jpnn.com, KULONPROGO - Lelaki berusia 60 tahun ini dengan penuh semangat menunjukkan hamparan lahan berwarna hijau di kampungnya: Desa Bugel. Karman namanya.
Dia tidak terlalu tinggi, berkulit gelap, serta masih terhitung tegap untuk lelaki seusianya.
BACA JUGA: Pemerintah Terus Dorong Swasembada Bawang Putih
"Dalam beberapa bulan lagi semua ini jadi hamparan merah. Saat panen nanti adalah saat yang paling membahagiakan petani, yang paling ditunggu-tunggu" ujarnya sambil kembali memandangi lahan yang sedang menghijau itu.
Yang dibicarakan lelaki asli Jawa ini adalah salah satu primadona hortikultura, yakni cabai.
BACA JUGA: Prof Kong Su Ping: Indonesia Potensial Bawang Putih
Tanaman yang sedang dinantinya adalah cabai merah keriting dan rawit. Uniknya, komoditas tersebut bukan tumbuh di lahan yang biasa ditumbuhi cabai.
Permadani hijau itu terbentang di lahan sepanjang 40 hektar di pesisir pantai, dan letaknya hanya 300 meter dari bibir laut di Kabupaten Kulonprogo, Jawa Tengah.
BACA JUGA: Amran Sulaiman Seret Importir untuk Beternak
Di sinilah Karman bersama puluhan petani Desa Bugel mengolah pasir 40 hektar ini menjadi lahan subur.
Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Kulonprogo, Bambang Tri, yang turut menemani mengatakan bahwa kurangnya lahan untuk pertanian menjadi tantangan tersendiri.
Namun hebatnya, tantangan itu diubah menjadi peluang. Saat hamparan kosong dekat bibir pantai yang total luasannya sampai 1.200 hektar belum dimanfaatkan, lahan tersebut disulap menjadi layak hidup bagi tumbuhan cabai, di Kabupaten Kulonprogo.
Untuk Desa Bugel sendiri totalnya ada sekitar 100 hektar lahan pasir yang berhasil disulap menjadi lahan subur bagi berbagai tanaman hortikultura.
Bagaimana kiat mengubah tanah pasir menjadi layak tumbuh bagi cabai dan sayuran lain? Rahasianya adalah pemberian kompos alias pupuk organik.
Sebanyak 10 ton pupuk organik dari kotoran hewan, seperti kambing dan ayam, ditebarkan di setiap hektar lahan pasir di Desa Bugel tersebut.
Lahan yang sedang ditanami itu memang masih berstruktur seperti pasir biasa. Jika dipijak, ada bagian tapak kaki yang terbenam.
Di sinilah Karman dan banyak petani lainnya menumpukan penghidupan melalui cabai.
Hasilnya ternyata menakjubkan. Cabai yang dihasilkan dari lahan pasir ini justru lebih pedas.
Lalu, hasil panennyapun berlimpah-limpah. Cabai yang juga mendapatkan pupuk organik ini mampu dipanen sampai kisaran 50-60 ton sekali petik di wilayah itu. Ini jauh melampaui rata-rata panen yang biasanya berkisar 20-30 ton sekali petik.
"Cabai ini bisa dipanen saat Ramadan nanti. Jadi jangan takut. Pasar Induk dan daerah lain yang biasa kami suplai tidak akan kekurangan cabai. Kita mampu mencukupi kebutuhan puasa dan lebaran," papar Kirman optimistis yang disambut tepuk tangan beberapa petani lainnya.
"Saya dan teman-teman akan terus bertanam cabai. Dari cabai, saya tidak hanya mampu menyekolahkan dua anak saya hingga universitas. Cabai ini juga menjadi kebanggaan petani karena kami yakin mampu mencukupi kebutuhan nasional," tegasnya menutupi obrolan.
Tepat kiranya Kirman dan petani cabai lainnya berbangga. Menurut prediksi, sekitar 500 hektar lahan cabai di Kulonprogo saja akan dipanen pada Mei - Juni 2018 nanti.
Sekali masa panen, cabai bisa dipetik sekitar 60 kali, dan sekali petik mencapai kisaran 50-60 ton di hamparan ini saja. Sungguh luar biasa. (adv/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pecahkan Rekor! Warga Bakar 35 Ribu Tusuk Sate
Redaktur & Reporter : Natalia