Harga Solar Turun, Mengapa Premium Tidak? Ini Penjelasannya

Kamis, 08 Oktober 2015 – 05:47 WIB
SPBU. Foto: dok.JPNN

jpnn.com - JAKARTA -  Pengumuman paket kebijakan ekonomi jilid 3 yang rencananya dilakukan hari ini, dipercepat satu hari dan diumumkan kemarin.

Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, ada tiga tema dalam paket kebijakan jilid 3 ini. Pertama, penurunan harga BBM, listrik, dan gas.

BACA JUGA: Kadin Minta Pemerintah Kembalikan Dana yang Ditarik dari Dunia Industri

Kedua, perluasan kewirausahaan penerima kredit usaha rakyat (KUR). Ke tiga, penyederhanaan izin pertanahan untuk kegiatan investasi. ''Untuk BBM, harga solar turun, sedangkan premium tetap,'' ujarnya di Kantor Presiden kemarin (7/10).

Darmin mengatakan, berdasar kalkulasi Pertamina, harga solar subsidi turun Rp 200 dari Rp 6.900 per liter menjadi Rp 6.700 per liter. Demikian pula solar nonsubsidi yang saat ini dijual di kisaran Rp 8.200 - 8.450 per liter (sesuai wilayah distribusi), juga turun Rp 200 per liter.

BACA JUGA: INDEF Anggap Bukan Stimulus Ekonomi, Tapi...

''Ini berlaku tiga hari setelah diumumkan (Sabtu, 10 Oktober pukul 00.00),'' katanya.

Darmin menyebut, beberapa komoditas energi lain yang selama ini sudah mengikuti mekanisme pasar, sudah turun sejak 1 Oktober 2015 lalu, misalnya avtur atau bahan bakar pesawat untuk penerbangan internasional turun 5,3 persen, avtur untuk domestik turun 1,4 persen, Elpiji 12 kilogram (kg) turun dari Rp 141.000 menjadi Rp 134.000, Pertamax turun dari 9.250 per liter menjadi Rp 9.000 per liter, serta Pertalite dari Rp 8.400 per liter menjadi Rp 8.300 per liter.

BACA JUGA: INDEF Nilai Birokrasi Penyebab Lambatnya Penyerapan Anggaran

''Ini semua bagian dari upaya memberikan insentif bagi industri dan meningkatkan daya beli masyarakat,'' ucapnya.

Terkait tidak ikut turunnya harga premium, Direktur Utama PT Pertamina Dwi Soetjipto mengakui jika saat ini harga keekonomiannya masih di atas harga jual Rp 7.400 per liter (Jawa-Madura-Bali/Jamali) dan Rp 7.300 per liter (luar Jamali). ''Jadi saat ini belum bisa (diturunkan),'' ujarnya.

Berdasar informasi yang dihimpun, opsi mengurangi atau menghapus Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 10 persen agar harga premium dan solar bisa turun di kisaran Rp 500 per liter, ditolak oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Alasannya, pemerintah ingin konsisten menjalankan reformasi subsidi energi. Pemerintah juga tak mau memaksa Pertamina menurunkan harga premium karena harga saat ini sudah di bawah harga keekonomian.

Lantas, apakah penguatan tajam nilai tukar rupiah saat ini belum bisa menurunkan biaya impor BBM? Dwi mengatakan, dalam kalkulasi harga BBM saat ini, Pertamina masih menggunakan asumsi rata-rata nilai tukar rupiah dalam tiga bulan terakhir yang di kisaran Rp 13.900 per USD.

Karena itu, jika penguatan rupiah saat ini terus berlanjut, maka Pertamina membuka kemungkinan untuk menurunkan harga premium maupun solar. ''Iya, tentu nanti kami hitung lagi. Pertamina kan sangat mendukung upaya pemerintah untuk melakukan evaluasi terhadap harga (BBM),'' katanya.

Dwi mengakui, dalam skema Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) saat ini, pemerintah menetapkan akan melakukan penyesuaian harga BBM jenis premium dan solar tiap tiga bulan.

Namun saat negara membutuhkan stimulus untuk menggerakkan ekonomi, apalagi jika nilai tukar rupiah terus menguat, maka penyesuaian harga tidak harus menunggu tiga bulan. ''Jadi bisa kita evaluasi kapan saja,'' ucapnya. (owi/dyn/wir/dee)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ini Aturan Insentif Listrik di Paket Tahap III


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler