Stephen Green berharap membeli rumah untuk keluarganya, tapi mimpinya saat ini masih jauh untuk bisa terwujud.
Pria asal Melbourne berusia 38 tahun tersebut mengatakan ia dan istrinya, Bronwyn mendapat gaji yang "cukup baik".
BACA JUGA: Sudah Ada Kesepakatan untuk Menerima Lagi Pekerja Asing Untuk Pertanian di Australia
Ia telah menabung selama sepuluh tahun dan bahkan dalam lima terakhir benar-benar menabung ketat dengan jumlah yang banyak.
"Dikatakan kalau generasi kita suka menghabis-habiskan uang, saya rasa tidaklah benar," ujar Stephen.
BACA JUGA: Turki Bebaskan Pengantin ISIS Asal Melbourne Karena Tak Ada Orang Lain yang Mengasuh Anaknya
"Semua yang saya kenal berada di posisi yang sama, mencoba semuanya untuk bisa mengurangi pengeluaran."
Stephen sudah jarang membeli kopi atau jajan makanan, tidak juga keluar rumah di malam hari, serta memilih 'camping' ketimbang liburan naik pesawat.
BACA JUGA: Sopir Ojol Menerima Pendapatan Lebih karena BTS Meal, tetapi Penggemar Khawatir Melihat Kerumunan
Tahun lalu, saat pandemi COVID-19 sempat membuat harga rumah di Australia turun, bisnis milik istrinya terpaksa tutup akibat pembatasan aktivitas.
Suku bunga di Australia diturunkan, membuat biaya cicilan rumah berada di rekor terendah, mendorong warga untuk membeli rumah pertamanya.
Namun saat penghasilan keluarga Stephen kembali normal, harga rumah di Australia malah naik lagi dan uang muka mereka tidak cukup.
"Cukup frustasi melihat generasi kita diminta harus meminjam uang dengan jumlah sangat banyak."
"Tidak mungkin dicapai, jika pun bisa, akan sangat berisiko." Sulit membayangkan punya rumah di Australia
Warga berusia 20 tahunan di Australia tidak cukup yakin jika mereka akan bisa membeli rumah di masa depan, seperti dialami keluarga Stephen Green.
Terutama di kota-kota besar, di mana harga rumah naik secara gila-gilaan, tapi gaji warga tidak cukup tinggi.
Lembaga National Housing Finance and Investment Corporation menemukan angka ketidakterjangkauan beli rumah paling buruk bagi calon pembeli rumah pertama adalah bagi warga di Sydney dan Hobart.
Di Hobart, dari angka yang dikeluarkan lembaga CoreLogic menunjukkan harga rumah telah melonjak 60 persen dalam lima tahun.
Pasar sewa makin kompetitif, yang berarti menemukan perumahan yang terjangkau menjadi sebuah tantangan.
"Ada beberapa orang yang saya kenal yang merasa sangat sulit membayangkan punya rumah di masa depan," kata Tyler Bakes, 25 tahun, yang menyewa sebuah rumah.
Tyler menganggap dirinya beruntung karena mampu bayar sewa rumah, dengan berbagi sebuah rumah tiga kamar tidur bersama dua pasangan lainnya.
Penghasilan mingguan rata-rata di Tasmania masih menjadi yang paling rendah di Australia.
"Itu tentu saja merupakan persepsi di kalangan anak muda di Tasmania, mereka melihat memiliki rumah hanyalah mimpi belaka," kata Tania Hunt dari yayasan Youth Network of Tasmania. Kebanyakan warga tak punya pilihan untuk beli rumah
Kenyataan anak-anak muda di Australia merasa punya rumah adalah impian yang mustahil tidaklah mengejutkan untuk kebanyakan orang Australia.
Survei nasional Australia Talks menemukan 65 persen warga Australia pada umumnya berpikir memiliki rumah bukan lagi kemungkinan yang realistis bagi kebanyakan anak muda Australia.
Angka survei tersebut tercermin dalam kehidupan nyata.
