jpnn.com - HANIF Thamrin, anak muda asal Payakumbuh, Sumbar, bekerja di Manchester City: klub sepakbola ternama. Hanif baru saja meluncurkan buku “Pemburu di Manchester Biru”. Seperti apa sosoknya?
Fajar Rillah Vesky—Payakumbuh
BACA JUGA: Alhamdulillah, e-Warung Bikin Transaksi Gampang dan Bebas Antre
Lama bermukim di Inggris, tidak membuat Hanif Thamrin kagok berbahasa Minang. “Ambo Hanif Da. Anak mandiang Pak Thamrin Manan. (Saya Hanif Bang. Putra mendiang Thamrin Manan, red),” kata Hanif dengan dialek khas Payakumbuh kepada Padang Ekspres (Jawa Pos Group), belum lama ini.
Thamrin Manan yang dimaksud Hanif adalah mantan ketua Pengadian Negeri Jambi yang banting stir menjadi advokad dan politisi. Semasa hidupnya, Thamrin ikut mendirikan Yarsi Sumbar yang menaungi Rumah Sakit Ibnu Sina. Thamrin juga tercatat sebagai pendiri YPI Raudhatul Jannah Payakumbuh yang mengelola TK, SD, SMP, dan SMA.
BACA JUGA: KISAH HEROIK! Portugis, Spanyol dan Belanda Mati-matian Merebut Barnavel
Hanif lahir dari pernikahan Thamrin Manan dengan Hj Erlaini, pada 31 Maret 1986, merupakan sosok yang amah pada semua orang. Sekali pun baru dikenalnya.
“Saya sudah dua tahun bekerja di Manchester City. Di sana, banyak suka-dukanya,” ujar Hanif yang sedang berada di Payakumbuh, Sumbar. Hanif pulang kampung untuk menghadiri bedah bukunya di Taman Wisata Ngalau Indah.
BACA JUGA: Chano, Bocah asal Ende Harumkan Indonesia di Kancah Dunia
Buku berjudul “Pemburu di Manchester Biru” itu diterbitkan Gramedia Pustaka Utama, Juli lalu. Buku setebal 152 halaman ini, berisi pengalaman Hanif sebagai satu-satunya orang Indonesia yang bekerja di Manchester City.
Di klub sepakbola terkaya keenam dunia versi Deloitte Money League 2016 tersebut, Hanif berperan bukan seperti Sergio Aguero, David Silva, atau Kevin de Bruyne yang setiap hari berlatih bareng Yaya Toure dan Pep Guardiola. Sebaliknya, Hanif bekerja di City sebagai tim media.
Jamak diketahui, klub-klub profesional di dunia, tidak hanya memiliki stadion sepakbola nan megah dan akademi sepakbola yang kuat. Tapi, juga punya tim media yang hebat. Tim media inilah yang mengurus segala tetek bengek pemberitaan tim. Peran itulah yang dimainkan Hanif setiap harinya di Manchester City.
Di klub sepakbola milik Syeikh Mansour, milioner dari Uni Emirat Arab tersebut, Hanif dipercaya sebagai produser konten berita international. Ia bertanggung jawab menyalin dan menerjemahkan konten berita dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia.
Di samping itu, Hanif menulis konten berita untuk MCFC Situs Web dan aplikasi mobile. Hanif juga mengembangkan keterlibatan berita lewat media sosial dan menghasilkan acara TV bulanan untuk CityTV (stasiun televisi milik Manchester City).
Segala pekerjaan Hanif tentu tidaklah mudah. Menuntut profesionalitas dan dedikasi. Maka, tak heran seorang ‘Chappy’ Les Chapman, presenter CityTV yang biasa memandu lagu Manchester City, menyebut Hanif sebagai sosok pria yang benar.
“Saya mendapat kehormatan dan kesenangan bekerja dengan dia di Manchester City. Saya masih merindukan persahabatan dan kebahagiaan yang disediakan untuk semua pada Manchester,” tulis Chappy, dalam testimoni “Pemburu di Manchester Biru”.
Pernah jadi Tukang Cuci
Sebelum bekerja di Manchester City, Hanif sempat bekerja sebagai tukang cuci mobil di London, bersama dua saudara asal Bulgaria. Bukan cuma itu, Hanif yang merupakan saudara sepupu Wali Kota Payakumbuh Riza Falepi Dt Rajo Ka Ampek Suku, pernah pula menjadi kuli angkut.
“Saya juga pernah bekerja sebagai sales dari rumah ke rumah, pelayan restoran, hingga kasir. Pokoknya, berbagai pekerjaan saya lakukan, agar bisa kuliah dan menjadi jurnalis di Inggris,” kata Hanif yang merupakan adik kandung Yori O Thamrin, Dirjen Asia-Pasifik, Kementerian Luar Negeri Indonesia.
Di Inggris, Hanif kuliah di Goldsmiths, University of London. Sambil kuliah, ia mengirim puluhan surat lamaran kerja. Dan puluhan surat itu kembali dengan berita penolakan. Hingga akhirnya, ia dapat kesempatan magang di BBC (British Broadcasting Corporation), London.
Saat mulai mantap bekerja di stasiun televisi dan radio Britania Raya itu, datanglah kesempatan menjadi jurnalis di Manchester City Football Club. Dengan berat hati, Hanif pun meninggalkan London. Pindah ke Manchester yang cuacanya dingin.
Awal bekerja di Manchester City, tidaklah mudah bagi Hanif. Tak ada yang mengajaknya bicara. Tak ada yang mau duduk bersama saat makan siang tiba. Maklum, tim media Manchester City yang didominasi orang Inggris, tidak seperti orang Spanyol atau Brasil. Mereka butuh waktu untuk terbuka, apalagi dekat dengan orang asing.
“Butuh waktu berbulan-bulan bagi saya, untuk bisa beradaptasi dengan orang-orang Inggris. Mereka baru mau terbuka dengan saya, setelah kami mengikuti kuis yang digelar dalam sebuah acara amal bersama Manuel Pellegrini (eks Manajer Manchester City),” kenang Hanif.
Berbicara tentang Pellegrini, Hanif rupanya punya kesan tersendiri dengan mantan pelatih Real Madrid yang berasal dari Chili itu. Menurut Hanif, Pellegrini yang bernama asli Manuel Luis Pellegrini Ripamonti adalah sosok manajer sepakbola yang tak banyak basa-basi. Pellegrini sangat dingin, pintar, dan berwibawa.
Menurut Hanif, tidak mudah untuk bisa dekat dengan Pellegrini. Ia selalu jaga jarak dengan semua orang. Meski begitu, Hanif mengaku kagum dengan ketegasannya. Begitu pula dengan cara ia menjawab rumor transfer pemain dan potensi Guardiola mengantikannya.
“Ia tak pernah terpancing menanggapi isu tak penting. Meskipun, Januari lalu rumor yang ditanya wartawan terbukti. Klub resmi mengumumkan kedatangan Pep Guardiola. Sebuah skenario yang telah diprediksi semua orang di dunia sepakbola,” kata Hanif Thamrin.
Rahasia Transfer Pemain
Tidak hanya terkesan dengan Pellegrini, Hanif punya bergudang cerita, tentang proses rekruitmen pemain di Manchester City. “Pada musim panas 2015 lalu, saya berkesempatan menyaksikan dengan mata kepala sendiri, proses rekruitmen sejumlah pemain baru City,” kata Hanif.
Di antara pemain Manchester City yang disaksikan Hanif proses rekruitmennya adalah Rahem Sterling, Nicolas Otamendi, Fabian Delph, dan Kevin de Bruyne. “Tiga minggu sebelum mereka diumumkan bergabung dengan tim, kami sudah dapat informasi dari manajemen. Tapi kami tidak boleh membocorkan, karena sangat rahasia sekali,” ujar Hanif.
Dia menuturkan, proses transfer Rahem Sterling ke Manchester City diwarnai banyak drama. Dimulai dari pernyataan agennya yang menyebut Sterling tidak akan memperpanjang kontrak dengan Liverpool. Sampai pemain sayap timnas Ingris itu mangkir di sesi latihan pramusim The Reds.
“Sterling ditransfer City dari Liverpool dengan mahar 49 juta poundsterling. Perekrutan Sterling adalah jawaban dari analisa kebutuhan pemaian klub di akhir musim. Saya menaruh respek kepada Sterling. Walau publik Ingris berpendapat lain dan selalu mencacinya saat ia bermain di laga tandang,” tutur Hanif.
Berbeda dengan Sterling, tukuk Hanif, proses transfer Nicolas Otamendi lebih menegangkan. Karena, saat perpindahannya diumumkan Manchester City, Nicolas yang berasal dari Argentina dan pernah bermain untuk Valencia, sama sekali belum mendapatkan visa kerja di Inggris.
“Kalau proses transfer Fabian Delph dari Aston Villa ke City, lain lagi ceritanya. Saat tim sudah bersiap mengumumkan namanya, Fabian bikin kejutan. Di situs resmi Aston Villa dia menyatakan akan bertahan. Dua hari kemudian, baru menyebut bergabung dengan City. Rupanya tak cuma ABG yang galau, pemain bola juga bisa mengalaminya,” ujar Hanif.
Bukan Idolakan City
Menariknya, meski punya banyak cerita tentang manajer dan pemain utama Manchester City, tapi Hanif sendiri tidak mengidolakan klub tersebut. Sebaliknya, Hanif tergila-gila dengan Juventus. Ini diakuinya kepada Padang Ekspres.
“Saya seorang Juventini (penggemar Juventus). Jika Juve kalah, seminggu penuh saya menghindari membaca berita bola. Jika Juve menang, sepanjang minggu tak ada yang bisa merusak hari saya. Fakta ini tak perlu ditutupi hanya karena saya bekerja di City. Bahkan kebanyakan manajer di City, bukanlah pendukung The Citizens. Bagaimanapun kami adalah profesional,” ujar Hanif Thamrin, apa adanya.
Saking tergila-gilanya dengan Juventus, saat berlangsung undian grup Liga Champions 2015/2016, Hanif cuma punya satu doa dalam hatinya. Doa Hanif adalah semoga City berada satu grup dengan Juventus. Sehingga saat meliput di Etihad Stadium (stadion Manchester City), Hanif yang punya akses masuk ke stadion tersebut, bisa bertemu dengan Gianluigi Buffon, kapten Juventus yang diidolakanya.
Rupanya, doa Hanif terkabulkan. Dalam liga Champions 2015/2016, Juventus memang satu grup dengan City. Pada 14 September 2015 lalu atau sehari sebelum Juventus melawat ke Etihad Stadium untuk laga pembuka grup, Hanif tidak hanya hanya bertemu dengan Buffon di ruang konfrensi pers. Tapi juga sempat berbincang-bicang dengan kiper kawakan di dunia tersebut.
“Ada tiga orang yang saya idolakan di Juventus. Selain Alesandro del Piero dan Pavel Nedved adalah Buffon. Bertemu Buffon, bagi saya lebih mengesankan. Saya langsung minta selfie dengannya, walau saat itu di Etihad Stadium juga ada Allegri, Andrea Pirlo, Arturo Vidal dan Carlos Tevez,” kenang Hanif.
Nyalakan Indonesia di Inggris
Walau hari-hari lebih banyak dihabiskan meliput Liga Inggris dan Liga Champions. Namun, Hanif Thamrin tetap menaruh perhatian terhadap perkembangan sepakbola Tanah Air. Bahkan, dia mengaku kecewa dengan kesemrawutan sepakbola kita.
Hanif menuturkan, akhir musim 2014/2015 Manchester City yang tidak memenangkan satu gelar pun akibat cedera panjang Aquero dan Vincent Kompany, pernah menjadwalkan tur ke Indonesia. “Saat itu, sudah 95 persen positif City akan tur pra musim ke Tanah Air. Gelora Bung Karno sudah diinspeksi, hotel telah dipesan, bahkan manajemen sudah menginstruksikan saya bersiap-siap ikut dalam tur City jika jadi terbang ke Jakarta,” kata Hanif.
Setelah mengikuti tiga kali meeting persiapan tur ke Jakarta, Hanif mendapat kabar buruk. City batal ke Jakarta. Penyebab utamanya pembekuan PSSI. Hal ini memperumit segala perizinan. Hanif sangat terpukul. Terlebih, sudah hampir setahun jauh dari rumah. Berkesempatan pulang dan terbang bersama tim bertabur bintang, sudah mengiasi angan-angannya.
“Semua itu lenyap, karena semrawutnya sepakbola di Indonesia. Padahal, tim-tim eropa sudah mulai berdatangan ke Tanah Air dan mempertimbangkan pasar Indonesia sebagai posisi penting di Asia. Sayang, para pemegang keputusan terlalu sibuk dengan urusan masing-masing, hingga mengorbankan masa depan sepakbola kita,” ujar Hanif.
Dalam kondisi kecewa pasca-batalnya tur Manchester City ke Jakarta itu, Hanif meluapkan kecintaannya akan Indonesia dengan menggagas program berbahasa Indonesia di CityTV. Program itu diluncurkan televisi milik Manchester City itu pada 14 Agustus 2015 atau menjelang HUT ke-70 RI.
Menurut Hanif, bahasa Indonesia adalah bahasa pertama di luar bahasa Inggris yang memiliki program sendiri di CityTV. Bukan bahasa China, Perancis, bukan Spanyol, Rusia, Hongkong, Thailand, Saudi Arabia, Portugal, Koreal Selatan, dan pastinya bukan Malaysia, tetapi Indonesia.
“Mungkin bagi orang ini biasa, tapi bagi saya istimewa. Karena, sampai saat ini belum ada program TV resmi berbahasa Indonesia di klub Premier League lainnya. Manchester United? Tidak. Chelsea? Tidak. Arsenal? Tidak. Liverpol? Tidak. Program televisi resmi berbahasa Indonesia juga tidak ada di klub luar Inggris. Bahkan, Inter Milan yang dimiliki orang Indonesia pun tidak memilikinya,” ulas Hanif Thamrin. (***)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Salut si Penjaga Hutan, Tidak Dapat Gaji, Nyawa Jadi Taruhan
Redaktur : Tim Redaksi