jpnn.com, JAKARTA - Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menjadikan Hari Otonomi Daerah ke-26 sebagai momen bagi pemerintah daerah melakukan refleksi.
Sekteraris Jenderal (Sekjen) Kemendagri) Suhajar Diantoro mengajak seluruh kepala daerah dan jajaran pemerintah daerah untuk melakukan refleksi atas 26 tahun perjalanan otonomi daerah di Indonesia.
BACA JUGA: Pemda Tidak Buka Rekrutmen PPPK 2022, Afni: Suntik Mati Saja Honorernya
Refleksi ini dinilai perlu dilakukan untuk memahami kembali esensi dari pelaksanaan otonomi daerah tersebut.
Demikian disampaikan Suhajar saat membacakan sambutan tertulis Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian pada acara 'Peringatan ke-26 Hari Otonomi Daerah Tahun 2022'.
BACA JUGA: Kemendagri Beri Perintah, Pemda Wajib Pantau Harga Pangan hingga Energi
Kegiatan tersebut dilakukan secara hybrid di Gedung Sasana Bhakti Praja, Kantor Pusat Kemendagri, Jakarta, Senin (25/4).
Menurut Tito, secara filosofis, tujuan dilaksanakannya otonomi daerah melalui pendelegasian sebagian kewenangan urusan pemerintahan yang bersifat konkuren agar daerah mencapai kemandirian fiskal.
BACA JUGA: Pemda Harus Kembalikan Dana Gaji PPPK di DAU 2021, Jangan Ditahan di Bank Daerah
Hal itu dilakukan dengan menggali berbagai potensi sumber daya yang dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) serta memacu percepatan dan pemerataan pembangunan.
Melalui sambutan yang dibacakan Suhajar, Tito menjelaskan sejarah penetapan Hari Otonomi Daerah pada 1996 melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 11 Tahun 1996. Keppres itu menetapkan tanggal 25 April sebagai Hari Otonomi Daerah.
Dalam perjalanannya, lahir Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang membenahi hubungan Pusat dan Daerah.
"Setelah 26 tahun berlalu, otonomi daerah telah memberikan dampak positif. Dibuktikan dengan adanya percepatan pembangunan yang ditandai dengan meningkatnya angka Indeks Pembangunan Manusia (IPM), bertambahnya Pendapatan Asli Daerah, dan kemampuan fiskal daerah,” ujar Suhajar.
Meski begitu, filosofi dari tujuan otonomi daerah dinilai belum sepenuhnya tercapai seperti yang diharapkan.
Data Direktorat Jenderal (Ditjen) Bina Keuangan Daerah (Keuda) Kemendagri menunjukkan dalam kurun waktu 26 tahun ini, ada beberapa daerah yang memiliki PAD di bawah 20 persen dan menggantungkan keuangannya pada pemerintah pusat melalui Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD).
Kewenangan telah diberikan kepada daerah, tetapi keuangannya masih bergantung kepada pemerintah pusat.
“Saya menyampaikan apresiasi dan terima kasih kepada daerah-daerah otonom baru yang telah berhasil meningkatkan PAD dan kemampuan fiskalnya," tambah Suhajar.
Dia mengatakan peningkatan PAD diharapkan bisa dimanfaatkan untuk program-program pembangunan dan kesejahteraan rakyat.
Pada momen peringatan Hari Otonomi Daerah ke-26 ini, daerah yang PAD-nya masih rendah diimbau untuk melakukan terobosan dan inovasi untuk menggali berbagai potensi yang dapat memberikan nilai tambah.
Dengan begitu, peningkatan PAD akan terjadi dan diharapkan bisa melampaui besaran TKDD yang diterima daerah tersebut.
Namun, Suhajar menekankan agar langkah dan terobosan itu harus memperhatikan hukum dan norma yang ada, serta tidak memberatkan rakyat.
“Di sinilah ujian sekaligus pembuktian kemampuan leadership dan entrepreneurship (kewirausahaan) untuk menangkap peluang yang ada oleh seluruh kepala daerah di Indonesia,” tandas Suhajar. (mcr9/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pemda Lelet Terbitkan SK PPPK, Negara Berpotensi Dirugikan Rp 871 Miliar per Bulan
Redaktur : M. Adil Syarif
Reporter : Dea Hardianingsih