Hama Ulat Grayak Ancam Swasembada Jagung

Senin, 15 Juli 2019 – 13:51 WIB
Pemaparan tentang bahaya serangan ulat grayak jagung (Spodoptera frugiperda) terhadap swasembada jagung yang dicapai dalam beberapa waktu terakhir. Foto: Ist

jpnn.com, JAKARTA - Serangan ulat grayak jagung (Spodoptera frugiperda) mengancam swasembada jagung yang dicapai dalam beberapa waktu terakhir.

Ulat grayak merupakan hama baru yang pertama kali ditemukan menyerang lahan petanaman jagung di  Pasaman Barat, Sumatera Barat, pada 26 Maret lalu dan telah menyebar ke berbagai wilayah.

BACA JUGA: Menteri Amran Sebut Wapres Argentina Kaget Tahu Indonesia Swasembada Jagung

Pakar hama tanaman Institut Pertanian Bogor (IPB) Dewi Sartiami mengungkapkan, hama yang menyerang di Pasaman dipastikan merupakan hama baru.

BACA JUGA: Waduk Sumber Air Mengering, Puluhan Kebun Jagung

BACA JUGA: IPB Ciptakan Inovasi untuk Dukung Kementan Wujudkan Kedaulatan Pangan

Hama ulat grayak jagung ini diketahui berasal dari Amerika Tengah. Ulat itu kemudian diketahui menyebar ke Afrika.

Dalam waktu tidak terlalu lama menyebar ke India dan menimbulkan kerusakan lahan jagung yang cukup parah. Selain itu, di Thailand juga dilaporkan terjadi serangan ulat ini.

BACA JUGA: Besok Pagi Rudiantara Beber Industri Kreatif Digital di IPB

“Setelah diverifikasi oleh tim ahli penyakit tanaman IPB, diketahui hama yang menyerang di Pasaman itu memang positif Spodoptera frugiperda,” ujar Dewi, Senin (15/7).

Serangan hama itu sangat merugikan petani karena menghancurkan pertanaman jagung dan mampu menyerang tanaman pada semua fase pertumbuhan.

Sejak ditemukan pertama kali, saat ini hama ulat grayak ini telah dilaporkan dan tercatat keberadaannya di Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, Lampung, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Kalimantan Barat.

Melihat sebaran serangan hama ini yang terus meluas, diperkirakan hama ini masuk ke Indonesia sudah cukup lama.

“Karena hama kan perlu fase perkembangan. Kalau melihat serangannya sudah mencapai puluhan hektare, diduga sudah lebih lama hama ini masuk Indonesia,” ujarnya.

Sementara itu Ketua Departemen Proteksi Tanaman IPB Suryo Wiyono mengungkapkan, serangan hama ini sangat berbahaya dan perlu penanganan yang serius.

“Kepedulian, kewaspadaan dan tindakan terukur mengatasi masalah belum sepenuhnya tumbuh,” ungkap Suryo.

Menurut suryo, semestinya ada rencana kontingensi dan dana darurat untuk menanggulangi situasi seperti ini.

Dia menambahkan, harus ada rencana kegentingan (contingency plan) untuk menghadapi situasi seperti itu.

“Dengan demikian, jika hama dan penyakit baru masuk bisa segera ditangani dengan cepat agar tidak meluas. Juga penting untuk menangkal masuknya serangan hama dan penyakit baru yang sudah muncul di negara-negara tetangga,” ujarnya.

Suryo juga mengingatkan untuk tidak mengulang kejadian gagap ketika terjadi serangan hama baru seperti yang selama ini terjadi.

“Belajar dari pengalaman, sampai saat ini belum ada ada success story membendung hama/pathogen baru,” ungkapnya.

Ahli hama lainnya dari IPB Aunu Rauf juga mengingatkan pentingnya tindakan penanganan sedini mungkin untuk mencegah penyebaran lebih luas.

Aunu juga menyarankan pengendalian dilakukan dengan tetap memperhatikan aspek lingkungan.

Menurut dia, pengendalian sedapat mungkin dilakukan dengan pendekatan ramah lingkungan supaya servis ekosistem tetap terjaga.

Dengan demikian, pengendalian dapat dilakukan dengan dukungan lingkungan pertanian yang baik.

"Pengendalian ini juga dapat dilakukan dengan memanfaatkan musuh alami. Pada hama ini juga ditemukan musuh alami berupa parasitoid (telenomus), entomopathogen (metharizium, NPV) salah satu contohnya," ungkap Aunu. (jos/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kementan Terus Gedor Perluasan Areal untuk Tanam Jagung


Redaktur & Reporter : Ragil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler