jpnn.com - BOGOR - Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Arist Merdeka Sirait menyimpan kekecewaan tersendiri saat menghadiri peringatan puncak Hari Anak Nasional (HAN) di Istana Bogor bersama Presiden Joko Widodo dan sejumlah kementerian terkait. Kekecewaan itu dialamatkan pada presiden. Menurut Arist, Jokowi-sapaan Joko Widodo-tidak memberikan pesan substansi yang diharapkan untuk anak-anak Indonesia.
"Tentu apresiasi ada peringatan (HAN) yang sesungguhnya jatuh pada 23 juli tapi dimundurkan jadi hari ini. Tapi secara substansi, saya belum menaruh harapan yang baik pada yang disampaikan Bapak Presiden," ujar Arist di kompleks Istana Bogor, Jabar, Selasa (11/8).
BACA JUGA: @SBYudhoyono Ngetwit soal Pasal Penghinaan, @MMisbakhun Bercuit Sodorkan Cibiran
Saat bertemu perwakilan anak-anak seluruh Indonesia di acara itu, Jokowi memang lebih banyak berinteraksi dan menjalin keakraban. Tidak banyak pidato formal yang disampaikan dalam acara itu. Jokowi lebih memilih berbagi sepeda dengan anak-anak dan mengakhirinya dengan nasehat.
Inilah yang disesalkan Arist. Padahal ia ingin mendengar Jokowi menyampaikan janji konkret program yang menyangkut perlindungan pada kehidupan anak.
BACA JUGA: Kemenhub Keluarkan Aturan Batasi Kecepatan Kendaraan
"Apa program-program di situ kan belum tahu. Nah saya berharap dari sini ada statement yang sangat kuat dari Bapak Presiden. Tapi ternyata pupus harapan saya," imbuh Arist.
Pria kelahiran Pematang Siantar itu juga juga mengritik isi Deklarasi Suara Anak Indonesia. Menurutnya, pesan dalam deklarasi itu kurang menunjukkan masalah konkret yang dialami anak Indonesia.
BACA JUGA: Projo Desak Pemerintah Lebih Galak agar Rakyat Tahu Mafia Pangan
Arist menginginkan dalam deklarasi itu mengungkapkan hal-hal yang terjadi dalam dunia anak akhir-akhir ini.
Salah satunya kekerasan dan pelecehan seksual yang terjadi pada anak. Ia mencontohkan kasus kejahatan pada Angeline di Bali yang bulan lalu menyita perhatian publik.
"Misalnya mengajak seluruh komponen bangsa untuk bersama-sama memutus mata rantai darurat kejahatan seksual. Faktanya 58 persen pelanggaran hak anak itu adalah kejahatan seksual," imbuhnya.
Arist juga mengritik program pemerintah yang menyelenggarakan Kota Layak Anak (KLA). Pria berusia 54 tahun itu mengatakan, KLA harusnya menunjukkan pembangunan fasilitas yang ramah untuk anak.
"Kalau kota layak anak itu seperti perlombaan, tidak ada gunanya. Kota layak anak adalah kebijakan pembangunan masing-masing kota itu yang berbasis pada anak. Kalau membangun sekolah harus berbasis anak. Infrastruktur, ruang terbuka hijau harus berbasis anak. Artinya anak juga menikmati itu," tandas Arist. (flo/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kejagung Ancang-Ancang Tarik Uang Negara Rp 4,38 Triliun dari Ahli Waris Pak Harto
Redaktur : Tim Redaksi