Harga CPO Kian Mengkhawatirkan

Rabu, 24 Juli 2019 – 01:30 WIB
Ilustrasi kelapa sawit. Foto: Kaltim Post/JPNN

jpnn.com, BALIKPAPAN - Harga minyak mentah kelapa sawit (crude palm oil/CPO) di pasar internasional dan domestik terus mengalami penurunan.

Secara tahunan, harga CPO mengalami kontraksi masing-masing sebesar minus 16,92 persen (year on year/yoy) dan minus 18,31 persen (yoy).

BACA JUGA: Stok Hewan Kurban Lebih Dari Cukup

Hal itu disebabkan masih adanya pembatasan penggunaan minyak kelapa sawit di Uni Eropa (UE).

BACA JUGA: Modus Jahat Pemuda Ajak Siswi SMP ke Kebun Sawit

BACA JUGA: Kontribusi Migas Belum Maksimal

Kebijakan UE itu menyebabkan pangsa pasar CPO global menjadi terbatas di tengah masih terjaganya pasokan.

Akibatnya, pada Juni 2019, Dinas Perkebunan Kaltim mencatat, harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit berada di level Rp 1.197 per kilogram.

BACA JUGA: 10 Perusahaan Kaltim Segera Masuk Pasar Modal

Angka tersebut turun dibandingkan bulan sebelumnya yang mencapai Rp 1.236 per kilogram.

Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Kaltim Muhammad Sjah Djafar khawatir penurunan harga kelapa sawit berpengaruh besar terhadap ekonomi Kalimantan Timur.

“Penurunan ini akibat tantangan dari eksternal,” katanya, Senin (22/7).

Penurunan juga terjadi pada pertumbuhan nilai ekspor CPO yang mengalami perlambatan dari 58,85 persen (yoy) pada awal tahun menjadi 53,77 persen (yoy) saat ini.

Padahal pada triwulan pertama tahun ini ekspor CPO Kaltim sudah tumbuh 57,42 persen (yoy) dibandingkan triwulan IV 2018.

Dia menjelaskan, UE menyatakan bahwa perkebunan kelapa sawit akan mempercepat proses deforestasi dan merusak lingkungan.

Aksi menentang produk-produk berbasis kelapa sawit merupakan upaya mereka untuk melindungi produk minyak nabati UE yang berbasis rapeseed dan sunflower seed.

Terbaru, UE mengusulkan penerapan kebijakan renewable energy directive (RED II).

“Sebenarnya yang ditentang olahan hasil industri turunan CPO seperti biodiesel. Karena Kaltim masih mengekspor CPO, dampaknya belum terlalu besar untuk ekspor kita,” ungkapnya.

Namun, untuk kinerja ekspor secara menyeluruh pasti terasa. Sebab, harga CPO terus anjlok yang akan dirasakan hingga penurunan TBS kelapa sawit.

Penurunan secara pemasukan akan terasa, baik dari petani maupun pelaku usaha ekspor CPO.

Pemerintah harus melakukan gerakan agar kampanye tersebut tidak berlangsung dalam jangka panjang. Apalagi untuk daerah yang sudah memiliki industri turunan kelapa sawit.

“Kalau kampanye negatif terus berlangsung, harga CPO domestik maupun internasional akan terus anjlok,” pungkasnya.

Analis Central Capital Futures Wahyu Tribowo Laksono mengatakan, harga CPO melemah lantaran ekspor minyak sawit ke Eropa masih teradang kampanye hitam.

Uni Eropa menyebut ladang CPO di Indonesia ilegal dan menyebabkan pemanasan global.

Selanjutnya, katalis datang dari pertemuan AS-Tiongkok dalam agenda KTT G20 di Osaka, Jepang.

Jika pertumbuhan ekonomi Tiongkok bakal membaik, ada harapan ekspor CPO bertumbuh. Pun sebaliknya.

“Terlalu banyak tekanan jadi saat komoditas lain rebound, minyak sawit malah melemah,” kata Wahyu. (ctr/ndu2/k18)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Rasio Kredit Macet Meningkat


Redaktur & Reporter : Ragil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler