jpnn.com - jpnn.com - Polemik pembangunan PLTGU Jawa 1 masih belum selesai juga meski Pertamina, Marubeni Corporation, dan Sojitz sudah memenangi tender. Berlarutnya proses penandatanganan kontrak menimbulkan tanda tanya besar karena PLN bisa saja berkepentingan untuk memberikan proyek itu kepada anak perusahaan sendiri.
Koordinator Indonesia Energy Watch (IEW) Adnan Rarasina mengatakan, tak kunjung adanya penandatanganan kontrak bisa membuat PLN menunjuk pihak lain sebagai pemenang. Itu bukan tidak mungkin karena pernah dilakukan BUMN setrum itu pada PLTGU Jawa 5.
’’Hal yang sama bisa dilakukan pada PLTGU Jawa 1,’’ ujarnya, Sabtu (7/1).
BACA JUGA: PLTP Rusak, Komitmen PLN Garap Geothermal Diragukan
Menurutnya, rekam jejak yang buruk itu sangat mungkin dilakukan. Apalagi, PLTGU Jawa 1 merupakan yang terbesar di antara proyek 35 ribu MW. Proyek itu direncanakan memiliki kapasitas sampai 2x800 MW.
Adnan mengaku ingat betul saat Luhut Binsar Pandjaitan semasa menjadi pelaksana tugas (Plt) menteri ESDM sempat meradang dengan sikap PLN yang plinplan. ’’Saat itu, PLN menunjuk Indonesia Power untuk menggarap Jawa 5. Luhut meradang,’’ imbuhnya.
BACA JUGA: Pemerintah Harus Beresi Data Penerima Subsidi Listrik
Selain itu Adnan juga masih ingat saat Dirut PLN Sofyan Basyir berdalih penunjukan Indonesia Power untuk mempercepat pembangunan karena tender sebelumnya gagal mendapat pemenang berkualitas.
Potensi PLN akan menggagalkan hasil tender dan menunjuk anak perusahaan sudah terlihat jelas.
BACA JUGA: Ini Daftar Golongan Tarif Listrik, Turun per Januari
Sempat beredar kabar bahwa yang akan menggantikan konsorsium Pertamina adalah PJB dengan rekannya sebuah perusahaan swasta nasional. Dugaan menguat karena PLN belum juga menyepakati kontrak perjanjian jual beli listrik PLTGU Jawa 1.
Padahal, kontrak tersebut harusnya sudah disepakati pada pertengahan Desember 2016 atau 45 hari setelah PLN mengumumkan pemenang tender. Menurutnya, sikap tidak biasa ini menjadi sinyalemen kuat PLN akan membatalkan tender.
’’Ada apa dengan ini semua? Tidak wajar,’’ urainya.
Direktur Center for Energy Policy Kholid Syerazi menambahkan, proyek itu sedikit lagi mengalami kegagalan dan tender ulang. Alasannya, bisa saja PLN menyebut pemenang lelang pertama tidak layak menangani proyek. PLN juga bisa mengalihkan kepada pemenang kedua.
’’Jika pemenang kedua juga dianggap tidak layak, maka PLN bisa mengadakan tender ulang. Memang semua harus melalui mekanisme, namun hal itu bisa saja terjadi,’’ terang Kholid.
Dalam kasus lelang PLTGU Jawa 1, pemenang kedua adalah konsorsium Adaro bersama perusahaan Singapura dan pemenang ketiga konsorsium PJB dan Mitsubishi. Dia juga tidak menutup mata bahwa proyek itu sarat kepentingan.
Soal molornya penandatanganan kontrak, dikarenakan PLN ingin mengambil gas dari sumber Kilang Tangguh meski sebenarnya di lokasi tersebut terdapat pula sumber lain yaitu Offshore North West Java (ONWJ).
’’Dari kondisi itu sudah bisa dipertanyakan. Kalau ada sumber gas yang lebih dekat, kenapa PLN bersikukuh akan mengambil dari sumber yang jauh?’’ tanya dia.
Sekadar informasi, konsorsium Pertamina memenangkan tender dengan penawaran harga listrik USD 0,055 per kWh. Angka itu lebih murah dibanding peserta tender lainnya seperti konsorsium Adaro yang menawar USD 0,064 per kWh, atau konsorsium Mitsubishi dengan penawaran USD 0,065 per kWh. (dim)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Bulan ini Tarif Listrik Turun
Redaktur : Tim Redaksi