jpnn.com, JAKARTA - Pendiri Cyrus Network Hasan Nasbi mengatakan bahwa penundaan pemilu sudah pernah terjadi dalam sejarah Indonesia.
Bukan cuma itu, lanjutnya, Indonesia juga pernah menggelar pemilu sebelum siklus lima tahunan.
BACA JUGA: Wacana Tunda Pemilu 2024 Harus Segera Diakhiri
Hasan mengingatkan bahwa pemilu pertama Indonesia baru digelar 10 tahun setelah kemerdekaan.
Namun, hal itu wajar bagi negara yang baru lahir di era tersebut.
BACA JUGA: Saatnya Aktivis dan PDIP Cs Bentuk Barisan Tolak Penundaan Pemilu 2024
"Indonesia belum stabil baik secara politik maupun keamanan negara. Jadi kita enggak langsung pemilu,” kata Hasan, Kamis (3/3).
Dia melanjutkan, Pemilu 1955 berhasil dilaksanakan, tetapi pada tahun 1959 kemudian Pemilu dibubarkan oleh presiden.
BACA JUGA: Survei LSI: Mayoritas Publik Tolak Usul Penundaan Pemilu 2024
Hingga tahun 1970, Indonesia tidak menggelar pemilu. Namun, kata Hasan, lagi-lagi ada kedaruratan yang melatari hal ini.
“Tertunda terus, tertunda terus, karena pada saat itu ada pemberontakan di mana-mana, laskar partai bentrok, kita tak mungkin menggelar pemilu,” tegas Hasan.
Hasan kembali bercerita, Indonesia baru kembali menggelar pemilu pada 1971. Periode selanjutnya, pemilu digelar 1977, tertunda lagi satu tahun dari semestinya.
“Karena fusi partai belum beres, maka pemilu ditunda tahun 1977,” jelas Hasan.
Hasan menambahkan, selain menunda pemilu, Indonesia juga pernah mempercepat pemilu. Tepatnya pada tahun 1999.
Hasan menceritakan, pemilu harusnya digelar tahun 2002 tapi dipercepat tahun 1999. Karena ada komitmen politik bersama antara Presiden BJ Habibie dengan para kekuatan politik saat itu.
“Jadi sebenarnya bukan hal baru penundaan pemilu, percepatan pemilu, bukan hal baru. Sudah pernah kejadian berkali-kali. Tapi semua itu selalu ada alasannya,” kata Hasan.
Menurut Hasan, penundaan dan percepatan pemilu dilakukan karena melihat stabilitas politik dan keamanan Indonesia saat itu. Memang tidak memungkinkan untuk melakukan pemilu.
“Sekarang pertanyaannya apakah siklus 5 tahunan sedang ada kendala? Tidak ada,” tegas dia.
Dia menerangkan, saat ini kondisi Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi sudah on the track.
Baik dari sisi ekonomi yang tengah berlangsung pulih, maupun penanganan Covid-19 yang terbilang salah satu terbaik di antara negara-negara dunia.
Hasan bahkan bercerita Indonesia berhasil menggelar Pilkada pada tahun 2020. Padahal saat itu angka Covid-19 terus melonjak.
Namun, penyelenggaraan berlangsung dengan baik tanpa ada catatan buruk.
“Sehingga menurut saya justru itu tidak bisa jadi alasan untuk menunda pemilu,” kata dia.
Hasan melihat sebuah kewajaran apabila ada elite politik yang mewacanakan perpanjangan masa jabatan. Terlebih, elite tersebut saat ini tengah sedang menikmati jabatan dan kekuasaan.
“Mereka senang, anggota DPR, menteri happy dong kalau misalnya pemilu ditunda, masa jabatan mereka diperpanjang,” kata Hasan.
Namun, penundaan pemilu akan berdampak buruk bagi citra Presiden Joko Widodo (Jokowi). Sebab, dia akan dituding sebagai orang yang haus akan kekuasaan.
Meskipun, Hasan yakin Jokowi tak ingin melakukan perpanjangan masa jabatan, apalagi mengubah konstitusi menjadi tiga periode jabatan presiden. Dia meyakini, Jokowi masih bisa berpikir dengan jernih.
“Pak Jokowi ingin meninggalkan legacy yang baik dan manis dicatatan republik ini sebagai presiden. Meninggalkan begitu banyak warisan secara fisik, tapi juga meninggalkan demokrasi, siklus kepemimpinan yang baik. Hari ini saya melihatnya seperti itu,” tekan Hasan.
“Baru wacana saja sudah ada tuduhan miring kepada presiden, apalagi sudah tahap pembahasan secara politik,” katanya. (dil/jpnn)
Redaktur & Reporter : Adil