JAKARTA -- Saat ini, perkembangan ilmu pengetahuan merupakan faktor yang menentukan daya saing bangsa dalam kompetisi globalPerkembangan ilmu pendidikan, ditandai makin giatnya penelitian ilmiah dilakukan oleh kaum terdidik perguruan tinggi
BACA JUGA: Hindari Jenuh, Usul Sekolah 5 Hari
Salah satu indikatornya, munculnya jurnal-jurnal ilmiah di lingkungan akademisi, peneliti, dan profesionalSejalan dengan pentingnya peranan jurnal ilmiah, Kementerian Pendidikan Nasional melakukan proses akreditasi penerbitan jurnal
BACA JUGA: Kebijakan soal Guru Perlu Desain Ulang
Sayangnya, sampai sekarang baru ada lima persen jurnal ilmiah yang masuk kategori akreditasi nasionalBACA JUGA: Bantah Diskriminasi Sekolah Swasta
Untuk memperkuat budaya penelitian dan menegakkan etika intelektual, Prasetiya Mulya Business School (PMBS) menggelar seminar dan lokakarya yang dilakukan selama dua hari, 25-26 November 2010, di gedung PMBS yang ada di Cilandak, Jakarta SelatanDalam seminar yang dilaksanakan secara cuma-cuma itu, dihadirkan pembicara berkompeten yang telah makan asam garam di bidang penerbitan jurnal ilmiah
Mendapuk tagline acara ’’Peranan strategis jurnal ilmiah dalam membangun daya saing bangsa,’’ PMBS berharap acara ini akan meningkatkan kualitas jurnal ilmiah lokal, sehingga pendidikan nasional meningkat, dan Indonesia memiliki daya saing lebih besar di antara negara maju.
ProfDjoko Wintoro, PhD salah satu pembicara di seminar itu menjelaskan, agar kualitas jurnal ilmiah meningkat, para peneliti kita diharamkan untuk bersikap malasArtinya, jangan sampai tidak mau membaca jurnal-jurnal lain, sebelum menulis hasil temuannya dalam jurnal baruJangan sampai, mengaku telah menemukan penelitian baru, padahal konsep yang sama telah ditemukan orang lain.
Djoko yang menjabat Direktur Riset PMBS mengatakan, ”Sebagai peniliti Anda juga jangan cepat putus asaJika tulisan kita ditolak oleh sebuah jurnal, coba tawarkan ke penerbit jurnal lainPenolakan adalah hal biasa, asalkan dari penolakan itu, kita mendapat input dari editor jurnal bersangkutanPercayalah, jika input tersebut kita ikuti, suatu saat nanti kualitas tulisan kita meningkat.”
Pembicara lain, ProfMA Rifai PhD, yang menjabat pembina Jurnal Nasional - DP2M Dikti mengakui, rata-rata jurnal ilmiah di Indonesia belum dikelola profesionalMakanya wajar, banyak jurnal ilmiah yang timbul tenggelamTentang hal ini, ia berpendapat ada dua hal yang mempengaruhinyaPertama, apakah penyumbang tulisannya berkualitas? Kedua, apakah penyunting jurnalnya juga bagus?
Sementara ProfDrAlois A Nugroho, yang hadir untuk membicarakan tema Etika Intelektual dan Plagiarisme di Indonesia secara terbuka mengatakan, tingkat penjiplakan tulisan ilmiah cukup tinggiDan ironisnya, cara kita melacak ada atau tidaknya penjiplakan amat sulitKarenanya, diharapkan ketelitian para penulis jurnalKarena pada kasus-kasus tertentu, bisa jadi sebuah plagiarisme terjadi tanpa sadar.
“Lalu apa batasannya, sebuah karya ilmiah dikatakan menjiplak atau tidak, jika ide tulisannya sama, dan rujukannya sama?” demikian tanya seorang peserta seminar dalam sesi tanya jawabDengan bijak, Alois menjawab, “Jika yang bersangkutan telah mengutip sama persis, bahkan sampai ke tingkat terjemahanMaka itu plagiator.”
Meski berformat seminar ilmiah, dan punya kesan serius, namun dalam sesi tanya jawab, interaksi penanya dan yang ditanya terasa cukup cairSebab ProfIgnes G Sidik, DBA yang menjadi moderator, dengan lentur dapat menimpali semua jawaban dari para pembicara dengan guyonan segar
Seminar ini dihariri akademisi, penulis, peneliti, dan pengelola jurnal ilmiahTidak hanya datang dari Jakarta atau pulau Jawa, banyak pula peserta seminar yang terbang dari Sumatra, di antaranya dari Padang, Lampung, dan Aceh(ibl)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Guru Dituntut Tingkatkan Profesionalitas
Redaktur : Tim Redaksi