jpnn.com, JAKARTA - Harga minyak anjlok pada akhir perdagangan Kamis (Jumat pagi WIB) dipicu kekhawatiran meluasnya konflik Timur Tengah dan juga permintaan AS yang menunjukkan tanda-tanda melemah.
Minyak mentah berjangka Brent turun 2,2 dolar AS atau 2,44 persen ke posisi 87,93 dolar AS per barel.
BACA JUGA: Harga Minyak Dunia Ambrol, Analis Bilang Begini
Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) melemah 2,18 dolar AS atau 2,55 persen menjadi 83,21 dolar AS per barel.
Harga minyak baru-baru ini terdongkrak oleh kekhawatiran akan dampak yang mempengaruhi pasokan minyak mentah global akibat konflik antara Israel dan Hamas, yang dapat melibatkan Iran dan sekutunya di wilayah tersebut.
BACA JUGA: Harga Minyak Goreng Melambung, Tolong Ingat Pesan Bu Sri Mulyani, ya!
Kekhawatiran tersebut mulai berkurang pada tengah hari Kamis (26/10) kemarin.
“Premi keamanan yang telah kami bayarkan sejak awal bulan ini tampaknya menurun,” kata mitra Again Capital LLC John Kilduff.
BACA JUGA: Update Harga Minyak Goreng, Konon Stok MinyaKita Kosong
AS dan negara-negara lain mendesak Israel untuk menunda invasi penuh ke Gaza, yang belum pulih dari pemboman Israel selama hampir tiga minggu yang dipicu oleh pembunuhan massal di selatan Israel oleh Hamas.
“Pasar berada dalam kegelisahan,” kata analis Price Futures Phil Flynn.
Kekhawatiran terhadap perekonomian global yang lebih luas juga menekan harga minyak. Imbal hasil obligasi pemerintah AS kembali menuju 5 persen pada Kamis (25/10) menyeret saham-saham di seluruh dunia ke posisi terendah dalam beberapa bulan.
Namun, perekonomian AS tumbuh pada laju tercepat dalam hampir dua tahun pada kuartal ketiga.
Berdasarkan data yang dirilis pada Kamis (25/10), sehingga meningkatkan ekspektasi bahwa The Federal Reserve akan mempertahankan suku bunga tinggi lebih lama.
Sementara itu, peningkatan persediaan minyak mentah AS pada minggu terakhir mengindikasikan melemahnya permintaan.
Persediaan minyak AS naik 1,4 juta barel menjadi 421,1 juta barel, menurut Energy Information Administration (EIA), melebihi kenaikan 240.000 barel yang diperkirakan oleh para analis dalam survei yang dilakukan Reuters.
Data tersebut menyusul penurunan mengejutkan pada data aktivitas bisnis zona euro bulan ini.
"Meskipun tidak ada tanda-tanda jelas bahwa perang akan meningkat, perhatian kembali tertuju pada fluktuasi pasar obligasi AS dan kondisi ekonomi dunia yang lebih rentan. Hal ini meresahkan investor,” kata analis MUFG Ehsan Khoman.
Di sisi lain, Bank Sentral Eropa mempertahankan suku bunga seperti yang diperkirakan pada Kamis (25/10), menghentikan kenaikan suku bunga 10 kali berturut-turut yang belum pernah terjadi sebelumnya dan mempertahankan panduan yang menyiratkan kebijakan yang stabil pada masa depan.
Direktur Mobius Risk Group Phil Thompson mengatakan, pasar akan menantikan rencana OPEC dan sekutunya mengenai tingkat produksi pada tahun depan.
OPEC+, yang dipimpin oleh Arab Saudi dan Rusia, memangkas produksi sebesar 1,3 juta per hari awal tahun ini dan pada September memperpanjang pengurangan tingkat produksi hingga akhir tahun.
Anggota OPEC selanjutnya dijadwalkan bertemu pada akhir November.
"Jika pemangkasan terus berlanjut hingga tahun baru, maka hal tersebut akan menjadi bullish,” ujar Thompson.(ant/fri/jpnn)
Redaktur & Reporter : Friederich Batari