Hamdan: PP Nomor 28/2022 Menimbukan Disharmonisasi dan Tumpang Tindih

Senin, 21 Agustus 2023 – 16:49 WIB
Pakar hukum Hamdan Zoelva, Margarito Kamis dan Maruarar Siahaan kritisi sejumlah pasal PP Nomor 28/2022 yang dinilai bermasalah pada Focus Group Discussion (FGD) yang digelar Federasi Advokat Republik Indonesia (Ferari) di Jakarta, Senin (21/8). Foto: Ist.

jpnn.com - JAKARTA - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) periode 2013-2016 Hamdan Zoelva menilai keberadaan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2022 tentang Pengurusan Piutang Negara Oleh Panitia Urusan Piutang Negara, cacat hukum.

Hamdan menilai sejumlah pasal dalam PP dimaksud tumpang tindih dan inkonsisten dengan peraturan hukum lainnya.

BACA JUGA: Mantan Ketua MK Sebut Putusan PTUN atas Gugatan Fadel Sudah Lampaui Kewenangan

Dia menyatakan pandangannya pada Focus Group Discussion (FGD) yang digelar Federasi Advokat Republik Indonesia (Ferari).

Diskusi bertajuk 'Disharmonisasi dan Overlapping Sebuah Peraturan Pemerintah' digelar di Oakwood Suites, Kuningan, Jakarta, Senin (21/8)

BACA JUGA: Vonis PTUN atas Gugatan Fadel Bahayakan Sistem Ketatanegaraan, Sebaiknya DPD Melawan

“Ada banyak masalah di PP ini yang harus diperbaiki. Ada banyak norma-norma yang bertentangan dengan undang-undang dan peraturan lainnya."

"Belum lagi ada penegakan hak asasi manusia yang dilanggar sehingga jelas PP Nomor 28/2022 menimbukan disharmonisasi dan saling tumpang tindih,” kata Hamdan.

BACA JUGA: Tamsil Linrung Tak Kunjung Dilantik, Margarito Kamis Sentil Keras Pimpinan MPR, Ada Frasa Kasihan

Turut hadir sebagai pembicara pakar hukum tata negara Margarito Kamis dan Hakim Mahkamah Konstitusi periode 2003-2008 Maruarar Siahaan serta pengamat politik Dr Ari Junaedi selaku moderator.

Dalam pandangannya Maruarar menenggarai lahirnya PP 28/2022 akibat situasi ekonomi yang tidak menentu karena krisis global, sehingga mendorong negara mengerahkan seluruh sumber dayanya untuk memastikan perkonomian Negara tidak terpuruk.

Salah satunya dengan memaksimalkan pendapatan negara melalui penagihan piutang negara melalui instrumen PP Nomor 28/2022.

"Namun, sayangnya intrumen tersebut berpotensi menimbulkan tindakan sewenang-wenang negara yang berakibat pada terlanggarnya hak asasi warga negara,” ucapnya.

Pandangan senada dikemukakan pakar hukum tata negara Margarito Kamis.

Dia bahkan meminta agar Ferari dan pegiat HAM lain segera mengajukan judicial review (JR) karena PP tersebut bertentangan dengan peraturan hukum lain di atasnya.

“Melakukan judicial review ke Mahkamah Agung adalah langkah yang sangat baik untuk menguji PP ini."

"Saya juga mengimbau kepada pemerintah yang menjalankan PP ini untuk secara bijak menyelesaikan kasus BLBI tersebut,” kata Margarito.

Berikut sejumlah permasalahan dalam PP Nomor 28/2022 yang dikritisi Hamdan, Maruarar maupun Margarito:

1. PP Nomor 28/2022 dinilai bertentangan dan melampaui pengaturan yang ada di dalam Undang-Undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960 tentang Panitya Urusan Piutang Negara.

Sebagai peraturan delegasi seharusnya PP tidak boleh mengatur melampaui UU yang mendelegasikannya, karena sesungguhnya PP itu merupakan aturan pelaksana dari undang-undang.

Hal ini dinilai telah melanggar Pasal 5 ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 yang menyatakan 'Presiden menetapkan Peraturan Pemerintah untuk menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya'.

2. PP Nomor 28/2022 dinilai melanggar asas dan prinsip dasar hukum keperdataan sebagaimana tertuang pula dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer).

Sebagaimana diketahui PP No. 28/2022 memuat aturan yang memperluas subjek yang dapat dimintai pertanggungjawaban atas piutang negara, tidak hanya penanggung utang dan/atau penjamin utang tetapi juga pihak yang memperoleh hak, termasuk keluarga dalam hubungan darah ke atas, ke bawah, atau ke samping sampai derajat kedua, dan suami/istri.

Hal ini dinilai bertentangan dengan KUH Perdata khususnya Pasal 1338, 1315 dan 1340 yang pada pokoknya mengatur suatu perikatan/perjanjian hanya sah berlaku bagi pihak-pihak yang membuat atau menandatanganinya.

Oleh karena itu, suatu perikatan/perjanjian tidak dapat memberi keuntungan maupun berdampak kerugian kepada pihak ketiga yang tidak ikut dalam membuat perikatan/perjanjian tersebut.

Selain itu, dalam hukum perdata tidak dikenal adanya pertanggungjawaban utang sampai keluarga derajat kedua.

Dalam hukum perdata utang hanya dapat diwariskan, akan tetapi PP No. 28/2022 telah mengabaikan hukum waris karena pewaris belum meninggal pun utang bisa ditagih ke ahli warisnya.

3. PP Nomor 28/2022 memuat aturan tentang paksa badan, tindakan keperdataan (berupa pemblokiran rekening, deposito dll, tidak boleh menerima kredit atau pembiayaan lain, tidak boleh menjadi pengurus di perusahaan dll) dan tindakan layanan publik (berupa pencekalan, pencabutan paspor, tidak bisa mendapatkan layanan administasi pemerintahan seperti pengurusan KTP, SIM, izin usaha, perpajakan dll).

Aturan ini dinilai lebih berat dari sanksi pidana sekalipun. Dinilai melanggar hak asasi manusia yang dijamin UUD NRI 1945.

Selain itu, sesuai Pasal 28J UUD NRI 1945 jo. Pasal 70 dan 73 UU No. 39/1999 tentang HAM Pembatasan hak sebagaimana dimaksud hanya dapat ditetapkan dengan produk hukum undang-undang.

4. Pasal 77 PP No. 28/2022 juga mengatur soal impunitas yang mengatur keputusan pejabat administrasi negara dalam pengurusan piutang negara tidak dapat dituntut secara hukum atau diajukan upaya hukum.

Hal ini dinilai melanggar UU HAM, selain itu juga dinilai merusak prinsip negara hukum dan merusak penegakan hukum di Indonesia.

Pasal ini berdampak langsung bagi advokat sebagai salah satu dari penegak hukum.

"Pasal 77 soal upaya hukum oleh penanggung utang, penjamin utang, pihak yang memperoleh hak atau pihak ketiga lainnya tidak dapat diajukan terhadap sahnya atau kebenaran piutang negara, baik di pengadilan maupun di luar, sangat melanggar Pasal 17 UU HAM soal Hak Memperoleh Keadilan,” kata Margarito. (gir/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pakar Hukum Minta Mendagri Pecat Plt Bupati Mimika Johannes Rettob


Redaktur & Reporter : Kennorton Girsang

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler