar Usman, Senin (24/10).

Pasal 36 ayat (1) berbunyi, Tindakan penyelidikan dan penyidikan terhadap kepala daerah dan atau wakil kepala daerah dilaksanakan setelah adanya persetujuan tertulis dari presiden atas permintaan penyidik.

Alvon menilai, Pasal 36 UU Pemda itu bertentangan dengan prinsip peradilan yang independen, equality before the law, nondiskriminasi dan peradilan cepat
Dalam beberapa kasus, khususnya penuntasan kasus-kasus korupsi menjadi terhambat (justice delay) yang berpotensi merugikan hak konstitusional para pemohon yang concern terhadap pemberantasan korupsi

BACA JUGA: SBY Dibela Mahasiswa



Menurutnya, tak ada perbedaan antara pencuri ayam dan kepala daerah yang diduga mencuri uang negara
Sebab, ketika pelaku maling ayam tak perlu ada izin tertulis, tetapi kenapa kepala daerah maling uang negara harus izin presiden.
Hal ini bentuk pelanggaran prinsip nondiskriminasi.

"Aturan izin pemeriksaan kepala daerah itu bertentangan dengan prinsip/asas equality before the law (persaman di hadapan hukum, red), nondiskriminasi, dan proses peradilan cepat," kata Alvon.

Sementara ketua majelis hakim, Anwar Usman menilai secara umum struktur permohonan sudah cukup bagus

BACA JUGA: Ironi Perbatasan Disampaikan DPR

Namun, ia menyarankan agar pemohon memasukkan data kasus (korupsi) kepala daerah yang terkendala dengan izin presiden.

Misalnya, sejumlah permohonan izin pemeriksaan kepala daerah yang diajukan kejaksaan atau kepolisian terhambat lantaran ada syarat izin dari presiden"Faktanya cukup banyak juga kan kasus korupsi yang melibatkan pejabat, terutama kepala daerah, terkendala dengan proses izin pemeriksaan oleh presidenIni perlu memasukkan data kasus itu, kalau tidak salah data ini ada di Sesneg," kata Anwar.

Sedangkan hakim anggota, M Alim menyarankan agar dalam petitum memasukkan pernyataan perintah pemuatan putusan ini dalam lembaran negara untuk diketahui seluruh warga negara"Terus, petitum terakhir pernyataan ex aquo et bono (mohon putusan yang seadil-adilnya, red)," sarannya.                   

Untuk diketahui, Pasal 36 UU Pemda ini juga tengah diuji oleh sejumlah warga negara yakni Windu Wijaya (Ketua Umum Permahi) dan Anwar Sadat (asisten advokat) yang prosesnya sudah memasuki sidang plenoAlasannya pun serupa bahwa Pasal 36 ayat (1) dan (2) UU Pemda berpotensi menimbulkan kerugian hak konstitusional pemohon karena bersifat diskriminatif dan melanggar asas equality before the law(kyd/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... DPR Sepakat Pilih Dewan Pengawas BPJS


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler