Hampir Setengah Warga Jakarta Tak Punya Rumah Sendiri

Senin, 13 Februari 2017 – 15:35 WIB
Rumah. Ilustrasi Foto: dok.JPNN.com

jpnn.com - jpnn.com - Rumah menjadi barang super mewah bagi warga Jakarta. Bagaimana tidak, saat ini sebanyak 48,91 persen penduduk ibukota tidak mempunyai bangunan atau rumah atau tempat tinggal milik sendiri.

Kalau saja penduduk Jakarta sebanyak 10 juta, berarti ada 4,89 juta warga yang mengontrak atau menyewa tempat tinggal orang lain untuk dijadikan tempat tinggal.

BACA JUGA: Potensi Apartemen di Tangerang Menjanjikan

"Kondisi ini tentu sangat memprihatinkan dan harus segera dicarikan solusinya," ujar Uchok Sky Khadafi Direktur Center Budget Analysis (CBA), Minggu (12/2).

Uchok menilai program rumah susun sewa belum menjadi solusi, karena warga tetap hanya sebagai penyewa bukan pemilik.

BACA JUGA: Surabaya Ketat, Gresik Jadi Alternatif Hunian Baru

"Harusnya ada program kepemilikan rumah supaya masyarakat benar-benar bisa menjadi pemilik rumah sendiri. Walau sekecil apapun kalau itu rumah milik sendiri tentu akan jauh lebih baik daripada hanya menyewa," katanya.

Baru-baru ini Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Suhariyanto, mengungkapkan data sebanyak 48,91 persen penduduk Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta tidak mempunyai bangunan atau rumah atau tempat tinggal milik sendiri.

BACA JUGA: Masyarakat Berpenghasilan Tak Tetap Bisa Ajukan KPR

Kalau saja penduduk Jakarta sebanyak 10 juta, berarti ada 4,89 juta warga yang mengontrak atau menyewa tempat tinggal orang lain untuk dijadikan hunian.

"Sebanyak 48,91 persen penduduk DKI Jakarta tidak mempunyai bangunan atau rumah atau tempat tinggal sendiri," ujar Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto.

Menurut dia, jika dibandingkan antarprovinsi, persentase rumah tangga yang menempati bangunan tempat tinggal milik sendiri cenderung lebih tinggi daripada bukan milik sendiri.

Namun, untuk DKI Jakarta, kata dia, persentase rumah tangga yang menempati bangunan milik sendiri sebanyak 51,09 persen atau hampir berimbang dengan rumah tangga yang menempati bangunan bukan milik sendiri sebanyak 48,91 persen.

"Jadi perbandingannya hampir berimbang antara penduduk yang menempati rumah milik sendiri dengan yang menempati rumah yang bukan milik sendiri," kata dia.

Suhariyanto menuturkan, DKI merupakan provinsi dengan kepadatan penduduk tertinggi di Indonesia. Pasalnya, data BPS terbitan tahun 2016 mencatat kepadatan penduduk di DKI Jakarta mencapai 15.328 jiwa per kilometer persegi (km2).

Hal itu menyebabkan tingginya permintaan akan bangunan tempat tinggal yang kemudian berimbas pada mahalnya harga rumah. "Kondisi inilah yang menyebabkan sebagian penduduk DKI Jakarta tidak mampu untuk memiliki rumah sendiri," ucap dia.

Lebih jauh kata Suhariyanto secara nasional, persentase rumah tangga yang status kepemilikan bangunan tempat tinggalnya milik sendiri secara nasional berada di angka 82,63 persen.

Dia menyatakan, selain DKI Jakarta, masih terdapat 18 provinsi lain yang mempunyai persentase rumah tangga dengan status kepemilikan bangunan tempat tinggal milik sendiri masih berada di bawah angka nasional.

Ketua Komisi D DPRD DKI Iman Satria mengatakan, Pemprov DKI harus bekerja keras menyediakan fasilitas tempat tinggal dengan masih banyaknya warga yang belum memiliki rumah sendiri.

Menurut dia, sudah saatnya Pemprov DKI membangun rumah susun sederhana milik (rusunami), bukan berfokus memperbanyak rumah susun sederhana sewa (rusunawa).

Saat ini banyak korban penggusuran yang sebelumnya tinggal di bantaran sungai direlokasi ke rusunawa. Selain kehilangan tempat tinggal, mereka harus mengeluarkan biaya sewa bulanan yang itu menimbulkan problem baru bagi warga miskin.

"Bagaimana terobosannya, sekarang pemerintah bikin rumah susun tapi statusnya sewa? Rusunami dong bikinnya, jangan rusunawa. Banyakin rusunaminya, rumah susun milik tanpa menghilangkan di mana tempat mereka bekerja. Karena nyari kerja susah lho, apalagi mereka yang sifatnya berdagang," kata Iman.

Ia mengatakan, jika melihat kondisi di lapangan, masih banyak penduduk Jakarta yang perlu mendapatkan bantuan Pemprov DKI dalam hal pemenuhan tempat tinggal. Pasalnya, kehidupan seseorang itu tidak bisa dilepaskan dari rumah yang termasuk kebutuhan utama.

Karena itu, ia menganggap, solusi pendirian rusunawa perlu diubah lantaran hanya semakin memiskinkan penduduk yang hidup dalam keterbatasan.

"Sandang, pangan, papan harusnya kan tanggung jawab pemerintah. Sekarang bagaimana terobosan pemerintah? Okelah gubernur yang lama sudah bikin rumah susun seperti kayak bom waktu. Sekarang bisa tiba-tiba tiga, lima, enam bulan lagi enggak ada yang bisa ngontrak," ujar Iman.

Iman mendorong agar kinerja Dinas Perumahan dan Gedung Pemda DKI Jakarta perlu ditingkatkan lagi. Dia ingin melihat apakah Dinas Perumahan DKI Jakarta memiliki konsep membuat rusun bukan hanya sebatas untuk orang-orang yang terkena gusuran, melainkan membangun karena ingin menempatkan orang secara proposional pada tempatnya.

Dia tidak ingin lagi ada korban gusuran yang direlokasi jauh dari tempat tinggalnya semula. Selain mereka kehilangan pekerjaannya bagi pedagang, pengeluaran bulanan mereka juga terbukti meningkat.

"Solusi ke depannya, seperti yang tadi saya bilang, enggak bisa main gusur-gusur saja tanah orang. Saat ini, bagaimana caranya dia tetap memiliki," tandasnya. (wok)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ekspansi Pelaku E-Commerce Gairahkan Properti


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler