Handry Satriago, Memimpin Perusahaan Kelas Dunia dari Kursi Roda

Bos Termuda yang Suka Mengaku Tak Pernah Sakit

Selasa, 01 Februari 2011 – 07:16 WIB
Handry Satriago saat di ruang kerjanya di lantai dasar Gedung Central Park BRI, Sudirman, Jakarta, pada Jumat (28/1) lalu. Foto: Igna Ardiani/Jawa Pos

Menggantungkan aktivitas pada kursi roda tak menghentikan langkah Handry Satriago mengukir karir hingga ke puncakDalam keterbatasan, dia kini menjadi pemimpin utama perusahaan multinasional kelas dunia. 
-------------------------------------------
IGNA ARDIANI, Jakarta
------------------------------------------
Sejak September 2010, jabatan presiden General Electric (GE) Indonesia berpindah tangan

BACA JUGA: Pia Akbar Nasution, Penerus Jejak Adnan Buyung Nasution

Dari David Utama, tampuk pimpinan itu kini berada dalam genggaman Handry Satriago
Pria kelahiran Pekanbaru itu bukan orang baru di lingkup perusahaan multinasional kelas dunia tersebut.

Sebelumnya, Handry menangani Divisi GE Lighting

BACA JUGA: Kisah Bupati Pacitan yang Hanya Menjabat selama 34 Hari

Terakhir, sebelum jabatan presiden diembannya, Handry merupakan direktur Power Generation GE Energy untuk kawasan Indonesia, Vietnam, Filipina, dan Kamboja.  

Bergabung dengan GE Indonesia sejak 1997, karier pria 41 tahun itu boleh dibilang melesat
Hanya dalam tempo 13 tahun dia sudah menempati kantor presiden GE Indonesia

BACA JUGA: Bebas dari Penjara, Ayin Disambut bak Selebriti

Handry tidak hanya menjadi pemimpin GE Indonesia termuda yang berasal dari dalam negeri, tetapi juga pimpinan pertama yang menggunakan kursi roda.

Sudah 18 tahun mobilitas Handry dibantu kursi rodaJika ditanya penyebabnya, panjang ceritaBanyak orang yang mengidentikkan itu dengan penyakitTetapi, Handry bilang tidakDia sehat, hanya tidak bisa berjalanKarena itu, sebenarnya dia cukup sebal jika harus bepergian dan ditanya-tanya.

"Misalnya, saat di airport, saya ditanya oleh petugas, Bapak sakit apa? Saya bilang nggak sakitKok di kursi roda? Ya saya jawab karena nggak bisa jalanTapi, karena tetap harus menuliskan sakit, akhirnya saya bilang saja saya sakit saraf," ujar Handry, kemudian tertawaebenarnya Handry menggunakan kursi roda bukan karena kakinya sudah tak mampu lagi berdiri maupun berjalanPria keturunan perantau Minang itu masih bisa melakukan keduanyaHanya memang kualitas kakinya menurun sehingga dia hanya mampu berjalan pelan

"Saat kuliah dulu, empat tahun saya pakai kruk," katanyaPersolannya, dia bukan tipikal orang yang senang berjalan santai"Saya benci pelanNggak efektif saja hari-hari sayaMending pakai kursi roda, cepat," tegasnyahwal berkurangnya kemampuan kaki, kata Handry, itu terjadi karena kanker getah bening yang menyerang dirinya saat bangku kelas 2 (XI) SMASemula dia merasakan nyeri di sekitar tulang punggungRasa sakit yang menyiksa itu kemudian diikuti dengan penurunan kekuatan kaki yang makin lama terasa lemas

Hasil pemeriksaan dokter menyebutkan, terdapat kista di sumsum tulang belakangBoleh jadi karena pada 1987 teknologi kedokteran belum semaju sekarang, pemeriksaan patologi anatomi tidak dilakukan dengan benarBegitu kista diangkat, dia langsung dinyatakan sehatNyatanya, tiga bulan sesudah pengangkatan kista itu rasa nyeri muncul lagi, di lokasi yang sama

Setelah dicek kembali, dokter mengatakan tak ada yang anehMungkin rasa nyeri itu terjadi karena rematikNamun, jika rematik, rasa sakit yang dia rasakan terlalu awet, tak mau hilang"Tidur jadi susahTelentang nggak enak, miring nggak enakAkhirnya saya tidur dengan posisi duduk," ujar suami Dinar Putri Sriardani Sambodja tersebut.  