Australian Housing and Urban Research Institute (AHURI) menggunakan data sensus untuk memeriksa tren tersebut.
Walaupun tingkat kepemilikan rumah tetap cukup stabil, yakni 67 persen pada tahun 2016 dibandingkan dengan 68 persen pada tahun 1976, populasi yang menua di Australia menyamarkan perubahan angka tersebut.
Tingkat kepemilikan rumah di antara usia 25 hingga 44 tahun menurun tajam antara 1986 dan 2016.
Akibatnya, peneliti AHURI mengatakan kecil kemungkinannya Australia akan mempertahankan angka kepemilikan rumah pada tingkat saat ini.
Laporan tersebut memperkirakan kepemilikan rumah di antara usia 25 hingga 55 tahun akan menurun menjadi sekitar 50 persen pada tahun 2040.
Ahli ekonomi independen Nicki Hutley mengatakan saat ini ada transfer kekayaan dari orang tua yang memiliki rumah kepada anaknya.
"Tidak ada keraguan sama sekali bahwa 'bank ibu dan ayah' menyebabkan ketidaksetaraan antar generasi," kata Nicki.
"Ada begitu banyak warga yang tidak ada cukup uang untuk masa pensiunnya, apalagi untuk membantu anak-anak mereka. Hanya segelintir orang yang kaya membantu lainnya yang sedikit jumlahnya." Mengapa beli rumah di Australia lebih sulit dari sebelumnya?
Kaum muda milenial berpendapat melonjaknya harga rumah membuat menabung untuk uang muka adalah hal yang sulit.
Peneliti soal keterjangkauan perumahan, Rachel Ong ViforJ setuju dengan pendapat ini.
"Misalnya, tiga atau empat dekade yang lalu, rasio harga rumah terhadap gaji berada di sekitar 3,5," kata Profesor Rachel dari Curtin University ini.
Sekarang, Profesor Rachel mengatakan harga rumah sekitar enam kali lipat dari gaji, bahkan di Sydney rasionya bisa mencapai delapan kali lipat.
"Tentunya menjadi lebih mudah untuk melakukan cicilan rumah. Suku bunga sangat rendah, jadi kebanyakan orang berpikir lebih baik membeli daripada menyewa," kata Nicki.
"Tapi tantangan yang paling besar.... adalah mengumpulkan uang untuk uang muka."
Dengan harga rumah rata-rata di Sydney yang lebih dari AU$1 juta, Nicki memperkirakan bahkan untuk dapat punya uang muka 10 persen dari harga rumah saja butuh waktu sepuluh tahun menabungnya bagi orang-orang bergaji biasa.
Di Melbourne, mimpi Stephen untuk beli rumah tertunda, mereka baru saja menandatangani kontrak baru sewa rumah.
Mereka akan menyewa rumah lagi sampai tahun depan, sebelum menilai kondisi selanjutnya.
Stephen ingin dapat memberikan stabilitas ekonomi kepada anak-anaknya, seperti yang diberikan orangtuanya kepada dirinya.
"Kami berharap 2022 akan menjadi tahun di mana kami masuk pasar properti. Ini saat yang tepat untuk melakukannya, dengan anak-anak mulai sekolah dan kami benar-benar dapat membangun kehidupan yang baik dan mapan di sini," katanya.
Tetapi mengingat butuh hampir satu dekade untuk sampai bisa ke titik ini, dia khawatir dengan generasi mendatang di Australia.
"Saya tentunya berempati dengan generasi selanjutnya, karena tampaknya semakin sulit untuk setiap generasi."
"Generasi sebelumnya hanya disuruh menabung, mengambil cicilan rumah yang wajar dan melunasinya," katanya.
"Saya pikir jenis Australian Dream [mimpi warga Australia punya rumah] seperti ini telah hilang.
Artikel ini diproduksi dan dirangkum oleh Mariah Papadopoulos dari laporannya dalam bahasa Inggris
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kisah Pengungsi Rohingya Mengarungi Lautan Selama 113 Hari