Harga Batu Bara Turun, Pengusaha Sulit Tidur Nyenyak

Kamis, 08 Agustus 2019 – 01:18 WIB
Ilustrasi tambang batu bara. Foto: Kaltim Post/JPNN

jpnn.com, BALIKPAPAN - Nilai tukar rupiah yang terus menguat ternyata belum berimbas positif terhadap harga batu bara.

Harga batu bara justru menurun ketika rupiah menguat. Saat ini harga batu bara mencapai USD 81,48 per metrik ton.

BACA JUGA: Sidang Sengketa Hasil Pilpres 2019 Aman, IHSG dan Rupiah Menguat

Berdasarkan tren sejak 2011, harga batu bara tertinggi masih berada pada Februari 2018 yang mencapai USD 127 per metrik ton, sedangkan terendah mencapai USD 50,92 per metrik ton.

BACA JUGA: Produksi Batu Bara Diprediksi Menurun

BACA JUGA: Rupiah Tertekan Sentimen Global dan Lokal

Sekretaris Asosiasi Pengusaha Batu Bara Samarinda (APBS) Umar Vatarusi mengatakan, harga tersebut juga untuk batu bara yang premium dengan gross air received (GAR) 6.000.

Sementara itu, untuk GAR rendah seperti 3.400 harganya hanya USD 21 per metrik ton.

BACA JUGA: Rupiah Stabil, Pengusaha Pede Susun Perencanaan Bisnis

“Jadi, sekarang harga batu bara memang sedang rendah, terutama untuk batu bara low range. Masih sangat sulit dan keuntungannya tipis,” ujarnya kepada Kaltim Post, Senin (5/8).

Dia menjelaskan, dilema harga yang dialami batu bara GAR rendah memang membuat pengusaha kesulitan.

Apalagi batu bara dengan GAR rendah tidak bisa dipakai untuk menyuplai kebutuhan lokal.

Pasalnya, kebutuhan lokal menggunakan GAR medium, yaitu 4.200-5.000.

“Saat ini para pengusaha harus memutar otak agar mendapat keuntungan, yang terpenting karyawan bisa gajian,” ungkapnya.

Menurut Umar, beberapa regulasi masih membuat para pengusaha batu bara kesulitan.

Misalnya, pembatasan domestic market obligation (DMO). Menurut dia, seharusnya ada kebijakan untuk batu bara kualitas rendah yang tidak bisa dikonsumsi dalam negeri agar diberikan kebebasan ekspor.

“Agar kami juga bisa bersaing meskipun dengan batu bara GAR rendah tersebut,” tuturnya.

Dia menjelaskan, sebenarnya harga USD 50 per metrik ton saja sudah bisa untuk memenuhi biaya produksi.

Akan tetapi, soal harga memang masih variatif. Sebab, ada perhitungan stripping ratio dengan masing-masing kualitas batu bara punya perhitungan sendiri.

“Belum lagi sulitnya ekspansi pasar untuk ekspor batu bara Kaltim,” katanya.

Dia mengatakan, sudah ada beberapa negara saingan Indonesia yang saat ini menjadi produsen dan eksportir batu bara.

Di sisi lain, pasar ekspor batu bara Kaltim seperti India hampir tidak mengimpor batu bara lagi dari Indonesia. Pasar ekspor terbesar Kaltim saat ini hanya Tiongkok.

“Harga yang melemah, rupiah yang terus menguat, dan ditambah regulasi yang menyulitkan penambang cukup membuat para pengusaha sulit tidur nyenyak saat ini,” pungkasnya. (ctr/tom/k15)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Prediksi Nilai Tukar Rupiah Hingga Akhir Februari


Redaktur & Reporter : Ragil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler