jpnn.com - JAKARTA - Hingga Minggu (2/11) malam, petugas laboratorium Kementerian Kesehatan (Kemenkes) masih memantau sampel suspect (dugaan) virus ebola yang dikirim dari Kediri dan Madiun, Jawa Timur. Hasil pengamatan apakah sampel itu virus ebola atau bukan, keluar Senin (3/11) pagi.
Kepala Balitbang Kemenkes Tjandra Yoga Aditama mengatakan, paling cepat hasil laboratorium itu sudah keluar Minggu malam. "Tetapi sampai saat ini, saya belum menerima laporan dari tim teknis yang ada di kantor Balitbang Kemenkes," katanya saat dihubungi Minggu (2/11) malam.
BACA JUGA: Golkar Butuh Figur Energik untuk Kembalikan Kejayaan
Mantan Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (PP-PL) Kemenkes itu mengatakan, paling lama hasil pemeriksaan laboratorium suspect virus ebola itu keluar Senin pagi ini. Dia berharap masyarakat tidak terlalu cemas atas kabar ini.
Tjandra tidak mau berandai-andai, apakah hasil laboratorium nanti positif atau negatif virus ebola. Dia menegaskan tetap memakai acuan formal hasil laboratorium untuk menyimpulkan positif atau negatif virus ebola. "Kalau positif, pasien tetap dirawat," ucapnya singkat.
BACA JUGA: Razia BNN, Pengacara dan Pemain Sepakbola Menolak Tes Urine
Terkait dengan keberdaan dua pasien di Jatim itu, Tjandra mengatakan virus ebola tidak menular selama masa inkubasi. Dia menjelaskan masa inkubasi virus ebola adalah 21 hari. Dengan sifat virus ebola itu, masyarakat yang pernah bersinggungan dengan dua pasien suspect ebola itu diminta tidak terlalu cemas.
Muncul pertanyaan, kenapa pemerintah tidak mengarantina semua masyarakat yang baru datang dari negara-negara Afrika selama masa inkubasi. Tjandra menjelaskan skenario penanganan virus ebola sudah ditetapkan secara baku dan dijalankan oleh seluruh negara di dunia.
Setiap orang yang baru datang dari negara-negara terjangkit ebola, tidak bisa serta merta dikarantina. "Selama mendarat dari pesawat dideteksi sehat, ya tidak perlu dikarantina," katanya.
BACA JUGA: Cerita Guru SD: Susi itu Malas Belajar tapi...
Tjandra mencontohkan kasus yang menerpa seorang dokter dari Amerika Serikat. Dokter itu dikirim ke Liberia untuk ikut menangani pasien positif ebola. Dengan demikian dokter ini sudah pernah kontak langsung dengan pasien ebola.
Setelah mendarat di Dallas, dokter tadi keadaannya sehat. Tidak ada gejala demam. Sehingga oleh petugas di bandara setempat, dokter itupun dibebaskan keluarkan. Tetapi setelah itu, sekitar 5 hari kemudian, dokter tadi demam dan dinyatakan suspect ebola. Sedangkan untuk rombongan 28 tenaga kerja Indonesia yang baru pulang dari Liberia itu, Tjandra mengatakan sudah mendapat stempel di paspornya sebelum keluar dari Liberia. Stempel di paspor itu menunjukkan yang bersangkutan bukan suspect ebola saat akan naik pesawat pulang ke Indonesia.
Kabar suspect virus ebola dari Jatim ini bukan yang pertama di Indonesia. Beberapa waktu lalu ada dua laporan suspect virus ebola di Jakarta. Tetapi hasil uji laboratorium akhirnya disimpulkan negatif. Laporan suspect ebola juga pernah terjadi di Medan. Kasus suspect ebola di Jakarta dan Medan itu diawali dari kedatangan WNI dari Nigeria. Perkembangan terkini, WHO sudah mememastikan bahwa Nigeria bebas virus ebola pada 20 Oktober lalu.
Catatan WHO hingga 31 September menunjukkan jumlah laporan virus ebola di seluruh dunia mencapai 13.567 kasus. Dari total jumlah itu, pasien yang meninggal 4.951 orang (rasio kematian 36,4 persen). Liberia menjadi negara paling besar dengan 6.535 kasus ebola (2.413 meninggal). Kemudian di Sierra Leone 5.338 kasus (1.510 meninggal), Guinea 1.667 kasus (1.018 meninggal), dan Nigeria 20 kasus (8 meninggal). Kasus ebola juga dilaporkan ada di Mali, Senegal, Spanyol, dan Amerika Serikat. (wan)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Keamanan Angkutan Umum Jakarta Terburuk Kelima di Dunia
Redaktur : Tim Redaksi