Hal itu diungkapkan Wendy usai diperiksa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus dugaan korupsi biaya pengiriman KRL Hibah dari Jepang dengan tersangka Mantan Dirjen Perkeretaapian Dephub, Soemino
BACA JUGA: Kasus Anggodo Tak Sama dengan Bibit-Chandra
"Itu sudah masuk DIPA, jadi prosesnya biasa, ada persetujuan semuanyaWendy mengatakan, dirinya tak tahu secara rinci soal pengadaan maupun pengiriman pengadaan KRL hibah itu
BACA JUGA: Pemantapan Kawasan Hutan jadi Prioritas Dephut
Wendy juga menegaskan bahwa dirinya tidak ikut tanda tangan dalam kontrak pengiriman 60 gerbong KRL yang dihibahkan Jepang itu"Saya nggak tahu
BACA JUGA: Wakapolri Mesti Kerja Keras
Pengaadaan di PimproPimpro ada di direktorat jenderalnya sendiri (Dirjen Perkeretaapian)Tetapi bukan saya yang tanda tangan," ujar Wendy yang kini dipercaya sebagai Komisaris di Garusa Indonesia.Lantas apa benar dalam biaya pengiriman itu terjadi penggelembungan harga? "Itu itu masih dicari-cari keterangannyaMasing-masing dari kita hanya memberi keterangan sesuai kewenangan," sambung Wendy.
Seperti diketahui, kasus korupsi itu berawal ketika pada 2006 Dephub mendatangkan KRL yang dihibahkan pemerintah JepangSaat proyek itu berlangsung, Wendy merupakan Sekjen Dephub"Saudara Wendy Aritenang kita periksa untuk tersangkanya (Soemino)," ujar Juru bicara KPK, Johan Budi.
Sebelumnya Johan menjelaskan, karena KRL itu dihibahkan maka Dephub hanya membayar biaya pengirimannya sajaNamun ternyata biaya untuk pengiriman dari Jepang ke Pelabuhan Tanjung Priok diduga telah digelembungkan
Biaya proyek mendatangkan 60 gerbong KRL dari Sumitomo itu mencapai Rp Rp 48 miliarHanya saja KPK menemukan ada mark-up dalam biaya pengiriman"Kemahalan hingga Rp 11 miliar,"ujarnya.
Dalam kasus tersebut, Soemino disangka dengan pasal 2 ayat (1) dan pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tidak Pidana Korupsi.(pra/ara/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... KPK Dalami Keterlibatan Hari Sabarno
Redaktur : Antoni