Handry frustrasi, enggan ke dokter karena, menurut dia, tak membawa hasilDia lantas mulai mencoba macam-macam pengobatan alternatif"You name it, mulai yang masuk akal hingga yang tidak masuk akal pernah saya coba," kenangnyaSalah satu yang diingatnya, dia diminta telungkup, sementara punggung ditaburi beras, lantas ayam dilepas untuk mematuki beras itu

Setelah itu, ayam disembelih, kemudian diperlihatkan bagian punggung si ayam yang menghitam"Katanya, penyakit saya sudah ditransfer ke ayam," katanya, lantas tertawa lebarLantaran tak mendapatkan pengobatan yang benar, kondisi kakinya kian lemahHandry pun kembali ke rumah sakitHingga akhirnya, dia bertemu dengan seorang ahli onkologi dan hematologi yang menyarankan untuk menjajal teknologi CT scan"Saya termasuk pengguna mesin CT scan pertama waktu itu," ujar alumnus Institut Pertanian Bogor tersebut

Dari hasil pemindaian diketahui adanya kanker di tulang belakangKanker itu menekan sumsum tulang belakang dan telah mengenai sarafMelalui operasi, kanker itu dibuangTetapi, karena telanjur merusak saraf, kemampuan kakinya tidak bisa kembali seperti semulaDokter memang tidak mengatakan stadium kanker yang diidap HandryYang jelas, kanker itu tergolong kanker getah bening yang sangat ganas dan juga amat mungkin kambuh kembaliItu memang terjadiPada 1994, di bawah lapisan perut kiri Handry tumbuh benjolan besar

"Saya sedang skripsi waktu ituDokter menyarankan saya untuk menuntaskan skripsi sebelum operasiSebab, setelah operasi, saya harus menjalani kemoterapi," ujar mahasiswa teladan nasional 1993 ituSetelah 8 bulan kemoterapi, hingga sekarang kanker tak mengunjungi dia lagi

Sebenarnya Handry tidak terlalu suka diulik-ulik soal penyakitnyaNamun, begitu menuntaskan promosi doktor dalam bidang ilmu manajemen stratejik di Universitas Indonesia dan waktu bersamaan naik jabatan menjadi presiden GE Indonesia, mau tidak mau, dia harus siap diekspos mediaPertanyaan seputar kursi roda pasti akan muncul juga

Jauh dari perkiraannya, kisah hidupnya itu banyak mendapat feedback positifTak sedikit pembaca yang mengaku terinspirasiPemikirannya mulai berubah"Mungkin ini adalah bagian dari usaha yang harus saya lakukan agar menjadi berguna," ungkap putra tunggal pasangan Djahar Indra danYumalis Indra ituDulu Handry berkeyakinan kuat kemampuan kakinya akan kembali lagiDia pun rajin menjalani sesi fisioterapiKenyataannya, kemampuan kakinya sudah maksimal, hanya mampu berjalan pelanLama-lama dia pasrahPenyandang dua cum laude itu tak merasa menyesal

Sebab, cobaan tersebut dirasa sudah memberikan lebih banyak daripada yang diambil darinya"Saya bisa lebih termotivasi, bisa bertemu dengan banyak orangJika saya normal, mungkin saja sekarang saya tinggal di hutan," ungkap Handry, lantas tertawa.

Meski dalam keterbatasan, penghobi baca itu cukup mandiriHandry tak menyewa asisten khusus untuk membantu mobilitasnyaDia lebih suka melakukan sendiriDia percaya bahwa pada dasarnya semua orang baik dan pasti mau membantu"Jika ada yang perlu dibantu, ya dibantuJika tidak, ya saya melakukan sendiri," katanya.   

Berbicara mengenai jabatan barunya sebagai pimpinan tertinggi di GE Indonesia, Handry tak menganggap itu sebagai puncak karirMasih ada banyak hal yang ingin dilakukan."Saya ingin menjadi guru," katanyaKarena alasan itu juga, Handry kembali ke bangku kuliah dan menempuh pendidikan doktor"I feel alive ketika saya berada di kelas," tegasnya. 

Harapannya, setelah menuntaskan tugasnya di GE, Handry bertekad akan memenuhi panggilan hatinya"Sebenarnya semakin bisa ngajarin yang lebih basic semakin senangCuma, saya belum mempunyai  kesempatan untuk mengajar di SD, SMP, atau SMA," ujar Handry(*/c4/iro)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Begitu Bebas, Artalyta Buang Pakaian Dalam ke Laut


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler