Hebat! Amaniarti Rintis Sekolah Gratis, Adik Menteri Ikut Mengajar

Rabu, 10 Agustus 2016 – 00:08 WIB
SEMPAT JADI CEMOOHAN: Pendiri sekolah gratis Hj Amaniarti bersama kakak Menteri ESDM Janewar di depan Paud di kawasan Tabing, belum lama ini. Foto: Seprianto/Padang Ekspres/JPNN.com

jpnn.com - Hj.AMANIARTI memutuskan berhenti dari pekerjaannya sebagai sekretaris dan membuka sekolah gratis.

Pilihan ini dipicu rasa keprihatinannya melihat banyak sekali anak nelayan yang menghabiskan waktu sia-sia. Awalnya, niat baiknya ditanggapi dingin oleh masyarakat, kini ia telah memiliki ratusan murid.

BACA JUGA: Kisah Ibu Tunanetra Tiga Kali Naik Haji: Ada Perasaan Nikmat

Seprianto - Parupuk Tabing

Amaniarti tak sengaja bersua dengan dunianya yang baru sebagai seorang guru. Kala itu, awal 2004, dia bersama sang suami, H Asril Alimin pindah rumah dari Kuranji ke Parupuk Tabing, Koto Tangah, Kota Padang, Sumbar, persisnya di Jalan Pasir Muaro Gantiang.

BACA JUGA: Ada Hal Magis di Pulau Uluwatu, Dari Kecelakaan, Barang Hilang Sampai Mimpi Seram

Meski sudah sekitar 10 tahun berprofesi sebagai sekretaris, Amaniarti memutuskan berhenti. Ia prihatin melihat anak-anak keluarga nelayan tak bersekolah. Hari-hari mereka habiskan dengan bermain.

Sementara orangtua mereka terlalu sibuk mencari nafkah sehingga anak terabaikan. Pekerjaan orang tua mereka rata-rata nelayan, pemulung, buruh cuci dan menjual ikan keliling. Tak jarang para anak itu juga justru ikut membantu para orangtuanya memulung barang bekas.

BACA JUGA: Khawatir Bisnis Prostitusi Sambut Tenaga Kerja Asal Tiongkok

Spontan, dia dan suaminya berinisiatif membuat sebuah kelompok belajar.

“Pikiran kami sederhana. Lokasi kan ada. Kami buat bermacam-macam kegiatan. Mulai bermain, mendongeng atau sekadar mendengar anak-anak saling berbagi cerita,” ungkap Amaniarti saat bercerita pada Padang Ekspres (Jawa Pos Group), akhir pekan lalu.

Dia menunjukkan lokasi belajarnya yakni sebuah garasi mobil. Di garasi itu tampak bangku beserta meja, papan tulis dan perlengkapan lainnya.

Awalnya Amaniarti dan suami sempat ragu, apakah dapat menjalankan rencananya. Sebab sempat ditanggapi dingin masyarakat sekitar. Namun, keraguan itu ditepis. 

Bak gayung bersambut, setelah berjalan beberapa minggu, warga sekitar antusias menyekolahkan anak-anaknya pada kelompok belajar itu.

“Ini kan proyek sosial, makanya kami tak peduli dan tancap terus. Awalnya hanya ada lima anak saja. Kami terus mengajak anak dari pintu ke pintu. Eh, rupanya orang tua lain tertarik dan berminat. Anak-anak terlihat antusias dan memiliki semangat belajar yang tinggi,” ungkapnya.

Untuk meyakinkan masyarakat bahwa sekolah gratis yang dirintisnya itu bisa bertahan, dia mengatakan akan berjuang keras dan mencarikan donatur. Alhasil, sekolah dapat dilanjutkan. 

Namun sekolah sempat terhenti saat gempa 2009. Tapi mereka tidak menyerah begitu saja. Bencana itu justru menjadi titik balik. Banyaknya barang bekas sisa reruntuhan, dimanfaatkan Amaniarti membangun dan memperluas sekolah.

Secara bertahap dia menyulap lahan di sebelah rumah menjadi tempat belajar. Lahan kosong yang juga ada di bagian depan dibuat menjadi taman bermain dari mainan bekas. Dia sendiri dan suaminya mendesain bangunan itu. 

“Bapak kan bekerja di kontraktor. Saat itu ada reparasi gedung sebuah showroom. Barang bekasnya seperti kaca, plafon dan dinding bisa dibawa pulang. Makanya kami buat bangunan dari bahan bekas itu di sebelah. Ada tanah sekitar 7 X 16 meter,” ujarnya.

Kini, tak hanya PAUD, dia juga memutuskan untuk mendirikan kejar paket A, B, dan C. Selain itu juga ada Kesetaraan Kungsional (KF) bagi orang tua yang buta huruf dan mengadakan senam lansia. Secara keseluruhan hingga kini sudah ada tujuh angkatan.

Kakak Menteri Ikut Mengajar

Meski sekolah gratis, pengajar di sekolah itu tidak orang sembarangan. Selain Amaniarti, ada Janewar, 49. Ibu empat anak yang akrab disapa Nel ini adalah kakak kandung Arcandra Tahar, Menteri ESDM yang baru dilantik Presiden Jokowi pada reshufle kabinet beberapa waktu lalu. Nel didampingi guru lain yakni Popy Lestari, dan Rahmi Juwita.

Seperti Amaniarti, Nel juga tidak sengaja menjadi guru. Nel yang pernah bekerja di perusahaan swasta di Kota Padang ini juga terpanggil mengabdi untuk mengajar anak-anak tersebut. 

Dia berharap kelak, nasib anak-anak itu tidak sama seperti orang tuanya. Sebab, dia pernah merasakan hidup di dalam keterbatasan dan kesulitan ekonomi.

“Sekolah ini persiapan agar nasib mereka tidak sama seperti orang tuanya. Mereka tak dikenai biaya, malah anak juga sering makan di sekolah. Dulu anak-anak jarang mandi pagi. Kini beda. Tak jarang mereka justru mandi di sekolah,” tuturnya seraya mengatakan salah satu donator Ahmad Kurniadi, Manager Dempo Group.

Katanya, sekolah tersebut memodifikasi kurikulum agar disesuaikan dengan kebutuhan anak-anak kampung. Selain membekali mereka dengan pelajaran bahasa, berperilaku sosial, dan seni, anak-anak juga diajari keterampilan seperti membuat kerajinan tangan.

Yang menjadi tantangan mengajar bagaimana membentuk sikap dan bahasa keseharian. Karena sikap dan bahasa lingkungan keseharian tetap dibawa ke lingkungan sekolah. 

“Kami memang tidak sekadar mengajari anak-anak, namun ingin anak memiliki keterampilan. Sebaiknya memang diajarkan sedari dini. Mereka diajarkan membuat beragam keterampilan tangan dari bahan daur ulang, seperti membuat tas dari kain perca, hiasan meja dari sabun dan beberapa keterampilan lainnya,” ungkap Nel yang tinggal di Jalan Hamka RT 02, RW XX, Parupuktabing itu.

Tahun ini, ada sekitar 120 murid berkegiatan di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) itu. Kalau PAUD dinamakan Paud Farilla. “Untuk PAUD ada sekitar 32 murid, kesetaraan fungsional ada sekitar 20, paket C dan B ada 50, dan senam lansia ada 20,” katanya.

Nel berharap PKBM itu dapat terus eksis. Dia juga berharap donatur terus memberikan bantuan. (***/sam/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Rencana Yuni atas Bonus Rp 2 Miliar plus Rp 15 Juta per Bulan


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler