jpnn.com - JAKARTA - Pemerintah belum bisa menekan harga properti di kawasan industri untuk mendongkrak daya saing produk nasional. Penyebabnya, di antara 30 ribu hektare lahan kawasan industri saat ini, hanya 6 persen yang dikuasai BUMN.
"Mayoritas kawasan industri dikuasai swasta. Itu menyulitkan untuk bisa campur tangan dalam mendongkrak daya saing kawasan industri," ujar Dirjen Pengembangan dan Perwilayahan Industri Kementerian Perindustrian Deddy Mulyadi Senin (28/10).
BACA JUGA: Kawasan Industri BUMN Minim
Hal itu berbeda dengan kondisi di negara lain yang pemerintahnya memiliki lebih dari separo total lahan kawasan industri. Dengan begitu, harga properti di kawasan industri bisa dijaga agar tidak terlalu tinggi sehingga banyak pengusaha yang mau merelokasi pabriknya. "Di negara lain rata-rata kepemilikan pemerintah hampir 85 persen dari total lahan," tuturnya.
Di Indonesia, beberapa kawasan industri yang dimiliki pemerintah, antara lain, Pulogadung (Jakarta), Makassar, Semarang, dan Cilacap. Namun, di beberapa daerah lain banyak yang dimiliki swasta sehingga harganya tinggi. "Kalau kita ingin punya daya saing yang bagus, pemerintah harus lebih banyak menyediakan kawasan industri," tambahnya.
BACA JUGA: Tidak untuk Beli Saham Inalum
Dia menambahkan, kalahnya daya saing kawasan industri di Indonesia disebabkan upah buruh yang tinggi serta harga lahan yang terus melambung. "Masalah infrastruktur itu nomor sekianlah. Yang pertama itu masalah harga lahan yang terlalu mahal, juga UMR. Kita kalah dibandingkan Malaysia dan Thailand."
Di Bekasi atau Karawang, harga tanah dibanderol USD 191 per meter. Angka itu lebih mahal jika dibandingkan dengan Bangkok, Thailand, yang USD 119 per meter.
BACA JUGA: Penerimaan Seret, Belanja Macet
Sedangkan di Manila, Filipina, hanya USD 102 per meter dan di Guangzhou, Tiongkok, hanya USD 95 per meter. "Harga tanah industri di sini hampir sama dengan Singapura berkisar USD 189-USD 651 per meter," pungkasnya. (wir/c6/oki)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Baru Tambah 13 ribu Investor Saham
Redaktur : Tim Redaksi