JAKARTA - Sejumlah aktivis lembaga swadaya masyarakat yang tergabung dalam Koalisi Pemantau Peradilan (KPP) menilai mayoritas calon anggota Komisi Yudisial (KY) tidak bersihDari 40 orang hasil seleksi makalah, hanya 12 orang yang relatif bersih
BACA JUGA: Sehat, Kapolri Ngantor Hari Ini
Sedangkan sisanya memiliki rekam jejak yang buruk.Manajer Pusat Informasi Antikorupsi Transparency International Indonesia (TII) Ilham Saenong mengatakan, 12 orang tersebut sebagian besar dari kalangan akademisi
BACA JUGA: Demokrat Siap Tentukan Pilihan
Namun, apakah mereka berintegritas dan berkomitmen, itu yang belum teruji karena selama ini mereka hanya berada di lingkungan akademik," kata Ilham saat memaparkan hasil investigasi terhadap para calon anggota KY di sekretariat ICW di Kalibata, Jakarta Selatan, kemarin (29/8).28 orang lainnya, kata Ilham, memiliki beragam persoalan
Siapa saja 12 orang tersebut? Ilham menggeleng
BACA JUGA: Jangan Sampai Ada Intervensi
KPP sepakat untuk tidak membeberkannyaSebab, hari ini rencananya hasil penelusuran rekam jejak tersebut akan dibicarakan bersama Panitia Seleksi (Pansel) KYNamun, dia menyebut bahwa sejumlah nama calon populer tidak termasuk dalam daftar 12 orang bersih ituYakni, dua "incumbent" Chatamarrasyid Ais dan Soekotjo Soeparto plus hakim agung Abbas Said."Kami sudah sepakat mengatakan tidak kepada pimpinan KY yang sekarangMereka tidak perform, tak ada gebrakan, nilai tawar kepada Mahkamah Agung juga sangat rendah," timpal peneliti hukum ICW Donal Fariz.
Dalam kasus hakim Muhtadi Asnun, misalnyaKata Donal, KY kalah cepat dengan MA memanggil hakim yang didakwa menerima suap dari tersangka makelar pajak Gayus Tambunan tersebutAkibatnya, Asnun lolos dari jerat sidang etik Majelis Kehormatan Hakim (MKH)"Lagi pula, gebrakan mereka juga baru belakangan iniSebelumnya, kita jarang mendengar," ujarnya.
Kata Ilham, rekam jejak Abbas Said sebagai hakim agung juga dipertanyakanDia dinilai memiliki tafsir hukum yang melindungi koruptorAbbas pernah berbeda pendapat soal pengajuan permohonan Peninjauan Kembali (PK)Dalam KUHAP, PK harus dimohonkan langsung oleh terpidanaItu agar terpidana tak bisa mengajukannya dari tempat persembunyian atau dari luar negeriSehingga bila PK ditolak, mereka langsung bisa dieksekusi.
Namun, Abbas berpendapat bahwa PK bisa diajukan dari luar negeri kendati negara tersebut tak memiliki perjanjian ekstradisi dengan IndonesiaPemikiran Abbas tersebut terungkap saat mengajukan dissenting opinion dalam putusan PK terpidana korupsi pengadaan alat-alat balai latihan kerja Taswin Zein Maret lalu(aga)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Status dan Masa Jabatan, DPR Belum Kompak
Redaktur : Tim Redaksi