Harta Karun Talaga Warna, Kota yang Hilang Di Tanah Sunda (2/habis)

Rabu, 11 November 2015 – 07:37 WIB
Suasana di Talaga Warna, Puncak, Bogor. Foto: Wenri Wanhar/JPNN.com.

jpnn.com - PRABU Swarnalaya bertapa. Pucuk dicinta ulam pun tiba. Sejurus kemudian, Ratu Purbamanah hamil. 

Tempat bertapa sang prabu, di kemudian hari, di era Pajajaran, menjadi petilasan Prabu Siliwangi.

BACA JUGA: Harta Karun Talaga Warna, Kota yang Hilang Di Tanah Sunda (1)

=======

Wenri Wanhar - Jawa Pos National Netwrok

BACA JUGA: Titik Nol Republik Indonesia Itu Di Sini...

=======

Mengatahui kehamilan permaisuri, rakyat di seluruh penjuru Negeri Kutatanggeuhan menyambut riang  gembira. 

BACA JUGA: Satu Sekuel Palagan Surabaya: Gara-gara Tank Raksasa Ini, Arek Suroboyo...

Berbondong-bondonglah barisan rakyat ke istana menyerahkan berbagai macam hadiah. 

Petaka anak manja

Pendek cerita, setelah sembilan bulan sepuluh hari, Purbamanah melahirkan seorang putri.

Diberinya nama Nyi Mas Gilang Rukmini. Kerajaan pun menggelar pesta selama tujuh hari tujuh malam, sebagai wujud sukur atas kelahiran puteri mahkota.

Dalam perkembangannya, sang putri yang juga dikenal dengan nama Nyi Mas Ratu Dewi Kencana Wungu Kuncung Biru tumbuh menjadi wanita cantik jelita.

"Namanya juga anak gadis satu-satunya, sudah barang tentu dia sangatlah disayang dan dimanja. Hingga apa pun yang diminta akan dipenuhi," kata budayawan C. Supandi.

Ternyata, mendidik anak menjadi manja tidaklah baik. Tuan puteri kerap marah-marah dan berkata kasar bila apa yang diingin tidak diberikan. 

Pun demikian, dia tetap menjadi kesayangan kerajaan dan rakyatnya.

Menjelang hari ulang tahunnya yang ke-17, perempuan yang konon cerita punya paras jelita, minta hadiah agar tiap helai rambutnya diberi hiasan emas dan permata.

Mengetahui itu, tanpa ada yang mengomandoi, untuk menyenangkan hati tuan putri, dengan sendirinya rakyat di negeri Kutatanggeuhan berdatangan memberi emas dan permata. 

Karena kearifannya, Prabu Swarnalaya memerintahkan para punggawa istana menyimpan emas dan permata itu di lumbung istana. Tujuannya suatu waktu dapat dipergunakan untuk kepentingan rakyat.

Hanya sebagian yang diambil untuk memenuhi keinginan Gilang Rukmini. 

Seorang Empu Raja Tempah, terkenal paling ahli menempah logam, berkarya sepenuh hati. 

Karena juga sangat sayang kepada putri mahkota, Empu Raja Tempah berhasrat buah tangannya menjadi kalung yang paling indah di dunia. 

Dia puasa selama mengerjakan itu. 

Dengan kemampuannya, jadilah kalung yang luar biasa indah.

Harta Karun

Tibalah hari yang dinanti-nantikan. 

Perayaan ulang tahun Gilang Rukmini dipusatkan di istana. 

Rakyat dari seluruh pelosok negeri berkumpul di alun-alun. 

Sorak-sorai rakyat bergemuruh manakala raja mengalungkan perhiasan indah ke leher tuan puteri.

“Kalung ini persembahan seluruh rakyat negeri ini. Mereka sangat mencintaimu,” kira-kira begitu ucap Prabu Swarnalaya seraya mengalungkannya.

Tapi apa yang terjadi…sesaat mematut-matutnya, tuan putri menghardik. 

“Kalung jelek! Aku tak mau memakainya!” seraya menarik kalung itu sampai putus. Kemudian melemparnya  hingga tercerai berai.

Rakyat terdiam. Ratu Purbamanah menangis. Rakyat ikut menangis. Petir menyambar. Hujan lebat, alam pun turut menangis. 

Tiba-tiba keluar mata air di alun-alun istana. Bumi ikut bersedih. Mata air itu terus mengeluarkan air, dan lambat laun membesar sehingga menenggelamkan istana.

“Orang sini mempercayai kilauan yang memancar dari talaga, berasal dari pancaran emas dan permata yang berserakan," kata Supandi. 

"Namun secara ilmiah, warna itu berasal dari bayangan hutan, tanaman, bunga-bunga, dan langit di sekitar telaga yang memantul,” sambungnya merasionalkan. 

Karamnya sebuah legenda masa lampau, mengawali kisah Talaga Warna dengan panoramanya nan elok, tersuruk di hamparan kebun teh.  

Pelesir

Tempo hari, waktu awak ke sana, di pinggir telaga bersandar sebuah rakit dan sebuah perahu. 

Bila puan dan tuan ingin bersampan ria mengelilingi danau, kedua alat itu bisa digunakan.

Suara-suara binatang sesekali terdengar saling sahut-sahutan. Di area itu berkeliaran sekawanan monyet. Mereka tidak mengganggu. Bahkan akan sangat bersahabat bila diberi kacang.

Di pojokan talaga, waktu itu, ada gubuk yang di dalamnya terdapat gundukan semacam pusara kecil. 

C. Supandi mengatakan, tempat itu merupakan petilasan Prabu Siliwangi. Tempat semedi, menyepi, menenangkan diri. 

Entah iya, entah tidak, wallahualam. Air telaga juga dipercaya punya khasiat mengobati berbagai jenis penyakit. 

Berdasarkan pantauan mata langsung, beberapa pengunjung nampak mandi kecil membasuh tubuh di tepian Talaga Warna. 

Ini kisah sekian tahun lalu. Sudah lama pula beta ke sana lagi. Kalau mau ke sana...mari, kawan. (wow/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Jangan Anggap Remeh Arek Suroboyo!


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler