jpnn.com - MENGGELIATNYA industri pertambangan di Sulawesi Tenggara diikuti bergairahnya berbagai sektor lain. Di sisi lain, muncul kecemasan bakal adanya bisnis prostitusi di sekitar kawasan pertambangan, tepatnya smelter Morosi, Kabupaten Konawe?
Dedi Finafiskar
BACA JUGA: Rencana Yuni atas Bonus Rp 2 Miliar plus Rp 15 Juta per Bulan
Masyarakat Morosi rupanya sudah bisa beradaptasi dengan keberadaan para tenaga kerja asing (TKA) asal Tiongkok di daerah itu. Mereka saling membangun interaksi sosial. Apalagi, masyarakat melihat adanya peluang bisnis lain yang bisa dibangun di sekitar kawasan tersebut. Salah satunya, mendirikan rumah makan dengan menu masakan Chinese.
Jumlah TKA yang terdata di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Konawe mencapai 414 orang. Ini angka yang terdata.
BACA JUGA: Mengharukan, Warga Dayak dan Madura Menangis
Dengan kata lain, setidaknya ada 400-an lebih pria dewasa yang bekerja di pembangunan pabrik pemurnian bijih besi itu.
Pemenuhan kebutuhan biologis bisa menjadi problem baru. Potensi dibukanya bisnis prostitusi terselubung cukup besar di sekitar kawasan itu. Potensi adanya wadah penularan penyakit juga terbuka lebar. Lalu apa antisipasi pemerintah daerah?
BACA JUGA: Kiat Indonesia Siapkan SDM Hadapi Era MEA
Hasil pantauan Kendari Pos (Jawa Pos Group), sektor bisnis yang dibuka di sekitar kawasan pembangunan smelter Morosi hanya kios-kios dan warung makan. "Setahu saya, belum ada tempat esek-esek di seputaran sini. Termasuk di daerah tetangga seperti Sampara, Bondoala, dan Kapoila. Kalau yang dekat itu, hanya di Kota Kendari atau Wawolemo. Tapi lebih dekat ke Kendari kalau dari Morosi," ungkap Ridwan, Warga Morosi.
Ridwan bercerita, kadang para TKA itu saling berbagi kisah terkait dengan urusan entertain. Sekali dalam sebulan, warga Tionghoa itu mencari hiburan di Kota Kendari.
"Entah mereka berangkat ke Kendari untuk jajan kebutuhan biologis atau hanya sekadar mencari hiburan malam. Yang jelas, mereka berusaha mengatasi kejenuhannya dengan mencari hiburan di Kendari. Itulah tempat terdekat dari Morosi yang menyiapkan hiburan malam. Termasuk kebutuhan biologis, bisa jajan di sana," katanya.
Namun, Ridwan dan warga lainnya sangat mengkhawatirkan adanya oknum yang membuka bisnis prostitusi di Morosi. Paling tidak, warga lokal bisa menjadi korban rayuan bagi para TKA itu.
Ridwan berharap pemerintah dapat melakukan langkah antisipatif sebelum adanya hal-hal yang tidak diinginkan terjadi. "Pemerintah harus melakukan pemantauan, agar hal ini tidak terjadi," jelasnya.
Hasil identifikasi Disnakertrans Konawe, 414 TKA yang saat ini menjadi pendamping dalam pembangunan smelter diroling setiap enam bulan sekali. Masa kontrak mereka hanya berlaku satu semester. Setelah habis masa kontraknya akan diganti dengan TKA baru.
"Jumlah TKA ini lengkap sebab kami mendapatkan data ini dari perusahaan. Tapi kami belum melakukan verifikasi. TKA yang berada di Morosi ini beragam-ragam pekerjaanya. Selain menjadi tenaga pendamping, banyak juga yang menjadi sopir, koki, office boy, dan buruh bangunan," ungkap Yudi, Kepala Bidang (Kabid) Penempatan dan Perluasan Tenaga Kerja Disnakertrans Konawe.
Waktu enam bulan tidaklah singkat dalam memenuhi kebutuhan biologis. Keberadan mereka pun bisa menjadi ancaman penularan penyakit terutama HIV/AIDS. TKA yang masuk secara resmi akan menjalani pemeriksaan kesehatan terlebih dahulu. Tapi bagaimana dengan TKA yang datang secara ilegal?
"Berdasarkan koordinasi dengan Kantor Imigrasi Kendari, kalau untuk pemeriksaan kesehatan, saya rasa TKA yang ada di Morosi itu telah menjalani dua kali pemeriksaan kesehatan.Di Jakarta dan di Kendari diperiksa kesehatannya melalui Balai Karantina Kendari dan Kantor Imigrasi. Mereka melakukan pemeriksaan sebelum dikirim ke Konawe," jelas H. Muh Aris SKM., Kadis Kesehatan Konawe.
Meski demikian, Aris berjanji, akan kembali memprogramkan pemeriksaan kesehatan terhadap TKA yang ada di Morosi. Waktu enam bulan di Konawe itu bisa saja terserang penyakit. Jika tidak diatasi maka akan membahayakan warga sekitar kawasan mega industri itu.
"Meski mereka lolos dalam pemeriksaan kesehatan saat pertama kali datang di Sultra, tapi bisa saja satu atau dua bulan ini, mereka terserang penyakit yang membahayakan. Saya sudah intruksikan ke Puskesmas Morosi untuk terus melakukan pemantauan para pekerja di Morosi," katanya.
Tidak hanya dinas Kesehatan, DPRD Konawe saat ini sedang menyusun regulasi Rencana Peraturan Daerah (Raperda) pemeriksaan kesehatan untuk para pekerja asing yang berada di Konawe.
"Kita sedang menyusun Raperda inisiatif dewan mengenai pemeriksaan kesehatan untuk TKA agar disahkan menjadi Perda," ujar Gusli Topan Sabara, Ketua DPRD Konawe Gusli. (*/b/sam/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Auman Harimau Sumatera Tidak Lagi Menakutkan
Redaktur : Tim Redaksi